JAKARTA, Beritalima.com– Pelaksanaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat sudah masuk hari kelima. Ada empat catatan terkait PPKM Darurat yang diberlakukan.
Pertama, kata pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul Jakarta, Muhammad Jamiluddin Ritonga, soal mobilitas warga, terutama dipinggir kota, masih tinggi. Kenderaan juga masih banyak berseliweran di jalan raya. Itu tentu masih membuka ruang buat warga berinteraksi.
Kalau interaksi antar warga masih tinggi, ungkap pria yang akrab disapa Jamil tersebut saat bincang-bincang dengan Beritalima.com di kawasan Senayan, Jakarta, Selasa (6/7) siang, tujuan meminimalkan penyebaran Covid-19 tidak bakal terwujud.
Untuk itu, Koordinator PPKM Darurat Jawa-Bali, Luhut Binsar Panjaitan (LBP) harus memastikan mobilisasi dan interaksi warga dapat ditekan seminimal mungkin. Kalau hal itu tidak mampu dilakukan, purnawirawan Jenderal TNI AD tersebut, dikhawatirkan tujuan PPKM Darurat tak akan terwujud.
“Jadi, hal tersebut adalah batu ujian buat Luhut apakah jabatan yang disandangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke pundak opung kelahiran Sumatera Utara, 28 September 1947 ini. Kalau dia mampu, tentu LBP lulus dari ujian. Bila tidak tentu jadi tanda tanya masyarakat,” Jamil, bapak dari dua putra yang sudah remaja tersebut.
Hal kedua, ungkap Jamil, terlalu banyak pesan-pesan menakutkan atau ancaman terkait penanganan Covid-19. Pesan menakutkan dan ancaman ini juga disampaikan Luhut kepada kepala daerah dan penjual obat. Masyarakat juga disuguhi pesan yang menakutkan terkait bahaya varian virus Corona.
Pesan-pesan ancaman dan menakutkan dalam berbagai penelitian dapat menimbulkan bumerang. Penerima pesan dapat menjadi imun sehingga mengabaikan pesan yang diterimanya.
Selain itu, pesan menakutkan dan ancaman juga tidak sesuai di negara demokrasi.
Di negara demokrasi, seyogyanya yang diutamakan itu pesan persuasif. Jadi, dalam penanganan Covid-19 seyogyanya mengajak masyarakat dengan pesan persuasif. Masyarakat diajak berpartisipasi untuk tinggal di rumah dan disiplin melaksanakan protokol kesehatan dengan pesan rasional dan moral.
Pesan semacam ini dapat menyentuh masyarakat untuk secara sukarela mengikuti ajakan pemerintah mengatasi lonjakan kasus Covid-19.
Kultur bangsa Indonesia yang terdiri dari bebagai macam suku itu bakal ikut mendukung Pemerintah bila diajak atau disentuh hatinya, bukan dengan cara paksaan. “Bila dipaksa, mereka bakal melawan,” ungkap dia.
Ketiga, Luhut bukanlah sosok yang kredibel di bidang kesehatan. Karena itu, Jenderal Purnawirawan TNI AD ini harus tahu diri untuk tidak banyak bicara teknis kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan Covid-19. Dia cukup sebagai komando lapangan.
Untuk mengatasi hal itu, Luhut sebaiknya banyak melibatkan pakar dari Kementerian Kesehatan, IDI dan Perguruan Tinggi. Para pakar ini yang diminta menyampaikan terkait Covid-19.
Empat, koordinasi dengan Pimpinan Daerah perlu dilakukan lebih intensif agar pelaksanaan PPKM Darurat dapat berjalan sesuai tujuan. Untuk ini, Luhut jangan menggunakan banyak perintah, seperti ketika masih aktif sebagai TNI karena sekarang ini eranya Otonomi Daerah.
Yang harus diingat Luhut, Gubernur, Bupati dan Wali Kota bukanlah bawahan Luhut. Karena itu, walau dipercaya Jokowi Koordinator PPKM Darurat Jawa-Bali, memimpin tak berhak perintah apalagi mengancam akan memecat pimpinan daerah bila tidak melaksanakan PPKM Darurat.
“Jadi, Luhut harus menggunakan pola koordinasi sesuai semangat otonomi daerah. Dengan begitu, Luhut sebagai Koordinator PPKM Darurat di Jawa-Bali dalam melaksnakan tugasnya tetap pada koridor otonomi daerah,” demikian Muhammad Jamiluddin Ritonga. (akhir)