Surabaya, beritalima.com | Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi menggelar mediasi terkait adanya permasalahan akses lift, tunggakan Pajak Bumi Bangunan (PBB), hingga service charge di apartemen Bale Hinggil, Senin, (16/12/2024). Dalam mediasi kali ini, Wali Kota Eri Cahyadi turut didampingi oleh Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya, M. Eri Irawan, serta Anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya, Herlina Harsono Njoto.
Disamping itu, dalam pertemuan ini juga dihadiri oleh perwakilan penghuni apartemen dan pengelola apartemen Bale Hinggil. Dalam pertemuan ini, Wali Kota Eri ingin, permasalahan antara penghuni apartemen dan pengelola bisa diselesaikan secara musyawarah.
“Hari ini saya bertemu dengan penghuni apartemen juga pengelola apartemen. Ada dua hal (yang dibahas) di sini, yang pertama berhubungan dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, dan yang kedua fungsi pemkot sebagai mediator. Karena kita tidak bisa masuk ke dalam hal yang sudah masuk dalam perjanjian PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli),” kata Wali Kota Eri.
Wali Kota Eri ingin, ketika terjadi perselisihan baik itu permasalahan hukum, Perhimpunan Penghuni Dan Pemilik Satuan Rumah Susun (PPPSRS), dan sebagainya, maka fasilitas umum (fasum) kebutuhan dasar di hunian vertikal itu harus berfungsi seperti biasanya. Selain itu, ia juga ingin, segera adanya pembentukan PPPSRS sementara, karena dalam waktu dekat masa berlaku PPPSRS sebelumnya akan berakhir pada 31 Desember 2024.
Pembentukan PPPSRS sementara itu bisa diperpanjang ketika ada perjanjian antara pihak pengelola dan penghuni apartemen. Menurut dia, pembentukan PPPSRS tersebut bukan kewenangan pemkot, seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 13 Tahun 2021 dan Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 19 Tahun 2023, peran pemerintah hanya sebagai mediator.
“Kedua permasalahan ini bukan kewenangan dari pemkot, karena pemkot hanya sebagai mediator ketika ada permasalahan antara penghuni dengan pengelola. Salah satunya adalah ketika adanya perbedaan terkait dengan harga service charge dan lain sebagainya,” jelasnya.
Wali Kota Eri menambahkan, setelah dilakukan mediasi hari ini, selanjutnya pengelola bersama para penghuni apartemen akan menggelar pertemuan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut. Pertemuan tersebut akan dilakukan pada 23 Desember 2024, di Graha YKP.
“Sebagai mediator, kami akan mengundang sekaligus jaksa pengacara negara, karena sudah ada peraturan yang berjalan di tahun 2021 yang sudah keluar. Teman-teman ini juga ingin memastikan, bahwa ini (unit apartemen) akan segera berakhir dan mendapatkan AJB (Akta Jual Beli), atau haknya,” tambahnya.
Maka dari itu, ia berharap kepada pengelola dan penghuni apartemen Bale Hinggil untuk duduk bersama menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut. “Surabaya ini dibangun dengan guyub rukun, tidak ada yang paling hebat, maka ayo diselesaikan,” harapnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Surabaya, Febrina Kusumawati, terkait masalah ini pemkot hadir untuk menyelesaikan terkait permasalahan tunggakan PBB apartemen Bale Hinggil. Maka dari itu, ia ingin, meminta pengelola apartemen Bale Hinggil untuk berkomitmen melakukan pembayaran PBB.
“Pemkot bisa hadir kok, ayo komitmennya seperti apa, ayo bisa nyicilnya berapa. Mulai 2019 sampai dengan 2024 itu sekitar Rp 8 miliar, total itu serta denda-dendanya,” kata Febrina.
Kepala Bapenda Surabaya yang lekat dengan sapaan Febri itu mengatakan, pembayaran denda itu bisa dilakukan dengan cara mengangsur. “Tergantung kemampuan, makannya hari ini mau diskusi sama teman-teman ini (pengelola) untuk melakukan ricek kembali,” ujarnya.
Di samping itu, Ketua Bale Hinggil Community, Kristianto mengatakan, pembahasan antara Wali Kota Eri dengan pengelola apartemen Bale Hinggil kali ini dibagi menjadi dua. Yakni permasalahan antara penghuni dengan pengelola dan antara Pemkot Surabaya dengan pengelola.
Kristianto menerangkan, dalam pertemuan kali ini, perwakilan penghuni telah didampingi oleh Wali Kota Eri terkait pembatasan fasum. “Itu sudah diatur di perwali dan ditegaskan oleh Cak Eri, tidak boleh ada pembatasan kebutuhan dasar di sebuah apartemen, meskipun ada permasalahan apapun. Nah, kebutuhan dasar ini termasuk yang lagi ramai ini, liftnya dimatikan, nah itu sudah tidak boleh ada lagi,” ujar Kristianto.
Sementara itu, terkait PBB, ia mengatakan, penghuni apartemen sempat ditagih pembayaran PBB pada tahun 2020. Pada saat itu, warga sudah melakukan pembayaran PBB sesuai dengan peraturan. Namun, setelah dilakukan pembayaran, saat dicek ke Bapenda Surabaya tidak ada status pembayaran.
“Banyak dari warga yang membayar, bahkan dengan denda-dendanya. Tapi setelah kita cek, ternyata di Bapenda tidak ada pembayaran, tidak dibayarkan, uangnya ke mana? Akan tetapi, menurut informasi dari humasnya sudah dibayarkan,” katanya.
Selain itu, ada juga permasalahan kenaikan service charge sampai 80 persen pada tahun 2021. Menurutnya, kenaikan harga service charge itu dilakukan secara sepihak oleh pengelola apartemen Bale Hinggil.
Di sisi lain, Legal dari PT Tlatah Gema Anugrah (TGA) selaku Developer, Herry Sudibyo mengatakan, bahwa kebutuhan dasar seperti lift akan diaktifkan kembali. Sementara itu, Herry mengaku, pihak pengelola juga telah mengangsur PBB Rp 50 juta per bulan kepada pemkot.
“Kita sudah mengangsur, Rp 50 juta per bulan sejak tahun 2020 kita sampaikan (ke warga),” pungkasnya. (*)