SURABAYA – beritalima.com, Bagus Hariyadi, mantan karyawan Jasa Pelayanan Publik (JPP) SISCO dihadirkan sebagai saksi dalam kasus pencatatan palsu pengajuan kredit PT Pilar Kuat Teken (PKT) di Bank Danamon Tbk cabang Mayjen Sungkono. Kamis (4/6/2020).
Kesaksian Bagus Hariyadi memperkuat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darwis terhadap terdakwa Rendi Delaprima Bastari.
Bagus dalam kesaksiannya di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, menceritakan seluruh rangkaian peristiwa terbitnya buku Laporan Penilaian Jaminan (LPJ) nomor R-PC/SISCO-SBY/SBY/SW/130418.01 tanggal 13 April 2018 untuk SHM 1679 di Jalan Siwalankerto dan LPJ R-PPC/SISCO/SBY/SW/130418 tanggal 13 April 2018 untuk SHM 936 jalan Ketintang.
Kepada Majelis Hakim, Bagus mengakui dirinya pernah disuruh oleh terdakwa Rendi Delaprima Bastari dan debiturnya yang bernama Hadi Suwanto untuk menaikan nilai penilaian jaminan atau taksasi pada dua aset di Jalan Siwalankerto dan Jalan Ketintang tersebut menjadi 19 miliar.
“Nilai sebenarnya berbeda jauh. Untuk aset yang di Ketintang nilai taksasi sebenarnya hanya Rp 1,5 juta permeter, sedangkan yang di Siwalankerto nilainya antara Rp 6-7 miliar saja. Tapi dalam buku apraisal, kedua aset tersebut minta dinilai jadi Rp 19 miliar. Tanggal dan nomernya juga saya undurkan,” ungkap saksi Bagus dalam persidanga secara online diruang sidang Cakra.
Menurut Bagus, untuk permintaan menaikan nilai penilaian jaminan tersebut dirinya sempat melakukan survey dilangan terlebih dulu.
“Setelah melakukan survey, saya melaporkan ke Rendi dan Hadi Suwanto kalau nilai taksasinya kurang. Tujuan menaikan nilai tersebut untuk pencairan kredit di bank Danamon,” sambungnya.
Bukan itu saja, dalam sidang Bagus juga mengaku siap bertanggungjawab atas seluruh keterangannya. Bahkan ketika Majelis Hakim memberitahukan konsekwensi hukum yang harus diterimanya atas kesaksiannya tersebut, karena antara dirinya (saksi) dengan terdakwa sama-sama melakukan perbuatan melawan hukum.
“Siap pak Hakim,” tegas Bagus mejawab pertanyaan ketua majelis hakim, Yohanes Hehamony.
Ketika ditanya Jaksa Penuntut Umum Kejari Surabaya, Darwis apakah praktek untuk mengelabui Bank dengan cara menaikan nilai penilaian jaminan, tidak kali ini saja dilakukan oleh terdakwa Rendi Delaprima Bastari. Saksi Bagus Hariyadi pun menjawab ada.
“Selain ini masih ada lagi yakni untuk BNI tapi tidak tuntas lantas dialihkan ke Danamon, saya lupa siapa namanya pemohonnya, saya hanya ingat nama istrinya saja yaitu Kusharini,” jawab saksi Bagus menjawab pertanyaan dari Jaksa Kejari Surabaya, Darwis.
Dalam sidang saksi Bagus juga membenarkan bahwa dirinya pernah menerima fee sebanyak 7 juta dari terdakwa Rendi Delaprima,
“Uang itu disetorkan ke rekening istri saya. Seharusnya saya terima pembayaran dari Pak Hadi Siswanto bukan dari Pak Rendi,” pungkas saksi Bagus Hariyadi.
Dalam dakwaan JPU dinyatakan, kasus ini berawal dari pengajuan kredit Rp 4 miliar serta fasilitas kredit berjangka Rp 3 miliar dari Hadi Suwanto, direktur PT Pilar Kuat Teken (PKT) pada medio Juni 2017 hingga 2018.
Pengajuan kredit yang dicover dengan jaminan SHM No158, No 159 dan No 160, Desa Kraton Pasuruan oleh terdakwa Rendi Delaprima Bastari telah diproses bahkan dilakukan pencairan tanpa Laporan Penilaian Jaminan (LPJ).
Selanjutnya, pada medio 2018, PT PKT mengajukan penambahan plafon pinjaman menjadi 15 milyar berdasarkan perjanjian perubahan dan perpanjangan yang dibuatkan akta hutang di notaris Devi Crisnawati dengan persyaratan setiap penambahan fasilitas kredit baru harus dituangkan dalam Laporan Penilaian Jaminan (LPJ) yang di keluarkan oleh Kantor Jasa Pelayanan Publik (KJPP) SISCO.
Namun oleh terdakwa hal tersebut tidak dilakukan secara resmi, melainkan meminta pada karyawan KJPP, Bagus Hariyadi agar dibuatkan penilaian jaminan yang diagunkan agar sesuai harga pasar, dengan maksud agar penambahan plafon pinjaman kredit PT PKT, lolos.
Atas perbuatan tersebut, Kejari Surabaya menjerat terdakwa Rendi Delaprima Bastari dengan Pasal 49 ayat (1) huruf a dan Pasal 49 ayat (2) huruf b UU Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan. (Han)