Baleg DPR RI Targetkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Tahun Ini Jadi UU

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mentargetkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) sudah disahkan Paripurna menjadi Undang-Undang (UU) akhir tahun ini.

Hal itu dikatakan anggota Baleg DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Neng Eem Marhama dalam forum diskusi legislasi dengan tema ‘Membedah Draf Terkini RUU PKS’ di Press Room Parlemen Gedung Nusantara III Kompleek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (7/9).

Selain Neng Eem, wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Jawa Barat itu juga tampil sebagai pembicara anggota Baleg dari Fraksi Partai Golkar, Christina Aryani serta Wakil Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, Mariana Amiruddin. Forum Legislasi ini digelar secara tatap muka dan virtual.

Menurut Neng Eem, masih ada perbedaan paradigma dari masing-masing fraksi yang ada di DPR RI. Namun, keberadaan RUU ini sangat penting. “Yang jelas ini adalah sangat penting, urgen itu sudah pasti, saya ingin masa sidang sekarang ini tuntas,” kata dia.

Dikatakan anggota Komisi V DPR RI ini, memang dinamika pembahasan RUU PKS ini masih berlanjut. Sehingga tidak akan mudah untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu, para aktivis dan pemangku kepentingan harus tetap mengawal. “Saya yakin, harus segera diselesaikan dan kemudian dijadikan undang-undang.”

Kekerasan seksual, ungkap dia, memang hal ini berdasarkan fakta-fakta yang ada. UU yang ada saat ini, tidak cukup kuat untuk membela para korban dari kekerasan seksual itu. Karena memang banyak faktor.

Kalau bicara tentang kekerasan seksual, lanjut dia, kita berangkat dari fakta yang ada, memang banyak faktor yang mengakibat korban mendapatkan pelecehan seksual. Korban tidak kenal pelaku, tetapi ternyata terjadi juga.

Sedangkan politisi Partai Golkar, Christina Aryani berharap RUU ini cepat menjadi UU. “Posisi kami adalah salah satu pendukung, agar RUU PKS ini bisa disahkan sesecepat mungkin selesai. Karena memang sudah menjadi satu kebutuhan hukum.”

Kasus pelecehan seksual, lanjut dia, sudah banyak terjadi dan bisa terjadi di mana saja sehingga urgensi dari RUU PKS ini menjadi Undang-Undang ini jelas sangat dibutuhkan di NKRI. “Kami sangat senang RUU PKS ini akhirnya masuk Prolegnas 2021, karena perjuangan untuk memasukan dalam Prolegnas itu perlu upaya tersendiri, tutur Christina.”

Sedangkan Mariana Amiruddin mendorong agar RUU PKS ini menjadi UU khusus alias lex spesialis. “Ya, memang kalau untuk pemetaan bahwa ini supaya tidak tumpang tindih.”

Hal yang sangat tidak mungkin, kata dia, untuk melakukan draf RUU ini dari awal atau nol. Namun, untuk draf berikutnya sebaiknya bisa lebih khusus, sehngga tidak terjadi tumpang tindih.

Nanti mungkin dari Komnas perempuan menyampaikan banyak kasus-kass yang semakin tahun semain berkurang, justru semakin meningkat, dan itu komnas perempuan baru mengetahui karena ada yang melaporkan dan kami yakin banyak sekali yang tidak mau melaporkan karena faktor malu dan sebaginya. “Bisa juga faktor trauma, itu banyak dan ini lebih banyak dari yang terlaporkan,” demikian Mariana Amiruddin. (akhir)

 

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait