JAKARTA, Beritalima.com– Senator dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang baru saja dilantik menjadi Ketua Komite I DPD RI menggantikan Dr Agustin Teras Narang, Fachrul Razi kembali menegaskan, menolak Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak, 9 Desember 2020.
Penolakan itu diutarakan Fachrul dalam dialog Empat Pilar MPR dengan tema ‘Pilkada Serentak: Hidupkan Semangat Kebangsaan di Masa Pandemi’ yang digelar
di Press Room Gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (24/8).
Selain Fachrul juga tampil sebagai pembicara anggota Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera (Fraksi PKS), Yanuar Prihatin (Fraksi PKB), pengamat komunikasi politik dari Universitas Mercu Buana dan Direktur Eksekutif Analisis Politik Indonesia, Maksimus Ramses Lalongkoe.
Fachrul menyatakan, Komite I sebagai bagian dari masyarakat Daerah dengan tegas menolak Pilkada Serentak dilaksanakan Desember 2020 dan menunda pelaksanaannya ke tahun depan.
“Komite I DPD RI menolak Pilkada 2020, dan mendukung jika dilaksanakan 2021. Kami juga meminta KPK untuk mengawasi dana daerah yang dipaksakan digunakan untuk Pilkada serta dana bantuan Covid-19 yang berbau politik pilkada,” tegas Fachrul.
Dikatakan, ada beberapa alasan penolakan ini: pertama, bahwa Pandemi Covid 19 cenderung meningkat dari bulan ke bulan. Berdasarkan data resmi Pemerintah (www.data.covid19.co.id), Peta Epidemilogi (zonasi covid19 di Indonesia) per 17 Agustus menunjukkan peningkatan daerah yang berisiko tinggi terhadap penularan yaitu Aceh, Sumatera Utara, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Maluku.
Periode 1-21 Agustus 2020, penambahan kasus Positif Covid19 perhari 1.956 kasus dan meningkat 271 kasus dibanding Juli dengan penambahan rata-rata 1.685 kasus.
Kedua, Daerah kewalahan dalam menangani Covid-19, anggaran pilkada sangat memberatkan dan sangat besar, Rp9,9 triliun Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dan penambahan anggaran Pilkada dengan protocol Covid-19 yaitu Rp 4.768 triliun.
Ketiga, Kesehatan masyarakat lebih utama. Banyak penyelenggara yang sudah terpapar Covid-19 dan akan ada 105 juga lebih Pemilih yang akan terdampak.
“Jadi tidak ada pengaruhnya demokrasi dan penundaan Pilkada karena yang utama adalah kesehatan masyarakat, anggaran yang ada jangan hanya digunakan untuk Pilkada, masyarakat masih butuh untuk ekonomi dan penghidupan” tegas Fachrul.
Menurut dia, Pilkada Serentak Desember 2020 memberikan kesempatan besar bagi petahana untuk terpilih kembali dengan kendali dan anggaran yang masih dapat dimanfaatkan oleh petanaha, apalagi data terakhir menunjukkan ada 21 Daerah yang akan melawan kontak kosong dan ada kemungkinan terus bertambah.
Pilkada Serentak Desember 2020 juga cederung melanggengkan Dinasti politik, belum ada jaminan dari Pemerintah bahwa angka penularan covid 19 di Daerah menjadi berkurang, jangan sampai Pilkada Desember 2020 ini lebih menguntungkan 270 orang yang maju dalam kontestasi Pilkada dibandingkan dengan nilai manfaat bagi 105 juta lebih Pemilih.
Kelima, UU No.2/2020 sebenarnya memberikan ruang bagi Pemerintah dan penyelenggara untuk menunda Pilkada ke 2021, akan tetapi ruang ini tidak dimanfaatkan dan dipertimbangkan dengan baik.
Komite I mendesak Pemerintah untuk menjamin pelaksanaan Pilkada Desember 2020 zero korban sebagai bentuk tanggungjawab dan komitmen keberlangsungan demokrasi di daerah dan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengawasi anggaran Pilkada serta anggaran penanganan Covid-19 agar tepat sasaran serta tepat manfaat ekonomi bagi masyarakat yang membutuhkan. (akhir)