SURABAYA, Beritalima.com|
Anggota Pansus DPRD provinsi Jatim Lilik Hendarwati mengungkapkan,
DPRD Jatim membentuk Pansus Raperda tentang pengembangan Pondok Pesantren di Jatim. Hal itu sejalan dengan UU No.18 tahun 2019 yang mengatur tentang pendidikan keagamaan dan kepesantrenan.
Apa isinya dan bagaimana respons pesantren terhadap Raperda ini? Yuk, simak Ranah Publik, hadir sebagai narasumber Lilik Hendarwati, Anggota DPRD provinsi Jatim dan KH Fahmi Amrullah Hadzik Pimpinan Ponpes Tebu Ireng Putri. Demikian yang disampaikan oleh pembawa acara salah satu radio swasta di Jawa Timur.
“27 rajab kita peringati Isra Mi’raj, ya tentu kita masih dalam semangat untuk Isra’ Mi’raj, semangat untuk memperbaiki diri dan juga termasuk semangat untuk memperbaiki aturan-aturan yang lebih berpihak kepada para pesantren,” terang politisi PKS ini.
“Terkait dengan adanya Perda tahun 2019 kemudian tidak difasilitasi, ini akan mengatur pesantren, kemudian pelaksanaan sistem penjaminan mutu dan struktur dari organisasi pesantren, faktor kerjasamanya, kemudian ada partisipasi masyarakat dan dunia usaha,” sambung Anggota komisi C ini.
Anggota fraksi Keadilan Bintang Nurani ini menambahkan, juga ada beberapa larangan pengawasan, informasi pesantren, pembiayaan dan memiliki tugas yang luar biasa sebagai ruang lingkup pendidikan. Kemudian juga ruang lingkup dakwah dan pemberdayaan.
“Maka mudah-mudahan dengan ini akan menjadikan pesantren-pesantren kita di Jawa Timur ini tidak hanya melakukan pembenahan dalam akhlak, tapi juga dalam pendidikan dan juga tentunya terkait dengan pemberdayaan dari pesantren yang bersangkutan. Memang peraturan gubernur belum ada, atau Peraturan daerah yang membahas tentang Raperda Pengembangan Ponpes belum ada,” lanjutnya.
Sementara itu Gus Fahmi menjelaskan, peraturan daerah ini seperti apa pengembangan pesantren, jadi perhatian terhadap Ponpes dilakukan pemerintah karena kedekatan dengan para kyai nya saja.Tetapi untuk pemberian bantuan dan kepedulian pemerintah terhadap pesantren ini berupa pemberdayaannya itu, selama ini pemerintah hanya memberikan perhatian dan bantuan kepada Ponpes yang sudah Mandiri dan tidak tergantung dari bantuan pihak luar walaupun tentu ada bantuan bantuan pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah.
“Ada pesantren yang sangat minim, ribuan jumlahnya. Saya sering dihubungi oleh beberapa teman yang mungkin punya pesantren mau bikin kamar mandi saja susah, karena memang ada Ponpes yang menggratiskan biaya para santrinya, karena mereka dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Jadi orang tuanya pun hanya sekedar menitipkan anaknya ke kyai supaya anak-anak ini mendapat bekal pendidikan agama yang baik dari para kyai. Mereka mungkin tidak mampu harus membayar SPP dan sebagainya,” tutur Gus Fahmi.
“Maka melalui Perda pengembangan pesantren ini yang kita harapkan nanti ketika menjadi peraturan daerah, bisa memberikan kontribusi berupa bantuan dan perhatian kepada pesantren-pesantren yang tadi itu, selain pemberdayaan dari sisi pesantren yang diperlukan, atau mungkin juga yang diharapkan dari Raperda itu adalah perbaikan-perbaikan dan penyempurnaan dari UU nomor 80 tahun 2019, agar nantinya Ponpes di Jawa Timur yang jumlahnya ribuan bisa saling bersinergi satu sama lain untuk saling memberikan kontribusi terhadap pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,” pungkasnya.(yul)