SURABAYA, Beritalima.com| Sambut pesta demokrasi, banyak gerakan yang positif dari berbagai elemen masyarakat. Tak terkecuali PAC Fatayat NU Kertosono, Nganjuk, yang menggelar seminar nasional. Bertempat di Kantor MWC NU Kertosono pada Minggu 5/11, seminar bertema “Egalitarian Kepemimpinan Perempuan Di Era Digitalisasi Menuju Pesta Demokrasi Yang Madani”, digelar sukses. Dijelaskan oleh Ketua Yumrotun Nafi’ah, bahwa seminar tersebut bertujuan mengajak masyarakat berpartisipasi mewujudkan pesta demokrasi yang madani.
“Dengan mengambil tema pesta demokrasi yang madani, maka Fatayat Kertosono ingin mengambil peran terwujudnya demokrasi yang sehat dan damai. Masyarakat menyikapi kontestasi politik secara positif, yaitu tetap menjaga nilai toleransi dan tidak saling bermusuhan hanya karena perbedaan pandangan politik,” jelasnya.
Yumrotun pun menambahkan, seminar dihadiri ratusan peserta, baik dari kader Fatayat, perwakilan tim penggerak PKK Kertosono, serta utusan dari Muslimat,MWC NU Kertosono, IPNU dan IPPNU. Sedangkan narasumber adalah Sekretaris MUI Jatim Dr. Lia Istifhama, Dosen UIN Satu Tulungagung Arifah Milati Agustina, M.H.I., dan Wakil Ketua MWC NU Kertosono yang sekaligus muballighah nyai Juwariyah, M.Pd.I.
“Laki-laki dan perempuan memang berbeda, tapi bukan untuk dibeda-bedakan. Maka dalam kompetisi untuk menjadi pemimpin pun, laki perempuan mempunyai kesempatan yang sama. Dan perempuan harus memiliki spirit women support women, perempuan harus saling mendukung, sehingga akan memperkuat gerakan perempuan itu sendiri,” tekan nyai Jujuk, panggilan akrab bu nyai yang dikenal dengan suara merdu tersebut.
Tak lupa, satu-satunya Waket perempuan di struktur MWC NU se Indonesia tersebut, juga menyelipkan sebuah hadis sebagai bentuk penghormatan Islam terhadap perempuan: ‘Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik kepada orang perempuan.’
Sedangkan ning Lia, keponakan gubernur Khofifah yang juga turut mengisi materi, menyampaikan pentingnya perempuan dalam mewujudkan budaya damai.
“Menghadapi tahun politik, maka penting bagi kita semua kaum perempuan untuk menopang culture of peace atau budaya damai. Bagaimana proses demokrasi dengan segala riuhnya kontestasi serta kompetisi poltik, tetap damai dan aman. Damai disini salah satunya adalah adanya kepercayaan satu sama lain, terutama pada negara,” terangnya.
Aktivis tersebut juga mengutip pemikiran Ibnu Khaldun tentang siklus sosial sebuah bangsa.
“Siklus pertama, masyarakat dengan segala kesederhanaan dan solidaritas yang tulus tunduk di bawah otoritas kekuasaan yang didukungnya. Kedua, mulai ada pergeseran dimana terdapat masyarakat yang diuntungkan pemerintah, dan ada yang dirugikan. Sehingga mulai ketidak percayaan dan kesenjangan. Ketiga adalah masyarakat yang tidak lagi memiliki hubungan emosional dengan negara sehingga melakukan apa saja yang mereka sukai tanpa memperdulikan nasib negara.”
Ditambahkan olehnya, bahwa menjaga eksistensi bangsa agar tidak terjadi disintegrasi, maka penting mewujudkan masyarakat madani.
“Mewujudkan masyarakat madani, atau istilahnya ‘benevolent society’, yaitu masyarakat kebajikan dan beradab, maka dibutuhkan peran penting kaum perempuan. Ditarik dari teori kepribadian atau Trait Theory oleh Gordon Allport, bahwa kepribadian dibentuk sejak dini, itu yang menentukan karakternya kelak, apakah menjadi pribadi yang unggul dan mampu menjadi pemimpin atau tidak.”
“Maka, kita semua kaum ibu harus menjaga mental anak sejak dini, yaitu mental saling menghormati, tidak saling membenci, dan tangguh. Mari kita siapkan anak-anak kita sebagai calon pempimpin, sebagaimana prinsip syubbanul yaum rijaul ghod”, tambahnya.