SURABAYA, beritalima.com – Melalui gelaran The 5th Indonesia Shari’a Economic Festival (ISEF), Bank Indonesia mendorong pertumbuhan ekonomi syariah berbasis halal value chain.
Mengangkat tema “Strengthening National Economic Growth : The Creation of Halal Value Chains and Innovative Vehicles”, ISEF 2018 yang digelar di Grand City Surabaya mengupas serba-serbi industri dan gaya hidup halal.
Sejumlah penelitian menyebutkan, komunitas Muslim adalah segmen konsumen dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Untuk itu, kebutuhan terhadap produk yang memiliki jaminan halal kian lama kian diperlukan.
Setiap perusahaan yang tidak mempertimbangkan bagaimana melayani segmen konsumen tersebut akan kehilangan kesempatan yang signifikan dari hulu sampai hilir.
Sebagai bentuk dukungan terhadap industri produk halal di Indonesia, Bank Indonesia bekerjasama dengan LPPOM MUI, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, serta Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Timur, menginisiasi program sertifikasi halal buat 100 UMKM yang tersebar di Jawa Timur.
“Saat ini masyarakat mulai memiliki kesadaran terhadap aspek halal suatu produk. Tidak hanya di Indonesia, tapi juga di luar negeri. Karena itu, halal value chain menjadi aspek penting dalam peningkatan kualitas produk, termasuk produk ekspor Indonesia,” tutur Difi A.Johansyah, Kepala Perwakilan BI Provinsi Jawa Timur.
Sejarah sertifikasi halal di Indonesia diawali pada tahun 1988, ketika Prof. Dr. Tri Susanto dari Universitas Brawijaya menemukan produk turunan dari babi seperti gelatin maupun lemak babi dalam makanan dan minuman.
“Saat itu penjualan produk mengalami penurunan sebesar 20-30%,” lanjut Sukoso, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dalam talkshow “Sertifikasi Halal untuk UMKM Indonesia” di ISEF 2018, Jumat (14/12/2018).
Sukoso menuturkan, dalam proses mengeluarkan sertifikasi halal, BPJPH melibatkan berbagai pihak, antara lain LPPOM MUI, penyelia halal yang bertugas untuk Mengawasi Proses Produk Halal (PPH) di perusahaan serta Lembaga Pemeriksa Halal (LPH).
“Melalui mekanisme ini kami ingin memastikan bahwa setiap produk yang tersertifikasi telah mendapat jaminan halal dari setiap proses produksinya,” tutur Sukoso.
Dalam memeriksa kandungan halal pada produk makanan dan minuman, bukan hanya produknya yang perlu diperhatikan, namun juga alat-alat yang digunakan.
“Ada banyak prinsip yang harus dipenuhi sebagai syarat mutlak dalam proses sertifikasi halal. Untuk itu, para pelaku UMKM berbasis syariah perlu memperhatikan penggunaan bahan baku untuk berproduksi sehingga dapat diyakini konsistensi kehalalannya,” kata Osmena Gunawan, Wakil Direktur LPPOM MUI.
Kehalalan sebuah produk tidak hanya didukung oleh pemilihan bahan, namun juga proses dan mekanisme produksi dari hulu ke hilir. Pelaksanaan prosedur yang baik diharapkan dapat memperkuat bisnis industri halal UMKM Indonesia, sehingga semakin meningkat dan berkembang hingga ke taraf global. (Ganefo)