JAKARTA, Beritalima.com– Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo menilai usulan Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) untuk menghadirkan kembali Utusan Golongan sebagai anggota MPR RI, merupakan wacana menarik yang perlu dielaborasi lebih jauh.
Soalnya, hal serupa juga sudah diusulkan PP Muhammadiyah ketika organisasi umat Islam terbesar kedua di Indonesia itu menerima kunjungan pimpinan MPR RI di Kantor PP Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, 16 Desember 2019.
“Ruang dialektika mengenai Utusan Golongan maupun berbagai hal yang menyangkut masalah kebangsaan lainnya harus dibuka lebar. Tidak boleh ditutup, apalagi buru-buru ditangkal,” kata politisi senior Partai Golkar ini usai Silaturahim Kebangsaan MPR RI dengan pengurus PGI di kantor PGI, Jakarta Pusat, Rabu (22/.
Pada kesempatan itu, Wakil Ketua Umum Partai Golkar 2019-2024 tersebut hadir bersama para Wakil Ketua MPR RI, antara lain Ahmad Basarah dari Fraksi PDI Perjuangan, Syarief Hidayat (Fraksi Partai Demokrat), Arsul Sani (Fraksi PPP) dan Fadel Muhammad (Kelompok DPD).Sedangkan lima pimpinan MPR RI lagi tidak hadir dalam silaturahim ini.
Dikatakan wakil rakyat dari Dapil VII Provinsi Jawa Tengah tersebut, baik yang pro maupun kontra dapat menyampaikan argumentasinya. Karena itu, pimpinan MPR RI giat mendatangi berbagai organisasi kemasyarakatan. khususnya yang berbasis keagamaan, seperti PBNU, PP Muhammadiyah, dan PGI.
“Dengan begitu, kelak kita bisa tarik benang merah kesimpulannya. Terbukanya ruang dialektika, disisi lain juga akan semakin berkontribusi bagi proses pencerdasan kehidupan berbangsa,” ungkap laki-laki yang akrab disapa Bamsoet tersebut.
Pada kesempatan itu, pimpinan MPR RI diterima Pengurus PGI diantaranya Ketua Umum Pdt Gomar Gultom, Ketua Olly Dondokambey, Sekretaris Umum Pdt Jacklevyn Frits Manuputty, Ketua PGI Banten (Pdt Elkarya Telaumbanua), Sekretaris Umum PGI DKI Jakarta (Pdt Ferry Simanjuntak) dan Wakil Bendahara Umum PGI DKI Jakarta (Pdt. Franky Rompas).
Selain untuk menyerap aspirasi, Bamsoet memandang dengan melakukan silaturahim kebangsaan ke berbagai Ormas, MPR RI bisa memahami isi hati terdalam dan pandangan Ormas terhadap berbagai masalah kebangsaan. khususnya terkait rencana MPR RI melakukan perubahan terbatas UUD NRI 1945 untuk menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
“Sidang Tahunan PGI yang dijadwalkan di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), 3-6 Februari mendatang, salah satu agendanya membahas secara mendalam, terstruktur dan sistematis mengenai PPHN. Pandangan PGI itu msmtinys bakal melengkapi berbagai pandangan yang sudah diterima MPR RI dari berbagai ormas keagamaan lainnya.
Bamsoet mengatakan, jika kelak MPR RI melakukan perubahan terbatas UUD NRI 1945, pembahasannya tidak akan melebar diluar PPHN. Ketatnya aturan dalam melakukan perubahan terbatas juga akan menjadi tembok, sekaligus mengunci kemungkinan munculnya penumpang gelap yang akan mengusik ideologi Pancasila dan semangat Bhineka Tunggal Ika.
“Proses panjang mengamandemen UUD NRI 1945 diatur dalam Pasal 37 ayat 1-3 UUD NRI 1945. Dimulai dari diusulkan secara resmi minimal 1/3 dari jumlah anggota MPR RI, sekitar 237 dari 711 anggota (Ayat 1). Usulan perubahan pasal-pasal tersebut diajukan secara tertulis disertai penjelasan mengapa harus diubah (Ayat 2).
“Usulan merubah pasal-pasal tersebut ditetapkan dalam sidang MPR RI yang dihadiri 2/3 dari jumlah anggota MPR RI, yakni 474 dari 711 anggota (Ayat 3),” papar Bamsoet.
Ditambahkan, ayat 4 dijelaskan bahwa putusan mengubah pasal-pasal UUD NRI 1945 tersebut bisa dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50 persen plus satu anggota MPR RI, sekitar 357 dari 711 anggota. Jadi prosesnya akan sangat panjang dan terbuka.
Mengubah UUD NRI 1945 tidak sama dengan mengubah undang-undang yang bisa tiba-tiba memasukan perubahan diluar daftar inventaris masalah. Mengubah UUD NRI 1945 tidak bisa mendadak. Tidak bisa juga diam-diam lalu tiba-tiba sudah diputuskan diubah.
“Perubahannya harus sangat terbuka, melibatkan seluruh komponen rakyat, sekaligus melewati perdebatan dan dialektika yang mendalam. Sehingga perubahan yang dilakukan bisa menjawab persoalan bangsa, bukan justru menambah persoalan baru,” demikian Bambang Soesatyo. (akhir)