Awalnya Lantang, Endingnya Erick Satsrodikoro Loyo Dicecar Pertanyaan di Sidang Kyokushinkai

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Erick Sastrodikoro diperiksa Jaksa sebagai saksi korban dalam sidang kasus dugaan memasukan keterangan palsu kedalam akta otentik di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu (7/6) kemarin.

Ada pemandangan menarik dalam persidangan tersebut, sebab keterangan yang diberikan Erick banyak berbeda dari dakwaan atau BAP dari Jaksa.

Memulai persidangan, Jaksa Darwis langsung mencecar saksi Erick terkait duduk perkara yang dia laporkan mengenai keterangan palsu dalam akte otentik. “Tentang peristiwa apa yang diterangkan dalam akta tersebut,” tanya Jaksa.

Dalam kesaksiannya, Erick menjawab tentang pengunduran diri terdakwa dari Perkumpulan Pembinaan Mental Karate (PMK). Erick juga menjelaskan tentang pendiri perkumpulan yakni Bambang Irwanto, Tjandra Sridjaja dan Liliana Herawati yang disahkan pada akta nomor 13 tanggal 16 januari tahun 2015.

Jaksa menanyakan posisi saksi pada Perkumpulan Pembinaan Mental Karateka itu. Dijawab oleh saksi “Saya sebagai Sekjen, ketua umumnya Tjandra Sridjaja” jawab saksi.

Setelah terbentuknya kepengurusan, saksi menerangkan bahwa selain untuk menampung dana CSR, juga mengelola dana arisan yang keanggotaannya terbuka untuk umum.

Dalam kesaksiannya, Erick sempat salah menyebut Akta Perubahan Pengurus, dia menyebut Akta Nomor 18 Juni 2020, lalu mengulangi kembali.

“Maaf, Akta tanggal 18 Juni tahun 2020 nomor 17 mengenai perubahan pengurus. Lalu ada perubahan lagi, pada Akta 28 Januari 2022 Nomor 45 tentang Perubahan Pengurus Yang Baru” beber saksi Erick.

Jaksa masih kembali mencecar Erick dengan pertanyaan “Apa yang saudara laporkan di penyidik memberikan keterangan palsu kedalam akta otentik, bisa saudara ceritakan sehingga saudara melaporkan peristiwa pidana, bermula dari mana, keterangan palsu yang mana, padahal terdakwa adalah bagian dari pendiri” tanya Jaksa.

Menjawab pertanyaan ini, Erick yang tadinya lantang berbicara mengenai penguduran diri terdakwa, terllihat gemetar dan tidak bisa menjelaskan tentang pelaporannya. Saksi Erick terdiam, tidak dapat menjelaskan kronologinya.

Jaksa Darwis pun mengulang sebanyak dua kali pertanyaan tentang peristiwa pidana yang dilaporkan saksi, dengan menegaskan “Saksi apakah paham dengan maksud pertanyaan saya, saksi apakah paham” Hakim sampai mengambil alih pertanyaan dari Jaksa menanyakan kepada saksi, “Saksi, paham apa tidak” Kata Hakim Ojo Sumarna, namun Erick masih belum juga mampu menjelaskan.

Setelah diminta menjelaskan kronologis oleh Majelis Hakim, Erick menjelaskan kronologis bahwa sekitar bulan o
Oktober 2019, dirinya ditegur oleh ketua umum Tjandra Sridjaja, lantaran ada yayasan yang berdiri dengan nama yang sama dengan perkumpulan, hal ini didapat dari informasi berita negara tanggal 25 Februari 2019. Pada waktu bersamaan, terdakwa masih sebagai pengurus perkumpulan.

Kemudian pada 7 Nopember 2019, diadakan rapat antara perkumpulan dengan perguruan. Yang menginisiasi rapat adalah Ketum Tjandra Sridjaja, diundang ke kantor Tjandra Sridjaja.

Saat Erick memberikan penjelasan, diyakini oleh Penasehat Hukum Terdakwa bahwa ada yang tidak benar. Kemudian Junior B Gregorius menginstrupsi kepada majelelis hakim.

“Mohon majelis hakim mengingatkan saksi. Sudah ada dua pernyataan yang mengingkari sumpahnya, supaya tidak menyatakan atau mengungkapkan hal-hal yang tidak benar” ungkap Greg, Jaksa lalu mencecar Erick, tentang apa yang dibahas dalam rapat pada 7 November 2019 yang diinisiasi oleh Tjandra Sridjaja.

Erick lalu melanjutkan bahwa ada 3 poin yang dibahas saat itu, pertama ketua umum menyatakan mengundurkan diri dari Dewan Pimpinan Pusat (DDP), Kaicho Liliana mengundurkan diri dan nama perkumpulan di leburkan, kalau yayasan bubar bisa ke perkumpulan dan sebaliknya.

“Hasil pertemuan, itu di votting, pada putaran pertama dua banding lima. Yang dua untuk nama liliana mengundurkan diri, yang lima tetap. putara kedua, tiga votting menyatakan liliana tetap berada di perkumpulan, sedangkan yang empat liliana mengundurkan diri dari perkumpulan”. imbuh Erick dalam kesaksiannya.

Tindak lanjut dari rapat 7 november 2019. Berlanjut dengan dibuatkan akta pada 18 juni 2020, yang mana akta itu menerangkan terdakwa sudah keluar dari perkumpulan. Sebelum dibuatkan akta, adanya rapat, saksi sebagai Sekjen perkumpulan tidak mengundang terdakwa sebagaimana AD/ART. Bahkan saksi sebagai Sekjen perkumpulan, juga tidak tahu menahu tentang isi AD/ART.

Erick juga ikut dicecar pertanyaan oleh Penasehat hukum terdakwa mengenai kehadirannya pada tanggal 18 juni 2020, lantaran di waktu bersamaan diterbitkan dua akta berbeda di notaris Setiawati Sabarudin yakni Akta Nomor 16 dan Akta Nomor 17.

Anehnya, saksi justru menjawab berbelit-belit, dengan mengatakan hadir, lalu ditanyakan pada Akta 16, saksi mengatakan tidak hadir. Padahal akta itu diterbitkan pada tanggal yang sama yakni 18 juni 2020, hanya berselisih waktu 10 menit saja. Erick tampak gelagapan, cenderung mempermalukan dirinya sendiri, dan terindikasi berbohong. Ini kemudian membuat hadirin sidang nyeletuk Erick terlalu berbelit.

Setelah menjawab berbelit, Erick kembali di cecar Jaksa terkait apa yang menjadi masalah setelah adanya Akta Nomor 17 tanggal 18 juni 2020 itu.

“Tidak terjadi masalah apa-apa,” pungkas Erick.

Lebih lanjut, Jaksa kembali menanyakan Erick soal Akta Nomor 45 tanggal 28 Januari tahun 2022 tentang pengunduran diri ketua umum dan susunan pengurus baru. Lalu ditanyakan Jaksa mengenai akta yang dibuat oleh terdakwa.

“Ada, Akta Nomor 8 tanggal 6 Juni tahun 2022, yang menyatakan bahwa tidak pernah mengundurkan diri dari perkumpulan,” ucap Erick.

Sebelum akta itu disahkan, Liliana pada acara perguruan sekitar akhir 2021 menanyakan kepada Erick tentang bagaimana pengelolaan dana CSR dan dana arisan, kira-kira berapa nominalnya.

“Saya juga tanpa ada perasaan apa-apa perkumpulan sudah mengelola dana sekitar Rp7.9 miliar yang berada di rekening terpisah” ujar Erick pada kesaksiannya.

Jaksa kembali memberikan pertanyaan kepada Erick tentang akibat yang dialami setelah akta 6 juni 2022 ini.

“Ya, dilaporkan ke Bareskrim tanggal 17 juni 2022 dipanggil kesana yaitu saya , Kenedy, Tjandra Sridjaja dan Alex Tanaya. Saat ditanyakan soal hasil penyelidikan Bareskrim, Erick menjawab sampai hari ini sebatas klarifikasi.

Erick kemudian dicecar oleh penasehat hukum terdakwa soal laporannya, apakah sebagai perkumpulan atau mewakili pribadi. Namun dijawab mewakili perkumpulan.

Faktanya, pribadi dirinya dimasukkan dalam dakwaan yaitu pribadi dan bisnis menjadi kacau karena dipermalukan, dan kerugian sebesar Rp 263.9 juta bolak-balik Surabaya- Jakarta. Namun terungkap fakta, bahwa saksi hanya dua kali diperiksa di Bareskrim.

Meski melaporkan terdakwa dengan tuduhan memasukkan keterangan palsu pada akta otentik sebagaimana Akta Nomor 8 tanggal 6 juni 2022, Erick rupanya tidak mengetahui pasti tentang apa yang menjadi dasar pelaporannya. Sewaktu dicecar tentang laporannya. Erick hanya terdiam, dan bahkan tidak pernah tahu dan melihat isi akta, namun hanya tahu sepintas diperlihatkan saat di Bareskrim.

Sementara itu, penasehat hukum terdakwa Liliana membantah sejumlah pernyataan saksi diantaranya mengenai pertemuan 7 november 2019, kemudian mengenai pengunduran diri terdakwa pada Perkumpulan Pembinaan Mental Karate (PMK) Kyokushinkai.

“Fakta pertama bahwasannya memang rapat 7 November 2019, itu rapat perguruan bukan merupakan rapat perkumpulan dan dibantah oleh pihak terdakwa yang hadir adalah orang orang perguruan. Pembentukan yayasan yang didirikan oleh terdakwa” ungkap tim penasehat terdakwa Junior B.Gregorios SH.

Kedua, mengenai pengunduran diri terdakwa liliana. Ini, tidak ada secara tertulis mengenai pengunduruan diri terdakwa. Dia hanya menyampaikan lewat telepon. Saksi tidak dapat menunjukkan bukti pernyataan tertulis mengenai pengunduran diri terdakwa. Kata Junior.

“Kemudian, fakta ketiga mengenai rekening. Rekening itu dinyatakan ada di BCA. Namun ternyata di rekening BCA hanya sebesar Rp 20 juta Diakui oleh saksi, bahwa dana itu ada di beberapa rekening yang jumlah Rp 7.9 Milyar,” lanjut Greg.

Terkait bukti ada 32 bukti penerbangan ada 32 bukti penerbangan, namun hanya ada 2 nama yang atas nama Erick Satrodikoro, Sedangkan 30 bukti penerbangan lainnya atas nama
Tjandra Sridjaja.

“Itu urusan apa. Kami cek di Mabes Polri lebih dari 1 kali mereka datang, jadi yang 30 kali datang itu mau apa!,” pungkas Doktor Gregorius. (Han)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait