Permintaan untuk tidak risau atas kenaikkan harga gula tersebut juga karena posisi stok gula di Jawa Timur sendiri masih cukup hingga musim giling tiba.
“Sebenarnya stok masih mencukupi. Karena itu kami minta masyarakat tidak panik,” tegas Ketua Umum Dewan Pembina Pusat Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPP APTRI), Arum Sabil, di Surabaya, Kamis (26/5/2016) sore.
Dijabarkan, saat ini stok gula di Jawa timur diperkirakan mencapai 25.000 ton. Volume tersebut belum termasuk yang ada di pedagang dan di kios-kios.
Terus, pada pertengahan Juli 2016 nanti beberapa Pabrik Gula (PG) juga sudah ada yang melaksanakan giling.
“Dari koordinasi yang kami lakukan dengan PTPN X, pertengahan Juli nanti sudah ada sekitar 60.000 ton. Sementara total gula yang tersedia di pertengahan Juli nanti, dari PTPN X, XI, RNI dan swasta mencapai 100.000 ton hingga 125.000 ton. Jadi kalau untuk kebutuhan Jatim tidak perlu khawatir,” tandas Arum meyakinkan.
Diungkapkan, harga gula memang lebih tinggi dibanding sebelumnya yang kisaran antara Rp12.500,- hingga Rp13.000,-/kg. Sekarang ini harga yang terbentuk di konsumen mencapai Rp15.000,-/kg.
Menurutnya, harga tersebut sebenarnya tidak mahal jika dilihat dari tingkat konsumsi masyarakat Indonesia per tahun yang mencapai sekitar 12 kg/kapita/tahun.
“Jika dihitung per orang, maka konsumsinya sekitar Rp500,-/hari. Kalau kemudian ada yang mengatakan harga tersebut mahal berarti daya beli masyarakat yang bermasalah dan ini bukan kesalahan petani. Dan ini tanggung jawab pemerintah dan jangan dibebankan kepada petani,” jelas Arum.
Apalagi biaya produksi gula sebenarnya sudah jauh berubah dibanding beberapa tahun yang lalu. Dalam hitungan APTRI, biaya produksi gula petani mencapai Rp9.000,- hingga Rp 10.000,-/kg. Kondisi ini dipicu oleh naiknya biaya sewa lahan, sulitnya mendapatkan kredit pada tahun 2015, dan sulitnya pasokan pupuk yang dibutuhkan.
Dengan alasan tersebut, APTRI minta pada pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat juga tidak panik menghadapi kondisi ini, sehingga jangan sampai mengeluarkan kebijakan yang melegalkan gula rafinasi yang akan berdampak negative terhadap keberlangsungan hidup petani.
“Petani harus dijaga karena petani adalah sumber pangan Indonesia,” tegas Arum Sabil.
Hal ini perlu diwaspadai, karena kapasitas 11 PG rafinasi yang beroperasi mencapai 5 juta ton. Dan ijin impor raw sugar bagi PG rafinasi itu mencapai 3,5 juta per tahun. Padahal kekurangan gula nasional hanya di kisaran 2,5 juta ton. Dengan asumsi, produksi gula nasional mencapai 2,550 juta ton per tahun dengan tingkat konsumsi mencapai 4,7 juta ton per tahun.
“Walaupun data Kementerian Industri dan Perdagangan tingkat konsumsi gula masyarakat mencapai 5,7 juta, tetapi kami memiliki hitungan sendiri. Dan ini mengacu pada metode penghitungan di berbagai negara,” tandas Arum. (Ganefo)