JAKARTA, Beritalima.com– Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait Grondkaart PT Kereta Api Indonesia (KAI) dengan masyarakat di Lampung, kemudian disusul pengaduan masyarakat dari Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur.
“Khusus di Jawa Timur itu adalah pengaduan warga Miji Baru I, BAP DPD RI akan segera menindaklanjutinya dengan melakukan kunjungan kerja,” ucap Ketua BAP DPD RI Bambang Sutrisno saat rapat virtual dengan PT KAI akhir pekan ini.
Datakan, BAP DPD RI memandang perlu mendapatkan pandangan dan masukan dari PT KAI terhadap kasus itu. Secara umum, laporan yang diterima dari masyarakat Miji Baru I, 1963 sekelompok warga menduduki dan bermukim di atas tanah eks milik United Mosale Compagny (UMC), sebuah perusahaan swasta Belanda-Inggris.
Tanah itu masuk wilayah administratif Kelurahan Miji, Kranggan Kota Mojokerto, Jawa Timur. “PT KAI mengaku tanah itu miliknya. Grondkaart bukti kepemilikan sebagaimana tertuang dalam surat 19 Oktober 1971, dan memerintahkan kepada setiap warga setempat yang tinggal di atas tanah dimaksud segera mengosongkannya,” ujar Bambang.
Atas dasar itu sambung senator asal Jawa Tengah itu, PT KAI mendapat reaksi dari warga Miji Baru I. warga sudah berupaya mendapatkan hak kepemilikan secara legal dengan memenuhi berbagai persyaratan dan melalui proses sesuai prosedur yang berlaku.
“Upaya penyelesaian masalah secara mediasi telah dilakukan. Karena belum tercapainya titik temu akhirnya berkembang menjadi masalah yang berkepanjangan,” terang Bambang.
Wakil Ketua BAP DPD RI, Asyera Respati mengatakan, pengaduan harus disinergiskan dengan PT KAI. “Sebelum kunjungan kerja ke Mojokerto, kami ingin tahu progresnya seperti apa.”
Menanggapi hal ini, Direktur Keselamatan dan Keamanan Bidang Aset PT KAI, John Roberto menjelaskan, Grondkaart merupakan aset dari PT KAI. “Ada urut-urutannya terkait kepemilikannya. Kami punya dokumen Grondkaart dan disimpan di Bandung. Empatpuluh persen didaftarkan ke BPN dan sudah bersertifikat. Sisanya menyusul,” tutur dia.
Dosen Universitas Indonesia Prof Djoko Marihandono mengatakan, dia telah mempelajari arsip-arsip terkait Grondkaart. Intinya, Grondkaart memang disimpan dalam peta, sedangkan yang lain disimpan dalam arsip. “Pembuatan Grondkaart didasarkan ketentuan resmi oleh lembaga yang mengesahkan tanah kadaster. Jika STAAT, Proces Verbaal, status tanah itu bila dibeli negara, maka tidak terpisahkan dari negara.”
Menurut dia, Grondkaart di Bandung itu merupakan yang asli. Lantaran, Grondkaart umumnya berwana biru karena berbentuk blueprint. “Jadi, ini sebenarnya tanah pemerintah. Tanah yang sudah digunakan pemerintah itu akan dikeluarkan Grondkaart dan hak-hak yang lain,” imbuh dia.
Pada kesempatan yang sama, Tenaga Ahli Menteri ATR/BPN Arie Yuriwin menambahkan pada prinsipnya Grondkaart merupakan produk hukum masa lalu. “Ini merupakan dokumen zaman dulu atau sebagai bukti surat itu memiliki legalitas yang digunakan PT KAI. Jadi prinsipnya kita tidak akan menerbitkan surat di tanah Grondkaart kecuali atas nama PT KAI.”
Terkait soal di Miji, Arie mengatakan, untuk pembuatan sertifikat bagi warga, tentunya BPN tidak bisa. Pasalnya, Grondkaart sudah dari zaman kolonial Belanda. “Asetnya PT KAI banyak tersebar di seluruh Indonesia. Jadi, sulit dan butuh waktu bagi PT KAI untuk menyatukan. Yang jelas, sertifikat warga tidak bisa terbit. Ini semua sudah ada payung hukumnya,” demikian Arie Yuriwin. (akhir)