JAKARTA, beritalima.com – Banjir Jakarta menjadi konten politik, jauh dibanding sebelumnya tidak ada muatan politik. Namun sekarang ini berujung pada petisi turunkan Anies Baswedan lantaran Jakarta Banjir. Padahal berdasarkan hukum alam Jakarta mengalami perubahan dan perkembangan sehingga resapan air untuk retensi air tebilang sedikit karena sudah berubah bentuknya.
“Jakarta sudah berkembang jadi pusat perekonomian, danau, situ dan rawa menjadi hutan beton. Dahulu ada 1500 di Jabodetabek, saat ini tercatat tinggal 178 sehingga luas resapan air sangat minim,” ujar Toto, Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai Ciliwung dan Hutan Lindung (BP DAS HL), Selasa (7/1/2020) saat Press Conference, di Media Center KLHK, Gedung Manggala Wanabakti, Senayan, Jakarta.
Lebih lanjut ditegaskan Hodoyo, Plt. Dirjen Daerah Aliran Sungai Hutan dan Lingkungan (DASHL), bahwa Jakarta dialiri 13 sungai, diantaranya adalah sungai Cisadane, Sungai Angke Pesanggrahan, Sungai Mookervart, Sungai Krukut, Ciliwung, Sunter, Buaran, Cakung, dan sungai Kali Bekasi, Kanal Banjir Barat, dan Kanal Banjir Timur.
Dalam mengatasi banjir ini, Pemerintah sebelumnya meminta kepada Kementerian Lingkungan Hidup untuk dapat memperbaiki aliran sungai namun faktanya masih banjir karena dalam mengatasi banjir masih konvensional tidak ada terobosan yang jitu tanpa mengganggu kali alam dan tumpah ke pemukiman. yang pada gilirannya menjadi konten politik.
Hodoyo pun menegaskan bahwa Jakarta berada di lereng kaki sistem kipas alluvial DAS Ciliwung. Kondisi tersebut menempatkan Jakarta sebagai tempat akumulasi air. Delapan DAS besar yang di dalamnya mengalir 13 sungai menyuplai air ke Jakarta, sehingga melipatgandakan akumulasi air yang ada. Hasil perhitungan berdasarkan data curah hujan BMKG tanggal 31 Desember 2019 dan 1 Januari 2020 menunjukkan bahwa 8 DAS (termasuk 13 sungai di dalamnya) menyuplai air ke Jakarta sebesar 7.616,88 m3/det.
“Jika dibandingkan dengan kemampuan 13 sungai mengalirkan air, yaitu sebesar 3.050,62m3/detik, maka terdapat kelebihan air sebesar 4566,28 m3/detik yang menggenangi Jakarta. Perhitungan tersebut telah mempertimbangkan koefisien limpasan yang dikontrol oleh kondisi tutupan Iahan. Koefisien limpasan wilayah Jakarta rata-rata sebesar 0,61, yang berarti 61% hujan menjadi limpasan dan hanya 39% yang meresap kedalam tanah. Sebuah gambaran betapa tata ruang punya andil besar dalam kejadian banjir,” ujar Hodoyo dalam keterangannya. ddm