JAKARTA, Beritalima.com– Pengelolaan sampah perkotaan di Indonesia masih banyak menghadapi kendala, terutama keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) atau landfill. Terkait permasalahan itu, Komite II DPD RI menyerap aspirasi masyarakat di Kota Tarakan, Kalimantan Utara (Kaltara) mengenai isu di bidang lingkungan hidup yakni pengelolaan sampah.
“Hanya 60-70 persen sampah yang dapat terangkut dan dibuang ke TPA, sementara sisanya tersebar di berbagai tempat,” ucap Wakil Ketua Komite II DPD RI Hasan Basri saat Kunjungan Kerja ke Kantor Walikota Tarakan, Kaltara, awal pekan ini. Dalam acara itu, Hasan didampingi Wakil ketua Komite II Bustami Zainudin dan Lukky Semen (sulteng), Wa Ode Rabia (Sultra) dan Andri Prayoga Putra Singkarru (Sulbar).
Hasan mengatakan, dampak sampah yang dibuang ke TPA menimbulkan pencemaran air lindi dan gas rumah kaca. Selain itu, sampah juga merupakan pemborosan Sumber Daya Alam yang tidak terbarukan. Karena itu diperlukan manajemen yang bersifat holistik mulai dari hulu hingga ke hilir pengelolaan sampah.
Hasan yang juga senator asal Kaltara itu menjelaskan, sejak diberlakukan UU No: 18/2018 tentang Pengelolaan Sampah sebagai payung hukum nasional, Pemerintah Daerah diwajibkan menutup semua TPA yang dioperasikan sebagai pembuangan sampah terbuka (open dumping) dalam jangka waktu maksimal lima tahun (sampai 2013).
“Dalam rentang waktu yang sama, TPA baru akan dibangun untuk menggantikannya. Pembangunan tempat pembuangan sampah baru harus memakai sistem sanitary landfill sesuai dengan standar dan peraturan yang berlaku,” kata Hasan.
Dinilai, sejauh ini masyarakat kurang peduli akan kebersihan. Selain itu, masyarakat juga kurang kesadaran pengelolaan dan pemilahan sampah. “Sampai saat ini masyarakat juga masih membuang sampah sembarangan. Belum adanya kesadaran dari masyarakat,” jelas dia.
Anggota DPD RI Provinsi Sulawesi Tengah, Lukky Semen mengatakan kehadiran Komite II DPD RI untuk menerima masukan penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan atas UU No: 18/2018 tentang Pengelolaan Sampah. Namun, kehadiran Komite II DPD RI tidak terfokus pada sampah saja, jika ada keluhan lain dari masyarakat bisa disampaikan.
Pada kesempatan serupa, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kaltara, Edy Suharto menjelaskan, pengelolaan sampah di daerahnya belum maksimal. Untuk itu, perlu pengelolaan khusus seperti di Sulawesi berupa sampah medis. “Di Sulawesi sejauh ini suntikan atau perban tidak dibuang sembarangan. Karena itu, perlu dimasukkan dalam UU ini,” kata dia.
Menurut Edy, pengelolaan limbah medis dinilai memang sangat mahal apalagi selama ini melalui pidak ketiga. Yang akan datang di Kaltara ada pengelolaan limbah medis. “Memang untuk pengelolaan sampah medis sangat mahal. Namun, perlu menyiapkan pengelolaan sampah medis,” kata Edy.
Sejauh ini pihaknya sudah menyebarkan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang kebijakan strategis daerah mengenai sampah di setiap kabupaten dan kota. Kondisi eksisting saat ini di Tarakan dan Nunukan masih menjadi penyumbang sampah terbanyak di Kalimantan Utara. “Tarakan dan Nunukan masih menjadi penyumbang sampah terbanyak seiring meningkatnya jumlah penduduk,” demikian Edy Suharto. (akhir)