Bangun Museum dan Perpustakaan Multatuli, Tingkatkan Destinasi Pariwisata

  • Whatsapp
JAKARTA, beritalima.com – Bupati Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Hj. Iti Octavia Jayabaya, SE, MM, pada simposium bertajuk Para Pembongkar Kejahatan Kolonial: Dari Multatuli Hingga Sukarno, Sabtu (17/9/2016) di Museum Nasional, Jakarta. Pada simposium juga dihadiri
Gubernur Banten Rano Karno sebagai Keynote Speaker.

Sebelum ditegaskan Bupati Lebak, Rano Karno pada ulasannya, mengulas secara mendalam mengenai peran bagi banyak pihak dalam melakukan perlawanan terhadap kejahatan kolonialisme yang berlangsung beberapa abad di tanah air. Oleh karena itu, Multatuli catatan tersendiri bagi Rano Karno karena mengajarkan kepada kita (bangsa Indonesia – red) bahwa pembelaan adalah sebuah sikap dasar yang muncul dari akal sehat dan nurani yang waras.

“Multatuli, sebagai seorang Belanda, justru mengambil inisiatif terdepan untuk menyuarakan kegelisahan dan protesnya terhadap despotisme dan kelaliman yang dilakukan oleh penguasa lokal ketika itu yang direstui oleh Pemerintah Hindia Belanda.” Ujar Rano Karno di depan peserta simposium.

Rano pun menegaskan, perjuangan melawan kezaliman tidak memandang asal dan latar belakang orang, karena sentimen primordial tidak pernah mendapat tempat di Banten. Dengan kata lain, sentimen primordialisme adalah sikap oportunistik yang memunggungi dan mengkhianati sejarah Banten.

Rano pun kembali menegaskan, bahwa tantangan bangsa Indonesia hari ini memastikan kemiskinan bisa ditekan di Banten. Sebagai wilayah yang kosmopolismenya mendahului Batavia di waktu lalu, hari ini harus bekerja keras mengejar sejumlah ketertinggalan pembangunan.

“Baginya, sebagai salah satu wilayah penyangga ibu kota, Banten berhak dan bisa meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya lebih baik lagi ke depan,” pungkasnya.

Lebih lanjut dikatakan Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya, Pemerintah Kabupaten Lebak telah membangun perpustakaan besar di atas lahan 2.200 meter persegi dengan menelan biaya Rp.16 miliar lebih. Perpustakaan itu menurutnya akan dijadikan objek pariwisata. Apalagi didirikannya perpustakaan itu kata Iti sebagai warisan (heritage) di Kabupaten Lebak dan komitmen pemerintah daerah.

“Tridak langsung Rp16 miliar, pertama Rp12 miliar untuk museumnya dan restorasi Rp2,5 miliar, termasuk menyiapkan risetnya terkait dengan isinya dan interiornya. Jadi Rp16 miliar itu untuk museum dan perpustakaan yang dialokasikan dsari APBD Provinsi Banten dan Kabupaten Lebak,” tandas Iti kepada beritalima.com.

Pembangunan gedung Museum Multatuli atau ‘Max Havelaar’ untuk pelestarian sejarah yang melegenda di masyarakat Kabupaten Lebak hingga dunia. Gedung museum itu nantinya dilengkapi dokumen tentang Multatuli juga benda peralatan tempo dulu.

Menurut dia, Max Havelaar seorang Asisten Residen Lebak 1856 yang mengangkat nasib buruk rakyat yang dijajah Belanda. Penindasan terjadi kaum bumi putra di daerah Kabupaten Lebak, mereka diperas oleh para mandor, para demang, dan para bupati.

Keluarga para kuli tinggal di desa-desa sekitar perkebunan secara melarat dan ditindas dengan diperlakukan kurang adil oleh para petugas pemerintah setempat. Karena itu, novel Max Havelaar karya pena Multatuli merupakan bagian sejarah dunia. Pihaknya berharap gedung museum Asisten Residen itu nantinya dibangun dengan bentuk asli seperti tempo dahulu. “Kami optimistis gedung museum Max Havelaar itu berdampak positif terhadap proses percepatan pembangunan di daerah itu,” ujarnya.

Ia juga mengatakan, pembangunan gedung museum rumah Max Havelaar itu manfaatnya cukup besar, selain mendatangkan ribuan wisatawan mancanegara. Sejarah Multatuli sudah menembus dunia dan cukup terkenal di Benua Eropa, seperti Belanda, Inggris, Swis dan Italia.

Ditambahkan Iti, dibangunnya Museum untuk meningkatkan destinasi pariwisata. Dan trujuan dibangunnya museum dan perpustakaan itu adalah untuk mengangkat kaum marjinal.dedy mulyadi

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *