JAKARTA, Beritalima.com– Senator dari Daerah Pemilihan (Dapil) Provinsi Papua Barat, Filep Wamafma mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang telah melaporkan 80 transaksi mencurigakan terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Dana Otsus.
Karena itu, senator kelahiran Biak, 14 Juni 1978 tersebut berharap laporan PPATK dapat segera ditindaklanjuti dengan penegakan hukum yang tegas oleh para aparat penegak hukum.
“Saya mengapresiasi apa yang telah dilakukan PPATK maupun Menko Polhukam dalam upaya dan langkah-langkah penegakan hukum di bidang tindak pidana korupsi. Kita berharap apa yang disampaikan PPATK perlu tindak lanjuti di lapangan,” ungkap Filep dalam keterangan pers kepada Beritalima.com, Rabu (23/6).
Dikatakan Filep, PPATK dan aparat penegak hukum diharapkan dapat mengusut adanya dugaan penyimpangan dana negara oleh pejabat daerah yang digunakan untuk kepentingan pribadi maupun golongan.
Menurut dia, penyalahgunaan dana negara untuk kepentingan pribadi maupun kelompok sangat bertentangan dan menghambat cita-cita percepatan pembangunan kesejahteraan rakyat di Papua. Sebab itu, dia berharap upaya pengusutan segera memunculkan langkah penegakan hukum dan membawa para pelanggar ke meja hijau.
Yang perlu diperhatikan PPATK, pertama, indikasi pembentukan sejumlah yayasan para birokrat di Pemerintahan Daerah diduga menjadi sarana penyimpanan atau penyaluran anggaran yang peruntukan bukan buat kepentingan percepatan pembangunan kesejahteraan, tapi untuk pribadi, kelompok maupun golongan.
Filep meminta ada upaya investigas intelijen untuk mengusut tuntas dugaan penyalahgunaan anggaran melalui transaksi mencurigakan. Upaya pengusutan dan penindakan hukum secara tegas diharapkan termasuk oleh rakyat yang menginginkan adanya keadilan di tanah kelahiran mereka.
Yang kedua, lanjut Filep, perlu investigasi kejaksaan agung maupun kejaksaan tinggi terkait dengan transaksi yang mencurigakan baik dalam bentuk paket proyek, dana hibah atau operasional di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) masing-masing.
“Ini merupakan cara-cara kerja lama yang dipraktikkan berkali-kali dan jika tidak ada penegakan hukum, tentu menjadi kebiasaan buruk dan itu berimplikasi terhadap kepercayaan rakyat terhadap pemerintah,” jelas dia.
Rakyat Papua, kata Filep, berharap penegakan hukum dilaksanakan seadil-adilnya untuk mendukung terciptanya tatanan birokrasi yang baik, bersih, bekerja sepenuhnya untuk kepentingan rakyat. Dengan demikian, kepercayaan rakyat terhadap kinerja Pemerintah Daerah meningkat dan harapan keadilan serta kesejahteraan terwujud.
Rakyat Papua, kata dia, sudah jenuh melihat kondisi birokrat yang menguasai anggaran buat kepentingan pribadi dan kelompok. Karena itu, untuk mencapai keadilan agar menjawab apa yang diharapkan rakyat, segera telusuri lebih dalam yayasan yang berkorelasi dengan sejumlah pejabat birokrat di provinsi ini. “Efek jera harus dilakukan sehingga publik mempercayai kinerja Pemda,” demikian Filep.
Menurut laporan PPATK, setidaknya 80 hasil analisis transaksi mencurigakan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan Dana Otonomi Khusus (Otsus).
Laporan PPATK menyebutkan, 53 orang dari lingkungan pejabat Pemda, organisasi kemasyarakaran dan rekanan Pemda terlibat transaksi ini. Temuan transaksi yang mencurigakan itu berpotensi merugikan negara hingga triliunan rupiah. (akhir)