KUPANG, beritalima.com – TVRI Stasiun Kupang menggelar acara ‘Katong Baomong’ dengan tema yang diusung, Antisipasi Ancaman Krisis Pangan, Senin(19/20/2022) petang.
Hadir sebagai pembicara dalam acara yang dipandu John Hayon itu menghadirkan sejumlah pembicara kawakan seperti mantan Rektor Undana Kupang, Pro. Fredrik L. Benu,, Direktur Utama Bank NTT Harry Alexander Riwu Kaho, Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Hortikultura NTT, Lecky Frederich Koli, serta peneliti BPIN Dr Tonny Basuki.
Saat itu, berbagai argumentasi diberi, bagaimana strategi pemerintah dan sektor perbankan mempersiapkan diri serta memproteksi masyarakat dari ancaman krisis pangan dan energi yang diistilahkan sebagai tsunami yang hening atau silent tsunami.
Lecky Koli menegaskan bahwa berkaca pada kondisi dunia hari ini, maka pilihan kita tidak banyak yakni ketika kita tidak menanam maka kita tidak mungkin panen. “Karena itu satu-satunya cara yakni semua kita masing-masing menuju lahan kita, untuk memanfaatkan musim hujan ini. Terutama kelompok-kelompok keluarga miskin, agar mereka pun bisa mampu memiliki akses ketersediaan pangan”, kata Lecky.
Ia menambahkan, pemerintah pusat sudah menyiapkan sabuk pengaman dengan beberapa bantuan sosial, namun tidak berarti semua berpangku tangan, sehingga pihaknya mengajukan produk-produk unggulan seperti padi, jagung, sorgum, dan kelor.
“Benih sudah kita siapkan sedangkan pupuk subsidi memang ada keterbatasan tetapi dengan skema-skema pembiayaan ekosistem pertanian, kita menggunakan pupuk non subsidi. Yang secara ekonomi bisa dijangkau yang langsung dibiayai oleh teman-teman Bank NTT. Off taker-nya sudah kita siapkan,” tambah dia.
Tak hanya itu, Dr. Tony Basuki sebagai peneliti mereka menemukan bahwa jagung adalah track yang benar karena hampir 80 persen petani di NTT menanam jagung. “Cocok dengan apa yang didengungkan Pak Gub. Dalam TJPS ada banyak perubahan inovasi yang kita bisa lihat dari pelaksanaannya. Padi, luas tanamnya adalah 214.000 hektar sedangkan luas bahan bakunya, 155.000 hektar,”tegas Tonny menambahkan apa yang dicanangkan oleh pemerintah provinsi (TJPS) adalah sesuatu yang benar.
Lalu sorgum, presiden menggaungkan komoditas ini. Salah satu lahan harapannya NTT. Sementara Kelor, berpuluh tahun, kelor adaah food security bagi masyarakat NTT sehingga dia menjadi harapan baru namun syaratnya hilirnya harus diperbaiki.
Alex: Peran Besar Bank NTT dalam B’Pung Petani
Dirut Bank NTT, Harry Alexander Riwu Kaho menjelaskan bahwa krisis pangan ini bukan baru pertama kali di dunia dan Indonesia oleh karena itu guna menyikapi krisis pangan tentu kita berangkat dari bagaimana membangun ketahanan pangan di NTT.
“Bahwa memang untuk komoditi tertentu, beras, saat ini Indonesia dalam posisi swasembada namun dalam keseharian dalam keperluan pangan, orang tidak hanya makan beras. Ada komoditi lainnya. Tentu menjadi sesuatu yang dibutuhkan”, jelas Alex.
Krisis terjadi ketika permintaan pasar tinggi, sedangkan ketersediaan sedikit. Sehingga inflasi terjadi. Cabe rata-rata didatangkan dari Jawa, Bali dan NTB ke NTT. Karena itu langkah cepat yang harus dilakukan yakni memastikan ketahanan pangan. Didukung aspek keterjangkauan distribusi pangan.
“Inilah yang menyebabkan inflasi menjadi tinggi. Oleh karena itu Bank NTT sebagai agen of development harus ada di seluruh aspek ini. Bagaimana mendukung pemerintah dalam ketersediaan pangan. Oleh karena itu dalam ekosistem pembiayaan baik dalam komoditi jagung dan sebagainya. Kita mendesain skim dengan me-reenginering dan me-revocusing serta merevitalisasi unit kerja kita sehingga antara skim produk dan unit kerja kita itu ada keselarasan untuk memberikan akses yang mudah, murah dan cepat,”tambah Alex lagi.
Dia optimistis jika berkolaborasi dengan semua sumberdaya yang ada, dengan pola multi helix yakni melibatkan semua seperti akademisi, asuransi, perbankan, lembaga penjaminan, dan sebagainya, bahkan pihak-pihak lainnya yang mempunyai stimulus kebijakan dalam ekosistem akan mampu memberikan daya dorong yang kuat untuk membangun dan mengakselerasi ketahanan pangan berbasis komoditas unggulan di NTT.
Alex pun menjelaskan alasan hadirnya aplikasi B’Pung Petani. Pihaknya mengidentifikasi bahwa krisis terjadi ketika ketiadaan akses sehingga dibuatlah aplikasi B’Pung Petani untuk nantinya tenaga-tenaga PPL Pertanian menginput data setelah diverifikasi by name by address, lahan yang digarap, kemudian varian yang ditanam.
“Dengan data yang valid itu pada akhirnya dapat memacu dan memicu produktivitas yang juga pada manfaat ekonomisnya mendekatkan masyarakat untuk memiliki daya beli yang kuat. Sehingga dengan mengkonsumsi bahan-bahan pangan lokal yang bergizi dan tidak kalah dari bahan-bahan atau kebutuhan pangan dari luar. Dengan aplikasi ini bisa memberikan informasi-informasi kepada pemerintah bagaimana mengendalikan inflasi. Serta kita bisa identifikasi daerah mana yang over produksi dan mana yang defisit,” tambahnya.
Jika tak ada hambatan maka pada Selasa (20/9) hari ini akan dilakukannya evaluasi terhadap aplikasi ini. Alex merinci keuntungan dari aplikasi ini yakni untuk mendekatkan akses pada sumber-sumber pangan dan mulai untuk mengedukasi bagaimana merubah pola konsumsi.
“Konsumsi pada kekuatan tanaman pangan lokal, karena itu aplikasi ini akan memberikan informasi yang sangat penting dan strategis tidak saja dari pemerintah untuk mendesain program ketahanan pangan tetapi dari pemerintah bagaimana menggarap sektor-sektor pendidikan dan kesehatan untuk berkampanye mengenai kekayaan potensi pangan lokal yang ada.”
Sementara itu, Prof. Fred Benu saat itu menegaskan, pihaknya sepakat dengan sikap Pemprov NTT saat ini ini untuk menyiapkan ketahanan pangan. Dengan berkonsentrasi pada empat komoditi unggulan. Dia merinci NTT sangat kaya karena memiliki 57 jenis sumber karbohidrat, 55 jenis aneka sumber lemak dan minyak, 26 jenis aneka kacang-kacangan, 273 jenis buah-buahan, 178 jenis aneka sayuran, 94 jenis rempah bumbu, 32 jenis bahan minuman.
“Ini semua kita belum optimalkan. Karena itu saya setuju dengan pikiran bahwa harus disiapkan dari hulu sampai hilirnya. Karena itu kita harus mendukung program pemerintah yakni diversifikasi pangan. Dan tentu sesuai dengan program Bank NTT,”tegas Fred. Diakui bahwa memang ada banyak negara mengalami krisis pangan dan energi, dan kita belum bisa memprediksi Indonesia. Namun sejatinya apa yang dilaksanakan pemerintah provinsi saat ini benar, untuk ketahanan pangan. (*)