JAKARTA, Beritalima.com– Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan, Mulyanto menolak rencana Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir untuk membatasi layanan Perusahaan Listrik Negara (PLN) hanya pada aspek transmisi listrik.
Menurut wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten itu, ide pembatasan layanan PLN tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Kelistrikan dan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2016 terkait listrik.
Menurut MK, Bisnis unbundling yg menyerahkan sebagian pengusahaan listrik ke pihak asing membuka peluang lemahnya penguasaan negara dalam sektor ini. Kalau itu terjadi, maka unbundling bisnis listrik akan bertentangan dengan konstitusi.
“Listrik adalah sumberdaya strategis terkait hajat hidup orang banyak. Bukan sekedar komoditas ekonomi. PLN dapat melaksanakan bisnis listrik secara terintegrasi, mulai dari produksi, transmisi hingga distribusi,” ujar Mulyanto di komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (13/1).
Karena itu, Mulyanto minta Pemerintah jangan memaksa dengan meng-unbundling bisnis PLN hanya pada transmisi dan menyerahkan fungsi lainnya kepada swasta. Model kerjasama “take or pay” dimana PLN diwajibkan membeli hasil produksi listrik dari pembangkit swasta dengan harga yang belum tentu murah akan memberatkan keuangan perusahaan plat merah itu.
“Dengan kebijakan unbundling dimana berlaku ketentuan “take or pay” Pemerintah seolah secara bertahap ingin menyuntik mati PLN karena BUMN bidang energi itu diwajibkan membeli listrik swasta. Padahal harga yang ditawarkan tersebut belum tentu efisien,” tegas Mulyanto yang Anggota Komisi VII DPR RI.
Pemerintah seharusnya memperkuat PLN yang notabene perusahaan milik negara bukan malah membebani dan membatasi kemampuannya untuk berkembang. Mulyanto melihat sekama ini pemerintah terlalu memanjakan pihak independent power producer (swasta).
Dalam proyek pembangkit listrik 35.000 Mega Watt (MW) yang masuk dalam salah satu unggulan program Presiden Joko Widodo (Jokowi), Pemerintah memberikan porsi 25 ribu MW kepada pihak swasta.
Diperkirakan dari 25 ribu MW yang diserahkan kepada swasta tersebut, 75 persennya dikelola oleh perusahaan asing. “Dengan kondisi hari ini yang surplus listrik, terlanjur komitmen untuk program 35.000 MW dan demand yang lesu dari industri, ditenggarai akan makin menekan keuangan BUMN listrik nasional kita,” jelas Mulyanto.
Karena itu, Mulyanto mengingatkan, saat ini utang PLN makin menumpuk dengan kewajiban membayar cicilan dan bunga yang berat. Liabilitas PLN di 2017 Rp 466 triliun, dan di 2018 menjadi Rp 565,7 triliun. Angka ini diperkirakan akan naik di tahun 2019.
“Praktis tanpa subsidi dan kompensasi dari Pemerintah, tidak ada laba yang dapat dicatat PLN. Kalaupun muncul laba, karena dana subsidi dan kompensasi, maka nilainya masih jauh di bawah 5% dari pendapatan,” demikian Mulyanto. (akhir)