JAKARTA, Beritalima.com– Legislator daerah pemilihan Jakarta Timur, Dr Hj Anis Byarwati mengapresiasi peran Pusat Investasi Pemerintah (PIP) dalam membantu rakyat kecil terutama pelaku usaha ultra Mikro di tanah air.
Hal itu disampaikan politisi senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang juga ekonom tersebut dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XI DPR RI dengan PIP yang membahas tentang Kredit Ultra Mikro (UMi) 2020 dan keberlanjutan program 2021 di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI Gedung Nusantara I Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, pekan ini.
Hanya saja dalam kesempatan itu, Anis menyayangkan penurunan target jumlah penerima manfaat PIP. Dilaporkan PIP, tahun lalu alokasi anggaran PIP Rp 1 triliun dan penerima manfaat bisa mencapai 1,7 juta debitur. Untuk tahun ini, penerima manfaat di targetkan hanya sejumlah 1,8 juta debitur dengan alokasi dana dari APBN Rp 2 triliun.
“Alokasi anggaran bertambah 100 persen. Namun, target penerima bertambah tidak sampai 10 persen,” kata Ketua DPP PKS bidang Ekonomi dan Keuangan dalam keterangan pers yang diterima awak media, Jumat (29/1) petang menyoroti efektifitas dari fasilitas pembiayaan ultra mikro.
Ultra Mikro yang dikelola PIP disalurkan melalui lembaga keuangan bukan bank, yaitu PT Pegadaian Persero, PT Bahana Artha Ventura dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM). Karena menurut Anis, sampai saat ini ia belum mendapatkan rujukan yang jelas mengenai kinerja dan dampak dari program UMi.
“Walau UMi merupakan alternatif yang lebih fleksibel dibandingkan dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang masih mewajibkan jaminan dari debitur, tetapi kinerja lembaga kreditur dan bagaimana dampak yang dirasakan usaha ultra mikro dalam peningkatan kinerja usaha mereka, tetap harus dipantau dan di evaluasi,” kata Anis.
Pada kesempatan itu, Anis juga menyoroti tentang temuan hasil uji dampak pembiayaan UMi oleh PIP yang menunjukkan dari 127 debitur yang berhasil disurvei, terjadi penurunan nilai keekonomian pribadi dan nilai keekonomian usaha.
Penurunan nilai keekonomian pribadi terjadi terhadap indikator kepemilikan kendaraan operasional dan rata-rata nilai tabungan tiga bulan terakhir, sedangkan penurunan nilai ekonomi usaha terjadi pada indikator omset usaha dan jumlah tenaga kerja. Data tersebut menjadi bahan dalam perumusan kebijakan PIP 2021.
Anis mempertanyakan validitas temuan 127 debitur itu sebagai cerminan keseluruhan debitur. Dia menilai lebih tepat jika PIP melakukan kajian mendalam tentang 127 debitur itu, sehingga dapat ditarik kesimpulan bagaimana korelasi keterwakilan mereka dari debitur lainnya.
Hal lain yang menjadi catatan Anis, terkait penerima fasilitas dari PIP. Penerima adalah masyarakat kecil, yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Wabah pandemic virus Corona (Covid-19) pasti berimbas secara langsung terhadap mereka.
Anis menekankan, seharusnya PIP memiliki mekanisme dan langkah agar bisa memberikan fasilitas relaksasi, tetapi juga memastikan usaha mereka tetap berjalan. Dengan tetap memperhatikan fasilitas yang diberikan jangan sampai mengganggu kondisi keuangan PIP. Lembaga ini juga harus memitigasi resiko yang terjadi dengan penyaluran kredit ultra mikro itu.
Pemegang gelar doktor ekonomi syariah Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini mengingatkan mengenai pemberian relaksasi cicilan pokok di masa pandemi untuk 266 ribu debitur atau setara dengan outstanding Rp738 miliar.
Anis mengingatkan kesiapan PIP untuk menghadapi pengaruh relaksasi tersebut terhadap kinerja dan kondisi PIP. Selain itu, Anis juga meminta agar PIP sebagai Badan Layanan Umum (BLU) dibawah Kemenkeu, harus memiliki road map yang jelas sehingga bisa di monitor bagaimana capaian kinerja PIP dan sudah sampai mana perjalanannya saat ini. (akhir)