JAKARTA | beritalima.com – Babak baru dalam upaya pengendalian perubahan iklim global dengan melakukan transisi dari Clean Development Mechanism (CDM) ke dalam mekanisme perdagangan karbon internasional yang lebih modern. Perdagangan karbon internasional itu diatur dalam Article 6.4 Perjanjian Paris.
Langkah ini membuka peluang besar bagi Indonesia untuk memperkuat peranannya dalam pengurangan emisi karbon sekaligus memperkokohkan posisinya sebagai negara berkembang yang aktif dalam pasar karbon global yang lebih kredibel dan efektif.
“Transisi CDM ini merupakan langkah krusial yang menandai era baru perdagangan karbon di Indonesia. Momentum ini tidak hanya menghasilkan kredit karbon yang berintegritas tinggi, tetapi juga memperkuat upaya pengurangan emisi serta mendorong keterlibatan lebih luas dari berbagai sektor,” ujar Deputi Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon (PPITKNEK), Ary Soedijanto.
Dalam rangka pengurangan emisi, Indonesia menjalankan dua peran sekaligus. Di satu sisi, Indonesia mendorong perdagangan karbon yang dihasilkan dari pengurangan emisi melalui mekanisme perdagangan karbon internasional. Di sisi lain, Indonesia juga diwajibkan untuk memenuhi target komitmen penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang telah dituangkan dalam Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) atau rencana aksi iklim nasional yang telah ditetapkan pemerintah dibawah kerangka Perjanjian Paris.
“Dari 14 proyek CDM yang menghasilkan sekitar 4,8 juta ton CO2 ekuivalen, belum diperdagangkan karena masih harus diproses terlebih dahulu sesuai dengan skema yang baru,” kata Ary.
Lebih lanjut, Ary menambahkan, “14 proyek ini sudah masuk eligible list sudah disetujui oleh kami sebagai host party, dan akan dilanjutkan prosesnya agar dapat melakukan perdagangan karbon sebagai bagian dari upaya pengurangan emisi.” Proyek-proyek ini diharapkan akan menjadi komponen penting dalam mendukung pengurangan emisi secara global, dengan Indonesia berperan sebagai penyedia kredit karbon yang memiliki integritas tinggi.
Sebagai gambaran, CDM yang sebelumnya diatur oleh Protokol Kyoto memungkinkan negara maju untuk memenuhi sebagian kewajiban pengurangan emisinya dengan mendanai proyek-proyek pengurangan emisi di negara berkembang. Sebagai imbalannya, negara berkembang, termasuk Indonesia, menerima kredit karbon yang dikenal sebagai Certified Emission Reductions (CERs). Namun, dengan berlakunya Perjanjian Paris, mekanisme ini kini perlu beradaptasi dengan kerangka baru, yakni Article 6.4, yang lebih mendukung perdagangan karbon secara global.
Transisi ini juga didorong oleh kebutuhan untuk memiliki sistem pasar karbon yang lebih efektif, adil, dan transparan. Hal ini penting guna mendukung pencapaian target pengurangan emisi global. Dalam kerangka Article 6.4, terdapat kesempatan untuk melakukan transfer hasil penurunan emisi antara negara-negara pihak Perjanjian Paris, dengan melibatkan berbagai stakeholder, termasuk sektor swasta.
Sebanyak 14 project proponents CDM telah diundang untuk memastikan keberlanjutan proses transisi ini. Proyek-proyek yang dilakukan setelah tahun 2021 dan terdaftar dalam Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) akan menjadi bagian dari transisi ini, yang diharapkan dapat berjalan dengan lebih efisien, terstandarisasi, dan terkelola dengan baik. Proses ini bertujuan untuk menjaga kesinambungan proyek pengurangan emisi, menjaga kepercayaan pelaku pasar, serta mendorong partisipasi aktif negara berkembang dalam pasar karbon internasional.
Untuk mendukung transisi ini, Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) terus memperkuat infrastruktur dan memenuhi seluruh persyaratan untuk menghasilkan karbon kredit dengan integritas tinggi. KLH/BPLH, sebagai Designated National Authority (DNA), juga berperan dalam menerbitkan Letter of Approval setiap permintaan transisi dari project proponent. Oleh karena itu, KLH/BPLH mengimbau para project proponents dibawah mekanisme Protokol Kyoto yang ingin melakukan transisi untuk segera mengajukan permohonan mereka. Kementerian juga membuka saluran untuk mendukung nilai ekonomi karbon di Indonesia, yang sangat penting dalam pencapaian target pengurangan emisi global.
Langkah ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk tidak hanya mendukung mekanisme perdagangan karbon internasional, tetapi juga untuk memastikan bahwa setiap kredit karbon yang dihasilkan memenuhi standar tinggi yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, Indonesia dapat semakin aktif dalam perdagangan karbon global, sekaligus mendukung upaya dunia dalam mengatasi perubahan iklim.
Jurnalis : Dedy Mulyadi






