JAYAPURA – Kerjasama lintas sektor penting dilakukan untuk pengawasan peredaran Obat Tradisional yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) di Provinsi Papua.
Akan hal ini, Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Jayapura menggelar kegiatan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) bersama unsur terkait guna memperkuat sinergitas penta heliks (Lima Unsur) dalam penanganan obat tradisional tersebut di Abepura, Selasa (1/11/2022).
Panta heliks yang dimaksud adalah Pemerintah, unsur akademisi, unsur media, unsur pelaku usaha dan unsur masyarakat.
Kepala BBPOM Jayapura, Mojaza Sirait kepada awak media mengaku kerjasama Panta Holiks penting dilakukan sebagai upaya edukasi dan pengawasan kepada masyarakat akan Obat Tradisional yang dimaksud.
“Kalau disini memang kurang ya, tidak seperti di Cilacap misalkan yang menjadi salahsatu tempat produsen jamu, namun dalam konteks ini, kerjasama unsur-unsur terkait tetap penting dilakukan dalam hal edukasi dan pengawasan,”katanya.
Untuk unsur Akademisi, dikatakan Mojaza, pihaknya saat ini terus bekerjasama dengan pihak kampus-kampus untuk edukasi akan pentingnya memahami peredaran Obat Tradisional berbahaya.
“Karena para mahasiswa ini menjadi pangsa pasar obat tradisional saat iji, sehingga edukasi kepada Akademisi penting dilakukan,”katanya
Selanjutnya adalah unsur masyarakat, dikatakan Mojaza, pentingnya masyarakat dalam hal ini tokoh-tokoh masyarakat mampu memberikan pemahaman kepada masyarakat lain utamanya pelaku produksi Obat Tradisional atau jamu tersebut.
“Memang disini tidak banyak, namun ada dan ini tentunya perlu edukasi dari tokoh-tokoh masyarakat itu sendiri, paling tidak bisa mengingatkan jangan melakukan hal itu, membuat jamu dengan kandungan nahan kimia berbahaya. Ini kalau di daerah seperti Cilacap, banyak sekali produsen jamu dan pentingnya unsur tokoh masyarakat itu,”jelas Mojaza.
Selanjutnya adalah unsur media, dikatakan, media juga sangat berperan penting untuk edukasi keberadaan obat tradisional yang mengandung Bahan berbahaya tersebut.
“Kami pemerintah tidak mungkin bisa menjangkau masyarakat untuk edukasi, dan peran media untuk menyebar informasi penting kaitannya dengan obat dan makanan, termasuk obat tradisional yang berbahaya. Kami dari unsur pemerintah tidak bisa berjalan sendiri, kami perlu kerjasama dari unsur-unsur lain juga agar hal ini dapat berjalan,”ucapnya.
“Harapan kami, dengan ini paling tidak bisa meredakan atau mengurangi produksi Obat Tradisional yang berbahaya ditengah masyarakat. Tentu kerjasama seperti ini sudah kita lakukan baik online maupun ofline,”ucapnya.
Dari segi pengawasan, Mojaza sampaikan pihaknya melakukan dari hulu ke hilir yakni pre-market dan post-market. Pre-market adalah pengawasan pada masa produksinya dimana dilakukan pendampingan dari sisi layout bangunannya, penggunaan bahan bakunya sampai tenaga kerjanya apakah sesuai SOP atau tidak.
“Kita awasi itu semua bahkan sampai pengujian laboraturium kita awasi. Kalau pengawasan post-market, kita awasi sistem pengederan di pasaran. Kami punya 2 fungsi, yaitu fungsi pemeriksaan dimana kami memeriksa sarana pada penjualan obat tradisional. Selain itu kami juga melakukan sampling dan uji laboraturium,” jelas Mojaza.
Selanjutnya adalah fungsi penindakan. Mojaza beberkan kalau sudah dilakukan pengawasan secara rutin tetapi masih ada temuan secara berulang maka bisa sampai pada proses pidana. “Pengawasan ini kami lakukan secara terus menerus, termasuk melakukan KIE ini,” bebernya.
Ia mengungkapkan, adapun ciri-ciri obat tradisional yang mengandung BKO antara lain adalah tidak jelas kandungannya, promosinya pun bombastis dan kalimatnya dilarang.
“Kata ‘mengobati’ itu salah, harusnya ‘mampu meredakan’, dan tidak boleh mengklaim banyak jadi kalau ada 2 atau 3 klaim itu pasti tidak mendapatkan ijin dari BBPOM. Hargapun pasti relatif murah serta kalau digunakan langsung rasa sakit cepat reda,” pungkasnya.