Babak Baru Kasus PDAU Trenggalek, JPU Tuntut Mantan Bupati 8,5 Tahun dan Pimpinan Media 10 Tahun Penjara

  • Whatsapp

TRENGGALEK, beritalima.com

Kasus korupsi penyertaan modal mesin percetakan pada Perusahaan Daerah Aneka Usaha (PDAU) untuk PT Bangkit Grafika Sejahtera (BGS) yang didirikan pada 2008 memasuki babak baru.

Pada sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (17/2/2020) lalu, terdakwa Tatang Istiawan Witjaksono mantan bos media Surabaya Sore, dituntut pidana penjara 10 tahun serta membayar uang pengganti Rp 7 miliar 139 juta dan denda Rp 750 juta subsider 3 bulan kurungan.

Sedangkan untuk terdakwa Suharto yang juga mantan Bupati Trenggalek dituntut 8,6 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan.
Hal tersebut sebagaimana disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Trenggalek, Lulus Mustofa melalui Jaksa Penuntut Umum (JPU), Dodi Novalita kepada beritalima.com.saat dikonfirmasi, Rabu (19/3/2020).

“Dengan berdasarkan pada bukti fakta yang ada, para terdakwa ini telah melakukan tindak pidana korupsi sehingga JPU menuntut mereka (Tatang Istiawan Witjaksono dan Suharto) sesuai peran masing-masing,” sebutnya.

Keduanya, lanjut Dodi, merupakan terdakwa kasus korupsi pengadaan mesin percetakan yang bersumber dari dana APBD Pemerintah Kabupaten Trenggalek tahun 2007.

“Dengan ini kami menuntut agar majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut untuk menjatuhkan pidana,” imbuhnya.
Masih menurut JPU yang juga Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasipidsus) Kejari Trenggalek ini, Suharto memang dituntut lebih ringan, yakni pidana penjara 8 tahun 6 bulan dikurangi masa tahanan dan denda sebesar Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan tanpa adanya pidana uang pengganti.

“Jaksa tidak menjatuhkan pidana uang pengganti, dikarenakan S (Suharto_red) tidak terbukti menikmati hasil dari korupsi,” sambung Dodi.

Perbuatan terdakwa Suharto, lanjut Dody, dinyatakan bertentangan dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.

Sedangkan untuk terdakwa Tatang, Dody menambahkan, jika dia (Tatang) didakwa karena terbukti melanggar dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.

“Dengan tuntutan pidana penjara selama 10 tahun dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp 7 milyar 139 juta,” tegasnya.

Kendati demikian, ada ketentuan, jika terdakwa tidak membayar uang pengganti selama satu bulan setelah memperoleh keputusan hukum tetap, maka harta benda dari terpidana dapat disita oleh negara guna menutupi uang pengganti.

“Apabila nanti terdakwa T (Tatang_red) tidak mempunyai harta benda untuk membayar uang pengganti, akan diganti pidana penjara selama 8 tahun,” pungkas Dody .

Sidang akan dilanjutkan pada Senin pekan depan dengan agenda pledoi atau pembelaan dari terdakwa. Dan untuk perkara ini, pihak Kejari Trenggalek masih terus melakukan pengembangan.

Sebagaimana pernah diberitakan sebelumnya, kasus ini berawal saat terdakwa Suharto menjabat Bupati Trenggalek yang melakukan kerjasama dengan terdakwa Tatang untuk mendirikan perusahaan percetakan di bawah naungan PDAU dengan nama PT BGS.
Dalam kerjasama tersebut disepakati pembelian mesin percetakan merek ‘Heindelberg Speed Master’ 102 V tahun 1994 seharga Rp 7,3 miliar yang bersumber dari dana penyertaan modal PDAU sebesar Rp 10,8 miliar. Namun dalam kenyataannya, mesin percetakan tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi karena dalam keadaan rekondisi alias rusak.
Selain itu, terdakwa Tatang selaku direktur PT BGS juga tidak pernah menyetorkan modal awal seperti kesepakatan awal senilai Rp 7,1 miliar. (her)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait