JAKARTA, Beritalima.com– Selaku lembaga wakil rakyat, DPR RI sangat concern memperhatikan Tenaga Honorer Kategori II (THK-II) baik dari kalangan guru, tenaga kesehatan maupun penyuluh pertanian
Desember lalu, Komisi X DPR RI telah melakukan Rapat Kerja (Raker) gabungan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB).
Dalam rapat itu, DPR- Pemerintah sepakat menyelesaikan status THK-II menjadi Pegawai dengan Perjanjian Kerja (P3K). Payung hukumnya ada seperti Peraturan Pemerintah (PP) No: 49/2018 tentang Manajeman P3K dan peraturan perundang-undangan lainnya. Guru THK-II sekitar 150.669 orang itu ikut seleksiCPNS. Jika tak lolos, mereka ikut seleksi P3K.
“Ini adalah solusi terbaik yang bisa diberikan kepada THK-II, baik dari kalangan guru, tenaga kesehatan maupun penyuluh pertanian,” ujar Bamsoet saat menerima perwakilan guru honorer se-Bali, NTT, dan NTB, di ruang kerja Ketua DPR RI, Jakarta, Senin (18/3).
Selain para guru honorer, turut hadir dalam pertemuan itu antara lain Ketua Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI) Region Bali, NTT dan NTB serta Yohanes Mase (Komisi III DPR RI dan Dewan Pakar ADKASI).
Politisi senior Partai Golkar ini mengajak tenaga honorer jangan mau dipolitisir pihak tertentu yang ingin mendapatkan keuntungan politik. Adanya klaim sepihak yang bisa mengangkat langsung tenaga honorer menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), tak lebih hanya janji manis belaka.
Dikatakan, DPR RI selalu terbuka terhadap rakyat. DPR menyampaikan apa adanya agar rakyat dapat memahami kondisi yang sebenarnya. DPR tidak ingin memberikan janji-janji manis yang justru bisa melukai hati dan perasaan rakyat.
“UU No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara tidak memberikan ruang hukum pengangkatan secara langsung tenaga honorer menjadi PNS. Jadi, jika ada pihak yang ingin secara langsung mengangkat honorer menjadi PNS, sama saja menabrak UU,” jelas wakil rakyat Dapil Provinsi Jawa Tengah ini.
Ditambahkan, ada aturan hukum yang jelas sebagaimana diatur dalam UU No. 5/2014 tentang ASN yang tak boleh dilanggar, seperti jenjang usia dan pendidikan untuk dapat menjadi PNS. Misalnya, batas minimal PNS adalah 35 tahun.
“Lalu bagaimana dengan nasib THK-II diatas 35 tahun? Jika diangkat menjadi PNS, sama saja melanggar UU,” tegas pria yang akrab disapa Bamsoet tersebut.
Dinilai, solusi melalui P3K yang disepakati DPR dengan pemerintah telah memberikan kepastian hukum kepada tenaga honorer terhadap posisi pekerjaan mereka.
Tidak hanya para guru honorer, tenaga kesehatan serta penyuluh pertanian juga sudah mengikuti seleksi P3K Tahap 1 yang dilakukan rentang waktu Februari-Maret 2019.
Setidaknya ada 69.533 Guru THK-II yang memenuhi kualifikasi S1 dan berusia diatas 35 tahun mengikuti seleksi P3K. “Jika lolos, mereka akan menerima gaji setara PNS yang baru direkrut. Dengan demikian kesejahteraannya juga meningkat,” jelas Bamsoet.
Bagi THK-II yang tidak lolos seleksi P3K, jelas Bamsiet, nasib mereka tetap diperhatikan negara. Mereka diberi kesempatan bekerja di instansi pemerintah dengan gaji sesuai Upah Minum Regional (UMR) di daerah mereka sehingga tak ada lagi tenaga honorer dibayar tidak layak.
Jika sebelumnya nasib THK-II selalu digantung, kini DPR RI bersama pemerintahan Presiden Joko Widodo sudah memberikan kepastian. “Skema P3K akan memberikan solusi terbaik, khususnya dari segi kesejahteraan. Karena pengabdian dan prestasi mereka selama ini tak boleh dilupakan begitu saja oleh negara,” demikian Bambang Soesatyo. (akhir)