JAKARTA, Beritalima.com– Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet) membongkar kesibukan bisnis dan aktivitas keseharian Fahri Hamzah, pasca ‘pensiun’ dari Parlemen. Pertama kali masuk sebagai anggota MPR RI 1998 atas permintaan Presiden BJ Habibie, berbagai jabatan publik pernah diemban Fahri Hamzah 20 tahun berada di Parlemen.
Jabatan itu antara lain anggota Komisi III DPR RI, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, hingga puncaknya menjadi Wakil Ketua DPR RI.
Siapa yang tak mengenal Fahri. politisi kawakan yang penuh ‘kontroversi’ dengan pemikiran ‘out of the box’ ini salah satu ‘Singa Parlemen’.
“Aumannya menggetarkan banyak pihak. Dimana ada keriuhan politik, disitu ada Fahri. Kini, setelah tak lagi mengemban jabatan publik, ia mengaku lebih santai, lebih ringan dan bisa menjadi lebih apa adanya,” ujar Bamsoet usai ngobrol dengan Fahri Hamzah, di studio Podcast NGOMPOL di Jakarta, pekan ini.
Wawancara lengkap dengan Fahri dapat disaksikan di Kanal YouTube Bamsoet Channel.Bamsoet mengungkapkan, menurut Fahri, saat ini ada tiga penyakit umum yang masih menghinggapi perpolitikan Indonesia. Pertama, kurang pandai berencana, sehingga tiba masa hilang akal.
Kedua, dalam pelaksanaan terhadap apapun, terkadang lebih sibuk ingin dianggap sukses, sehingga tidak peduli soal proses. Ketiga, citra bisa mengalahkan kinerja.
Ketiga penyakit tersebut, menurut Fahri, berakar dari feodalisme. “Karena itulah, bangsa Indonesia masih memerlukan sosok Fahri untuk mengaum. Untuk memberikan berbagai pemikiran yang ‘liar’, yang tak hanya enak di dengar, melainkan pemikiran tajam yang berguna bagi kebaikan bangsa dan negara. Termasuk untuk mengikis feodalisme dari kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,” ungkap Bamsoet.
Politisi Partai Golkar ini mengatakan, dalam managemen pemerintahan, Fahri menekankan tiga problem utama yang perlu diperbaiki. Pertama, masalah dapur (internal). Kedua, operator. Dan ketiga, penasehat. Ketiga masalah tersebut semakin terlihat dalam cara Pemerintah menangani wabah pandemi virus Corona (Covid-19).
“Fahri menilai, secara kolektif kabinet perlu melakukan switch mindset menjadi kabinet krisis, kabinet perang. Artinya, harus ada kekompakan dan totalitas dari setiap anggota kabinet dalam menghadapi Pandemi Covid-19. Tak ada yang berjalan sendiri-sendiri,” tandas Bamsoet.
Wakil rakyat dari Dapil VII Provinsi Jawa Tengah ini menuturkan, Fahri juga mendorong pemerintah menggerakkan rakyat untuk menghidupkan desa karena perdagangan antar negara semakin jatuh. Indonesia harus mengintensifkan perdagangan antar pulau, semua barang yang dulu di impor, kini harus bisa diproduksi sendiri.
Basis industri Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang selama ini menjadi tulang punggung utama ekonomi Indonesia harus dikembangkan dan koperasi dihidupkan. Dengan begitu, kelak pertumbuhan ekonomi bergeser dari berbasis kota menjadi berbasis desa.
“Fahri menilai, saat ini merupakan momentum yang tepat buat bangsa Indonesia untuk hidup mandiri, sesuai konsep Revolusi Mental yang digagas Presiden Joko Widodo. Saatnya kita berlari cepat, mumpung seluruh negara dunia sedang melambat,” tutur Bamsoet.
Bamsoet mengaku, dirinya pernah melihat Fahri ngobrol sangat asyik dengan Presiden Joko Widodo pada acara penganugerahan Bintang Mahaputera. Saat itu, gesture Presiden Joko Widodo terlihat sangat mengapresiasi Fahri.
“Walau kritik pedas seringkali terlontar dari ucapan Fahri, bukan berarti hubungan personalnya dengan Presiden Joko Widodo tidak baik. Justru sebagaimana diakui Presiden Joko Widodo di berbagai kesempatan, dirinya merindukan sosok kritis seperti Fahri.
Dikatakan, Fahri menjadi teladan dalam berpolitik, tidak boleh sampai terbawa ke masalah pribadi. Tidak boleh personal, karena kita tidak sedang bercinta, tapi mengurus negara. Jadi, tidak boleh baperan (bawa perasaan).” Karena kritik maupun apresiasi semata bukan tentang sosok pribadi seseorang, melainkan demi kebaikan bangsa dan negara,” demikian Bambang Soesatyo. (akhir)