JAKARTA, Beritalima.com– Dalam penyelesaian konflik internal Palestina, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Muhammad Anis Matta mendorong perlunya Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden Turki Recep Tayyib Erdogan melakukan fungsi mediasi untuk mengajak faksi Fatah dan Hamas berdamai.
Jakarta bisa dijadikan episentrum pertemuan, sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam menyelesaikan konflik Palestina-Israel. “Jokowi dan Erdogan bisa mengambil inisiatif pertemuan,” kata Anis dalam diskusi Moya Institute bertajuk ‘Konflik Timur Tengah: Indonesia di Tengah Pusaran Konflik Palestina-Israel’ yang digelar daring, Jumat (4/6) petang.
Kalau Pak Jokowi mengundang Erdogan datang ke Jakarta, ungkap Wakil Ketua DPR RI 2009-2014 itu, Jakarta menjadi episentrum perbincangan tentang perdamaian di seluruh dunia ini. “Ini entry pointnya yang kita dapat,” kata Anis.
Menurut politisi senior ini, sebagai dua negara Islam terbesar, Indonesia dan Turki pasti didengar semua kekuatan yang ada di Palestina. Indonesia harusnya bisa menjadi juru damai kekuatan di Palestina, khususnya antara Hamas dan Fatah. “Kita undang Fatah, Hamas dan kelompok lain. Saya kira para pejuang Palestina setuju dengan ajakan itu,” beber dia.
Pria kelahiran Welado, Bone, Sulawesi Selatan, 7 Desember 1968 itu menegaskan, isu Palestina titik masuk paling bagus untuk meningkatkan posisi diplomatik dan posisi kemanusiaan Indonesia “Disini Indonesia ada pada dua posisi. Pertama, posisi diplomatik dan posisi kemanusiaan. Tidak ada isu yang paling bisa menyatukan dunia Islam seperti isu Palestina.”
Pada posisi diplomatik khususnya forum-forum internasional seperti PBB, Indonesia harus menggugat tentang solusi dua negara (two-state solution), dan kemungkinan mendorong pembubaran negara zionis Israel meski tidak populer.
Artinya, penyelesaian konflik harus berdasarkan prinsip-prinsip yang sudah ditentukan. Sebab, solusi dua negara merupakan sikap awal pemerintah Indonesia sejak era Soekarno dalam upaya penyelesaian konflik Palestina dengan Israel.
“Pada dasarnya, kita setuju dengan solusi dua negara. Itu sikap Indonesia secara umum. Tapi, kalau kita membuat prediksi tentang masa depan negara ini, Indonesia pada dasarnya bisa ikut mempelopori perbincangan tentang hal itu,” ujar dia.
Sedangkan mengenai posisi kemanusiaan, Pemerintah Indonesia harusnya memberi bantuan kemanusiaan kepada Palestina. Sebab isu Palestina sekarang, bukan lagi sekedar agama, tapi sudah berkembang lebih luas, menjadi isu kemanusiaan
“Saya ingat waktu saya masih jadi pimpinan DPR bidang anggaran, kita memberikan bantuan resmi dari APBN untuk Palestina. Bantuan lebih besar juga dari masyarakat dan pemerintah memfasilitasi mereka dengan cara memudahkan penggalangan dana dan juga mengantarkan mereka untuk menyalurkan dana tersebut,” kata Anis.
Diplomat Senior Imron Coton yang hadir sebagai nara sumber mendukung penuh ide Anis agar Indonesia aktif meningkatkan peran menyelesaikan konflik Palestina-Israel.
“Saya senang Pak Anis mengatakan Indonesia itu harus aktif. Saya setuju Indonesia setidaknya menjadi penengah Hamas dengan Fatah, sehingga ketika berhadapan dengan Israel, Hamas-Fatah bersatu,” kata Imron.
Hal itu, kata Imron, bagian dari peran Indonesia dalam menjaga ketertiban dunia dan menghapuskan seluruh penjajahan dari muka bumi karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan, seperti yang dilakukan Israel terhadap bangsa Palestina.
“Itu tugas konstitusi kita sebagai bagian dari masyarakat internasional. Memberikan dukungan ke Palestina juga bagian solidaritas kemanusiaan. Indonesia juga penerima bantuan ketika tsunami dari Australia dan AS. Sebagai dubes, saya orang pertama yang memasukkan kontingan militer Australia untuk membantu tsunami Aceh,” ungkap dia.
Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia, Komaruddin Hidayat mengatakan, ide mempertemukan Fatah-Hamas di Jakarta merupakan tawaran yang realistis, karena diantara mereka selama ini saling curiga, sehingga tidak bisa bersatu dalam melakukan perlawanan terhadap Israel.
“Orang Israel yang sehat dan waras juga sudah lelah. Dengan perang ini, 70 persen APBN Israel untuk senjata dan mereka siang malam nggak bisa nyenyak. Yang paling ditakuti Israel senjata demografis dari Palestina, dimana setiap anak lahir itu, ibarat peluru kendali yang siap menyerang dan ditakuti,” kata Komaruddin.
Ketua Bidang Kerjasama Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia (MUI), Yuli Mumpuni Widarso menambahkan, MUI sudah menggelar rapat dengan Walikota Hebron secara daring untuk ikut menyelesaikan soal Palestina.
“Kami ngobrol-ngobrol dua hari lalu, muncul ide untuk mempertemukan ulama Fatah dan Hamas. MUI berinisiatif menfaslitasi mempertemukan ulama-ulama Fatah dan Hamas. Mudah-mudahan dengan dukungan semua pihak, kita bisa melaksanakan ini,” kata mantan Dubes Indonesia untuk Spanyol ini. (akhir)