Atur Judol hingga Sound Horeg, Komisi A DPRD Provinsi Jatim Inisiasi Revisi Perda Trantibum

  • Whatsapp

SURABAYA, Beritalima.com – Komisi A DPRD Provinsi Jawa Timur menginisiasi revisi terhadap Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ketenteraman, Ketertiban Umum, dan Pelindungan Masyarakat (Trantibum). Revisi tersebut akan menjadi yang kedua.

Sebelumnya, regulasi ini telah diubah dengan Perda Nomor 2 tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 1 tahun 2019. Kini, Komisi A DPRD Jatim memandang perlunya revisi lagi.

“Berbagai perkembangan menunjukkan adanya kebutuhan untuk melakukan perubahan kedua atas peraturan daerah tersebut,” jelas Sumardi.

Sejumlah aturan bakal dimasukkan, mulai dari judi online (Judol), pinjaman online (Pinjol) ilegal, hingga ketentuan terkait sound horeg. Sumardi menyampaikan sejumlah alasan perlunya beberapa hal tersebut dimasukkan dalam Perda Trantibum.

Politisi partai Golkar ini menyebutkan bahwa praktik Judol dan Pinjol ilegal telah menjadi ancaman nyata bagi kesejahteraan dan ketenangan masyarakat. Data menunjukkan bahwa praktik perjudian dengan memanfaatkan media digital telah menjangkau kelompok masyarakat rentan.

“Terutama kelompok ekonomi menengah bawah dan generasi muda,” tandasnya.

Sumardi menambahkan, keterlibatan masyarakat dalam perjudian sering kali menimbulkan masalah ekonomi. Hal tersebut kemudian mendorong mereka mencari akses pembiayaan cepat melalui Pinjol ilegal.

“Lingkaran situasi ini menempatkan individu maupun keluarga dalam posisi rentan dan melahirkan problem secara sosial berupa tindak kriminal, tekanan psikologis, konflik keluarga, bahkan tindakan bunuh diri,” sesalnya.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa perubahan Perda ini berangkat dari kondisi empiris adanya gangguan ketertiban dan ketentraman umum yang bersumber dari perkembangan teknologi digital, serta pola konsumsi dan interaksi sosial baru yang belum sepenuhnya terakomodasi dalam regulasi sebelumnya.

“Masyarakat membutuhkan perlindungan dari dampak sosial ekonomi, perjudian dan pinjaman ilegal berbasis teknologi informasi; ketergantungan, kenyamanan, akibat penggunaan pengeras suara berlebihan; serta resiko kesehatan akibat peredaran pangan tercemar dan bahan non-pangan,” paparnya.

Ia menyebut, Raperda tentang Perubahan Kedua Atas Perda Nomor 1 tahun 2019 ini meliputi penambahan ruang lingkup gangguan ketentraman dan ketertiban umum termasuk ruang digital dan pangan.

Regulasi ini juga mengatur penetapan batas larangan penggunaan pengeras suara dalam lingkup tertib lingkungan, baik pengeras suara statis maupun non statis dengan batas intensitas yang diukur secara objektif.

Selanjutnya, pengaturan pencegahan perjudian dan pinjaman ilegal berbasis teknologi informasi melalui edukasi publik, patroli digital, monitoring, relawan digital dan rehabilitasi sosial bagi korban. Lalu, pelaksanaan rehabilitasi dan pemberdayaan masyarakat rentan terutama dalam aspek aspek literasi keuangan dan kesehatan mental.

Ada juga pengaturan larangan produksi dan peredaran pangan tercemar, serta pangan yang berasal dari bahan non pangan disertai sanksi administratif dan pidana. Terakhir yakni penguatan peran serta masyarakat yang bersifat partisipatif bukan represif dalam menjaga ketertiban umum.

“Rancangan perda ini diharapkan dapat segera dibahas dan ditetapkan sesuai mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” pungkasnya.(Yul)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait