JAKARTA, Beritalima.com– DPD RI melakukan rapat pembahasan tingkat pertama Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) secara tripartit bersama dengan DPR RI dan Pemerintah di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta akhir pekan ini.
Dalam pembahasan RUU Ciptaker itu, DPD RI berkomitmen tinggi dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU Ciptaker di daerah dengan kesepakatan dalam Panitia Kerja (Panja) dengan diakomodirnya pengaturan terkait post legislative scrutiny sesuai perubahan UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
DPD RI berharap dengan disahkannya RUU Ciptaker di masa depan, dapat memberikan fleksibilitas bagi Pemerintah Pusat dalam mengambil kebijakan untuk mengikuti dinamika masyarakat dan golbal yang semakin cepat, termasuk dalam menciptakan iklim investasi yang bersahabat, efektif dan efisien.
“Tentunya tanpa mendegradasi kewenangan daerah dan menjamin tercapainya daya saing berkelanjutan di daerah, optimalisasi sumber daya daerah, dan menghasilkan output yang berkelanjutan bagi pembangunan daerah,” ucap Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI, Badikenita Putri Br Sitepu.
Dalam rapat yang juga dihadiri Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas, Wakil Ketua Komite IV DPD RI Novita Anakotta dan sejumlah menteri yang mewakili Pemerintah, Badikenita mengatakan, jika DPD RI mengapresiasi forum tripartit ini yang selama pembahasan RUU tidak meninggalkan berbagai masukan DPD RI terkait kewenangan daerah, sehingga tetap diakomodir dalam RUU Ciptaker.
Penerimaan itu mengukuhkan prinsip konstitusi yang menyatakan, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan yang susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam UU.
Semuanya dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan pilihan politik desentralisasi, sehingga penataan urusan di daerah tidak sepenuhnya dilaksanakan pemerintah pusat.
“DPD menyakini perubahan regulasi kemudahan berusaha dalam RUU Ciptaker mensinergikan dan mengintegrasikan pembangunan daerah dalam bingkai satu kesatuan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,” jelas dia.
Rapat tripartit ini, lanjut Badikenita, merupakan bentuk pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam semua materi pembahasan RUU mulai dari Panja sampai dengan Timus dan Timsin. Keseluruhan putusan MK menjadi salah satu pedoman pembahasan, perdebatan, permusyawaratan, dan perubahan norma-normanya.
Bukan hanya sekedar amar putusan MK, bahkan dasar pertimbangan putusan MK termasuk rujukan utama, sehingga norma-norma yang tersusun dalam RUU Cipta Kerja tidak lagi melanggar putusan MK yang telah ada.
“Bukti otentiknya adalah keikutsertaan DPD dalam semua tahapan pembahasan tingkat pertama, mulai dari Panja, Timus-Timsin, dan Pendapat Mini DPD secara bersama-sama dalam forum tripartit (DPR, DPD, dan Pemerintah) yang sekaligus tonggak sejarah baru pembahasan sebuah RUU,” demikian Badikenita Putri Br Sitepu. (akhir)