Oleh: Didik Haryanto, SH
PONOROGO, beritalima.com- Sikap Partai Amanat Nasional (PAN) menjadi salah satu partai pertama yang memberikan rekom kepada Sugiri Sancoko dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Ponorogo patut menjadi catatan. Sikap ini nampaknya menjadi bentuk perlawanan dari partai berlambang matahari terbit tersebut setelah beberapa orang kadernya ‘meloncat pagar’ mengikuti jejak sang petahana.
Tanpa perlu menyebutkan nama, migrasi ini memang memukul PAN Ponorogo, yang mengakibatkan perolehan suara partai yang didirikan oleh Amien Rais tersebut terkoreksi cukup tajam. Sehingga untuk menunjukkan taringnya sekaligus mengembalikan marwah partai, tidak ada pilihan lain kecuali melawan para ‘kutu loncat’ tersebut dalam kontestasi Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Ponorogo 9 Desember mendatang.
Namun apakah sikap PAN ini akan diikuti oleh Partai Gerindra yang notabene bernasib sama, penulis tidak yakin, melihat kemesraan Ketua Cabang partai berlogo kepala Garuda tersebut dengan petahana. Begitu juga dengan Partai Demokrat, yang kapan hari Sekretaris DPC bersama beberapa pengurus cabang dan anak cabang serta kadernya melakukan deklarasi mendukung Sugiri Sancoko. Atau Nahdlatul Ulama (NU) sebagai akar rumput yang telah merestui pencalonan Sugiri Sancoko mendaftarkan diri ke Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) didampingi oleh perwakilan Muslimat dan Banser.
Tapi politik itu bersifat dinamis. Kita akan melihat hasilnya dalam beberapa hari ke depan. Bagaimana sikap para masinis partai-partai tersebut melihat gerbong partainya mulai melepaskan diri dari lokomotifnya. Namun yang jelas, pertarungan politik dalam Pemilihan Kepala Daerah tahun ini akan sangat mempengaruhi peta politik di Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Jika salah mengambil sikap, maka akan berakibat fatal.
Mungkin pertimbangan ini juga yang melatarbelakangi sikap Partai Nasdem yang cenderung ‘malu-malu’ dalam memberangkatkan kadernya sendiri. Padahal sang kader telah membuktikan kinerjanya dengan mengantarkan partai besutan Surya Paloh tersebut menjadi pemenang pemilu dengan memborong 10 kursi DPRD. Sebuah prestasi yang jarang bisa disamai oleh orang lain, sehingga layak dapat ‘bintang’.
Namun, arah angin dukungan tampaknya memang sudah berubah. Orang-orang yang hari ini berdiri di belakang Sugiri Sancoko kelihatannya adalah orang yang sama, yang pada pilkada lalu menjadi pendukung petahana. Apapun pertimbangannya, tidak penting. Yang jadi persoalan, seberapa serius dukungan tersebut. Apakah benar-benar mendukung atau hanya sekedar macak (seolah-olah, jawa) mendukung. Butuh waktu untuk membuktikan loyalitas, semuanya akan terbuka saat KPU menghitung surat suara.
Terlalu jauh untuk berandai-andai tentang hal itu. Sekarang yang jadi tanda tanya, keberadaan partai-partai non parlemen yang seakan ‘jauh panggang dari api’ alias sepi-sepi saja. Tidak terlihat gerakan dari partai-partai tersebut dalam mewarnai percaturan pilkada tahun ini. Apakah mereka memang benar-benar termarjinalkan atau sudah berputus asa sehingga tidak tertarik lagi berebut ‘kue’. Padahal keberadaan Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Perindo atau Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tak bisa dipandang sebelah mata. Apalagi jika mereka berkoalisi.
Semoga dalam waktu dekat partai-partai non parlemen di Ponorogo segera mengambil sikap untuk ikut mewarnai kompetisi kali ini. Agar pesta demokrasi semakin semarak dengan banyaknya tamu yang hadir untuk berkolaborasi. Salam demokrasi.