Jakarta, beritalima.com| – Badan Urusan Legislasi Daerah DPD RI mengundang berbagai pihak dalam Rapat Dengar Pendapat Umum terkait pengelolaan dan daur ulang sampah di Indonesia yang perlu didukung regulasi pusat/daerah agar tercipta lingkungan bersih sekaligus mendorong aktivitas ekonomi masyarakat.
Dalam pertemuan di Jakarta (5/5), Wakil Ketua BULD DPD RI Agita Nurfianti menyampaikan, “permasalahan pengelolaan sampah juga semakin kompleks seiring dengan pertumbuhan penduduk, peningkatan aktivitas perekonomian, dan urbanisasi yang pesat. Dalam konteks ini, keberadaan regulasi daerah seperti Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) dan Peraturan Daerah (Perda) terkait pengelolaan sampah menjadi instrumen hukum yang sangat penting untuk mengatur kebijakan, perencanaan, serta pelaksanaan pengelolaan sampah di tingkat lokal.“
Salah satu narasumber dalam rapat, Guntur Sitorus selaku Ketua Umum Indonesia Solid Waste Association (InSWA). Menurutnya, pengelolaan sampah yang diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2008 seharusnya dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Definisi ini mencakup uraian rinci mengenai kegiatan pengurangan dan penanganan sampah, termasuk di Tempat Pembuangan Sampah (TPS) yang sering terkesan penuh, padahal permasalahannya terletak pada kurangnya pemadatan dan perapihan sampah.
“Kerendahan dari kesadaran masyarakat tentang sampah masih kerap terjadi. Mereka berpikiran membuang sampah yang penting jangan disekitar saya, jadi kalo sudah diluar area saya itu bukan urusan saya lagi, akhirnya mereka membuang sampah dipinggir jalan bahkan ke sungai yang bisa menyebabkan banjir,” kritik Guntur.
Sementara Achmad Husein, mantan Bupati Banyumas periode 2013–2018 menjelaskan, selama tiga tahun terakhir kabupatennya tak memiliki Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Meski begitu, pengelolaan sampah tetap dapat dilakukan secara efektif sehingga sampah tidak lagi berakhir di pembuangan akhir.
Ia menceritakan pengelolaan yang dilakukan yaitu dengan mengolah sampah menjadi minyak prolysis pengganti minyak tanah. Biaya produksi pengolahan tersebut sebesar Rp3000/liter dan dijual dengan harga Rp17.000/liter. Husein menambahkan bahwa aturan tentang pengelolaan sampah harus praktis, fleksibel dan sederhana dalam pengaturan sampah, serta ada keberpihakan pada pengelola sampah, agar tidak dipermainkan oleh pihak tertentu.
“Terakhir karbon pengganti batu bara yang biasa digunakan pada industri PLN, pabrik tekstil, kertas, dan pada pabrik semen. Bahkan kami dulu sempat berhasil mengelola sampah plastik menjadi paving blok namun karena regulasi yang menghambat jadi tidak bisa dipasarkan, padahal kalau bisa dipasarkan akan meningkatkan perekonomian dan pengelolaan sampah yang lebih masif lagi,“ terang Husein yang populer dengan nama Bapak Sampah Nasional.
Sedangkan Akhmad Zainal Abidin, pakar polymer dari Institut Teknologi Bandung menyebut, sampah bisa tuntas dengan pengelolaan menjadi produk yang bermanfaat tanpa harus berakhir di TPA. Kami di ITB sudah membuat beberapa inovasi pada sampah membusuk dengan metode Depolimerisasi Ippo Masaro dimana sampah mudah membusuk diolah untuk menghasilkan Pupuk Organik Cair Istimewa dan konsentrat organik cair istimewa, dimana 1 kilo sampah bisa menjadi 12 liter POCI. Dan satu lagi metode komposting masaro, yakni pengolahan sampah membusuk menjadi kompos dalam waktu singkat (1 jam – 10 hari) tanpa menimbulkan bau,” ungkapnya.
Jurnalis: Rendy/Abri







