JAKARTA, Beritalima.com– Pemerintahan pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus memaksimal kapasitas produksi pabrik tabung gas maupun pabrik oksigen dalam negeri sebelum memutuskan impor gas oksigen dari luar negeri.
Pemerintahan Jokowi, jelas Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bidang Industri dan Pembangunan, Dr H Mulyanto, memaksimalkan kapasitas produksi pabrik gas oksigen yang menganggur.
“Upaya ini bakal lebih efektif serta bermanfaat untuk pergerakan ekonomi nasional,” ungkap anggota Komisi VII DPR RI tersebut kepada awak media di Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (7/7) terkait dengan rencana Pemerintah melakukan impor gas oksigen dari Singapura dan Taiwan.
Wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten tersebut mengatakan, Jokowi bersama para pembantunya perlu mengurai masalah ini secara seksama, selanjutnya mengambil tindakan dan kebijakan yang tepat.
“Pemerintah jangan pula ikut panik dan langsung mengimpor gas oksigen.
Dari harus impor lebih baik Pemerintah mengoptimalkan kapasitas pabrik gas oksigen yang selama ini menganggur (idle capacity) menuju produksi 100 persen,” kata Mulyanto.
Kalkulasinya, harus matang. Sebab, lanjut Mulyanto, selama ini kinerja perdagangan gas oksigen kita semakin membaik, impor terus menurun menuju kemandirian.
Dijelaskan, data Badan Pusat Statistik (BPS) BPS menunjukan, impor gas menurun tajam sejak 2017-2020. Dari impor 3.9 juta ton di 2017 melorot menjadi hanya 1.3 juta ton di 2020.
Dibandingkan dengan produksi gas oksigen dalam negeri yang 640 juta ton per tahun, impor gas oksigen kita hanya 0.2 persen. Artinya, 99.8 persen kebutuhan gas oksigen Indonesia dipenuhi dari pengadaan domestik.
“Itu pun masih dengan kapasitas produksi 74 persen. Masih ada kapasitas yang menganggur sebesar 26 persen atau sekitar 225 juta ton per tahun.
Ini prestasi yang membanggakan. Bahkan beberapa waktu lalu kita berhasil membantu gas oksigen ini ke India,” lanjut Mulyanto.
Dalam paparan Kemenkes saat Rapat Kerja di DPR menyebutkan dari sisi alokasi, sekarang sektor industri dialokasikan sebesar 70 persen. Sedang sektor kesehatan dialokasikan hanya 30 persen.
Sementara kebutuhan untuk medis 800 ton per hari (atau 292 juta ton per tahun) dan diperkirakan meningkat menjadi 2.000 ton per hari (730 juta ton per tahun).
“Jadi, kalau kita geser kuota sektor industri ke sektor kesehatan, apalagi kalau kapasitas pabrik oksigen yang menganggur ini dioptimalkan, masih ada sisa 137 juta ton/tahun. Artinya produksi gas oksigen dalam negeri relatif cukup.”
Jadi, apa yang dilakukan Pemerintahan Jokowi untuk menggeser alokasi gas oksigen industri untuk kesehatan sampai 100 persen di masa-masa panik seperti sekarang ini sudah tepat.
“Yang perlu segera dilakukan adalah kebijakan untuk mengoptimalkan kapasitas pabrik gas oksigen yang menganggur menuju 100 persen. Ini hal yang strategis perlu dilakukan. Agar kita tidak mengandalkan impor lagi,” imbuh Mulyanto.
Selain itu Mulyanto juga meminta Pemerintahan Jokowi memperhatikan aspek pengawasan, terutama pada jaringan distribusi, termasuk juga transportasinya.
Untuk itu, Pemerintah melalui aparat pengawasannya, perlu memastikan, tidak ada penimbunan tabung gas oksigen yang menyebabkan kelangkaan atau ada pihak yang mengambil kesempatan dalam kesempitan.
“Selain itu, Pemerintah perlu mensosialisasikan kondisi yang ada kepada masyarakat agar tidak terjadi panic buying. Jangan sampai masyarakat yang tidak membutuhkan, banyak menyimpan gas oksigen ini di rumah-rumah,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)