Oleh: Wibisono
Akhir akhir ini Konsep “Herd immunity” (kekebalan kelompok-komunitas) sedang banyak dibicarakan publik didunia, banyak negara sedang ancang ancang akan menerapkan konsep ini, pemerintah Indonesiapun akan mempersiapkan wacana skenario ini pada gelombang kedua penyebaran virus corona, apabila kurvanya terus meningkat, dan saat ini peningkatan pasien terpapar sudah menyentuh angka satu juta jiwa, Konsep ini sangat sederhana tapi sulit dicapai.
Apa itu herd immunity?, dan kenapa konsep ini diyakini bisa menyetop penyebaran Covid-19?
Konsep Herd Immunity didasarkan untuk menciptakan Kekebalan Massal dengan membiarkan virus menyebar mengenai siapa pun hingga terbentuk Kekebalan Kelompok, dengan kata lain membiarkan masyarakat mencari solusi kesehatan sendiri, sehinga hidup mati urusan masing masing. Biasanya 60%-80% akan menjadi kebal terhadap penyakit, ketika kekebalan ini terbentuk penyebaran virus corona bukan lagi ancaman.
Jadi, umpama Indonesia yang berpenduduk 270 juta orang, maka agar terbentuk Herd Immunity butuh 60% x 270 juta = 162 juta jiwa yang harus terinfeksi virus corona. Lalu dari 162 juta jiwa yang terinfeksi harus ada 3% x 162 juta = 4.860.000 orang yang meninggal.
Namun, pemikiran ini bisa bermasalah dan berbahaya. Saat ini saja rumah sakit dan tenaga kesehatan (nakes) sudah kewalahan menghadapi banyaknya pasien positif corona. Bila herd immunity dijalankan makin banyak pasien corona yang tidak bisa ditangani dengan baik oleh rumah sakit.
Selain itu, belum ada bukti yang menyatakan bagaimana imun tubuh bekerja dalam menghadapi virus corona.
Salah seorang ahli Epidemuologi penyakit menular dari WHO Maria Van Kerkhove, mengatakan tidak diketahui apakah orang orang yang telah terpapar virus menjadi benar benar kebal terhadap virus ini dan berapa lama kekebalan tersebut berjalan.
Ketika virus corona yang menyebabkan COVID-19 pertama kali mulai menyebar di Wuhan China, hampir tidak ada yang kebal. Tidak menemui perlawanan, virus menyebar dengan cepat ke seluruh komunitas. Menghentikannya akan membutuhkan persentase signifikan dari orang untuk kebal. Tetapi bagaimana kita bisa sampai ke titik itu.
Apa itu kekebalan komunitas?
Ketika sebagian besar populasi kebal terhadap penyakit menular, ini memberikan perlindungan tidak langsung, atau bagi mereka yang tidak kebal terhadap penyakit. Misalnya, jika 80% populasi kebal terhadap virus, empat dari setiap lima orang yang bertemu seseorang dengan penyakit tersebut tidak akan sakit (dan tidak akan menyebarkan penyakit lebih jauh). Dengan cara ini, penyebaran penyakit menular dapat dikendalikan. Bergantung pada seberapa menular suatu infeksi, biasanya 70% hingga 90% populasi membutuhkan kekebalan untuk mencapai kekebalan kelompok.
Virus lain (seperti flu) bermutasi seiring waktu, sehingga antibodi dari infeksi sebelumnya hanya memberikan perlindungan untuk jangka waktu yang singkat. Untuk flu, ini kurang dari setahun. Jika SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan COVID-19, seperti virus korona lain yang saat ini menginfeksi manusia, kita dapat berharap bahwa orang yang terinfeksi akan kebal selama berbulan bulan hingga bertahun tahun, tetapi mungkin tidak seumur hidup mereka.
Kesimpulannya bahwa konsep ini telah ditolak Agamawan dan Ilmuwan, karena bertentangan dengan ajaran Agama apa pun dan juga melanggar hak asasi manusia (HAM).
Jika suatu negara akan menerapkan herd immunity ini, maka negara tersebut melanggar HAM berat, dan kejahatan kemanusiaan, dan apa akan diterapkan di Indonesia?
Solusinya adalah tetap menetapkan sosial distancing dan fisical distancing, serta hidup sehat. Semoga para ilmuwan didunia segera bisa membuat obat selain vaksin untuk menanggulangi Pandemi covid-19, sehingga kita bisa kembali hidup normal lagi.
(Penulis: Pengamat Kebijakan Publik)