(Papua). Ketua MPR RI Bambang Soesatyo kembali menyerukan pernyataan kontroversial tentang penindakan teroris OPM Papua. Bamsoet sapaan akrabnya menolak penyelesaian masalah Papua dengan diskusi.
Bamsoet menyerukan tindakan tegas, meski seperti sebelum – sebelumnya, tanpa merinci tindakan tegas apa yang dimaksud.
“Ketika saya membuat pernyataan untuk mendorong negara segera bersikap tegas terhadap teroris OPM di Papua, rangkaian aksi tidak berperikemanusiaan mereka telah menelan jumlah korban tewas sedikitnya 110 jiwa, meliputi warga sipil serta prajurit TNI-Polri,” Bamsoet, dalam keterangan pers, Sabtu (8/5/2021).
“Teroris OPM membunuh Kabinda Papua, membakar sekolah dan merusak properti warga. Apakah diskusi bisa dengan sendirinya menghentikan kebrutalan teroris OPM membunuh dan meneror warga sipil Papua? Lalu, harus berapa lama lagi negara membiarkan mereka leluasa melakukan pembunuhan dan menebar teror di Papua?,” tambah Bamsoet.
Soal desakan mengupayakan pendekatan damai, Bamsoet pesimis. Ia mengajak segala pihak membuka catatan tentang berbagai upaya dan pendekatan damai yang dilakukan pemerintah Indonesia di Papua selama ini.
Upaya damai yang dilakukan pada zaman Habibie tahun 1998-1999, misalnya. Kala itu, melalui Panglima TNI Jenderal Wiranto, Indonesia telah meminta maaf dan mencabut status Daerah Operasi Militer (DOM) di Papua. Habibie juga menyatakan masalah Papua diselesaikan lewat jalur diplomasi.
Pendekatan damai itu dilanjutkan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada 1999. Bahkan Gus Dur mengganti nama Irian Jaya menjadi Papua serta memperbolehkan pengibaran bendera Bintang Kejora.
Pendekatan damai dengan teroris OPM juga digagas pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2004-2014. Melalui staf khususnya, SBY menegaskan tak ada pendekatan lebih cocok di Papua selain pendekatan damai. Ketika beberapa anggota TNI tewas dalam baku tembak dengan kelompok bersenjata.
SBY tetap mengedepankan jalur diplomasi. Bahkan, pada 9 November 2011, SBY menunjuk Farid Husain sebagai juru runding pemerintah dengan tokoh-tokoh masyarakat Papua, termasuk dengan Tentara Pembebasan Nasional (TPN) Papua.
Di zaman Jokowi, kata Bamsoet, Jokowi banyak menahan diri menghadapi teroris OPM. Bamsoet mengklaim Jokowi melanjutkan pendekatan damai itu dengan upaya meningkatkan kesejahteraan warga Papua.
Bamsoet merinci, sejak menjabat Presiden, Jokowi setidaknya sudah sebelas kali mengunjungi Papua dan Papua Barat. Dia juga menyebut Jokowi memprioritaskan pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM) sebagai kerangka besar solusi konflik di Papua.
Jokowi menerapkan kebijakan BBM satu harga hingga membangun serat optik Palapa Ring. Namun, kata Bamsoet, negara tak boleh berdiam diri ketika pendekatan damai direspons dengan kekerasan.
Bamsoet menambahkan, penerapan sikap tegas negara terhadap teroris OPM di Papua mestinya dipahami sebagai inisiatif negara menghentikan pembunuhan dan teror berkelanjutan terhadap warga sipil setempat. Komentar dan ratapan para elite serta para pemerhati di Jakarta selama ini terbukti tidak bisa menghentikan konflik di Papua. (**)