Oleh : Thonthowi Dj
Dalam Buku ”Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia” karya Cindy Adams, Presiden Sukarno menyatakan,”Ini semua bukanlah untuk kejayaanku, semua ini dibangun demi kejayaan bangsa. Supaya bangsaku dihargai oleh seluruh dunia.” Pernyataan ini dilontarkan karena gencarnya kritikan dari berbagai pihak yang menjadi lawan politiknya, terhadap kebijakannya untuk membangun Kompleks Stadion Utama Senayan, yang kini dikenal dengan Kompleks Gelora Bung Karno.
Para pengkritiknya menyebut proyek tersebut hanya ambisi pribadi Presiden Sukarno, di tengah rakyat yang kesulitan ekonomi. Sukarno dinilai menghambur-hamburkan uang rakyat, guna memenuhi ambisinya itu. Sebagai negara yang baru merdeka dan selesai berperang, Indonesia tentu saja perekonomiannya belum pulih. Pembangunan Stadion tersebut menelan biaya 12,5 juta dolar AS, yang didapat dari pinjaman Uni Soviet. Sebenarnya Sukarno mengajukan pinjaman terlebih dulu ke Amerika Serikat, namun ditolak.
Terhadap para pengkritiknya, Sukarno berkata,” “Ya, memberantas kelaparan memang penting, akan tetapi memberi makan jiwa yang telah diinjak-injak dengan sesuatu yang dapat membangkitkan kebanggaan mereka–ini pun penting.” Maka, Sukarno pun bersikeras menyelesaikan proyek. Stadion ini, kala itu pun menadi yang yang termegah dan terbesar di Asia Tenggara, yang mampu menampung puluhan ribu orang. Pendanaan proyek ini cair pada 1959, dan stadion mulai dibuka dan diresmikan pada 1962.
Kompleks stadion ini pun langsung dipakai untuk perhelatan Asian Games ke-4. Sejalan dengan pelaksaan Asian Games, pemerintahan Presiden Sukarno juga melengkapi dengan pembangunan Jembatan Semanggi, dan pendirian Stasiun Televisi Republik Indonesia. Kompleks stadion ini terus menjadi kebanggaan Bangsa Indonesia, hingga saat ini. Bahkan, Indonesia belum pernah lagi membangun kompleks gelora semegah Kompleks Gelora Bung Karno. Kompleks Gelora Bung Karno menjadi saksi banyak perhelatan penting Bangsa Indonesia. Bukan hanya even olah raga. Banyak even non-olahraga, bahkan politik yang berlangsung di stadion kebanggaan Indonesia ini.
Entah kebetulan atau tidak, ada kondisi yang mirip dihadapi Presiden Joko Widodo saat ini, dengan yang dihadapi Presiden Sukarno. Ketika menyelenggarakan Asian Games ke-18, Indonesia tertimpa musibah, dengan adanya gempa yang melanda Nusa Tenggara Barat. Gempa terjadi sebelum dan ketika Asian Games berlangsung. Jokowi dikritik, dengan disebut-sebut menghambur-hamburkan uang yang besar untuk pembukaan Asian Games 2018, di tengah korban gempa yang lebih membutuhkan.
Pembukaan Asian Games di Jakarta, seperti Anda tahu semua memukau dunia. Pujian berdatangan dari luar negeri, antara lain dari Perdana Menteri Korea Selatan Lee Nak-yeon. Saat ini Korea Selatan menjadi salah satu pusat industri kreatif dunia. Atraksi di malam pembukaan Asian Games tidak akan jadi trending topik di Korea, jika tak keren di mata mereka.
Bagaimana dengan Gempa NTB? Tentu saja pemerintah tidak tinggal diam. Pemerintah telah mencairkan mencairkan Rp985,8 miliar melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Kementerian/Lembaga (K/L) terkait. Total pemerintah menganggarkan Rp4 triliun untuk penanganan gempa NTB.
Tahap pertama santunan untuk perbaikan 5.000 rumah yang rusak berat, dengan besaran santunan Rp50 juta per rumah dan telah dicairkan. Tahap kedua santunan perbaikan 5.000 rumah rusak berat, dan kemudian rumah rusak ringan/sedang masih sedang disiapkan pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan dan BNPB.
Pemerintah juga telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 5/2018 tentang Percepatan Rehabilitasi, dan Rekonstruksi Pascabencana Gempa Bumi di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Timur, Kota Mataram dan Wilayah Terdampak di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Lebih dari 10 tahun Indonesia tak meminta bantuan internasional dalam memitigasi maupun menangani bencana alam. Di mata dunia, Indonesia dinilai sudah matang dalam melakukan antisipasi dan penanganan bencana. Setelah gempa dan tsunami dahsyat yang melanda Aceh-Nias pada 2004 dan Yogyakarta pada 2006, Indonesia telah menjadi rujukan dunia dalam penanganan bencana. Sudah beberapa kali Indonesia menjadi tuan rumah dan fasilitator pertemuan tingkat dunia tentang penangangan bencana, antara lain Asian Ministerial Conference on Disaster Risk Reduction. Karena itu pula, pemerintah menjaga reputasinya dengan serius menangani bencana gempa NTB.
Keseriusan ini antara lain tertangkap dari kesaksian warga NTB yang menjadi korban gempa. Seperti sudah banyak beredar, seorangng pembeci Jokowi, bernama Anwar, akhirnya “meleleh” melihat secara langsung bagaimana Kepala Pemerintahan kita terjun langsung ke lokasi bencana. “Tubuh pemimpin itu rela merebahkan tubuhnya di bawa tenda beralaskan karpet di lapangan sepak bola ini dengan kondisi yg sangat memprihatinkan,” tulis Anwar dalam testimoninya yang viral.
Seorang dokter yang ditugaskan pemerintah ke Lombok juga membuat kesaksian sejenis, dengan menggambarkan besarnya perhatian dalam penanganan bencana NTB. “Belum lagi tenda yang terus berdatangan tiap hari…yang jumlahnya sangat banyak…bahkan bantuan logistik yang datang tadi pagi melalui laut telah tiba…sehingga membuat KRI Soeharso (Rumah Sakit Kapal) harus melaut, karena kapal yang membawa bantuan ingin merapat di pelabuhan…Malam sebelumnya, bantuan datang melalui Pesawat Hercules….24 jam!!! Terus bergerak…bantuan dan logistik dari pemerintah terus mengalir…,” kata dokter Andi Muhammad Ardan, yang juga viral.
Jadi bagi pemerintah saat ini, menyukseskan Asian Games 2018 dan menangani bencana gempa NTB sama pentingnya. Yang mengurus Asian Games dan yang mengurus penanganan bencana gempa NTB pun sama-sama pahlawan bagi bangsa ini. (*)