SURABAYA, beritalima.com|
Menjamurnya gerai es krim dan minuman teh Mixue di Indonesia berhasil mengundang perhatian warganet. Alih-alih ramai membicarakan perusahaan asal Cina itu di jagat maya karena ekspansinya yang begitu cepat, bahkan mereka menjuluki logo Mixue yang berbentuk boneka salju Snow King itu dengan sebutan ‘malaikat pencatat ruko kosong’.
Dosen strategi pemasaran Universitas Airlangga (Unair) Prof Dr Sri Hartini SE MSi memberikan tanggapan terkait hal tersebut. Ia berpendapat bahwa Mixue-isasi adalah fenomena yang menarik dalam dunia marketing karena perusahaan tersebut berhasil menerapkan konsep-konsep marketing strategy dengan tepat.
Terapkan Empat Tools Marketing dengan Baik
Prof Hartini menuturkan, ada empat tools yang paling banyak digunakan oleh perusahaan dalam marketing strategy, yaitu price, product, place, dan promotion. Dalam hal ini, Mixue berhasil menggunakan empat tools tersebut dengan baik.
Pertama price, menurut Hartini kekuatan Mixue terletak pada harganya yang relatif murah. Dalam teori marketing strategy, hal itu disebut dengan penetration pricing.
“Memang Mixue ini sengaja merebut pasar-pasar es krim yang sudah ada dengan harga yang paling murah. Kita tidak tahu ke depannya kalau penetration pricing itu memang menawarkan harga yang paling murah atau nanti ketika kompetitor lain sudah tidak ada, pelan-pelan menaikkan harga,” jelasnya.
Selain penetration price, ia menyebutkan bahwa harga jual Mixue juga dipengaruhi karena perusahaan tersebut memiliki banyak cabang sehingga perusahaan tersebut memerlukan banyak kebutuhan untuk produksi. Hal tersebut membuat Mixue mencapai skala ekonomis sehingga laku keras dan biaya produksi menjadi lebih rendah.
“Misalnya, kita mau beli packaging-nya, kalau kita cuman memproduksi ratusan unit dengan memproduksi ribuan unit, harganya akan lebih murah ribuan unit. Kekuatan utamanya itu pricing murah, low cost, dan sistem franchise sehingga semua diurusi oleh masing-masing cabang,” ucap Hartini.
Kedua produk Mixue juga memiliki rasa yang tidak kalah dari produk-produk pesaing lainnya. Meskipun dijual dengan harga yang murah, Mixue justru berhasil membuat produk yang bagus dan mampu bersaing di pasaran.
Ketiga place, distribusi perusahaan Mixue berhasil mengandalkan kekuatan relationship atau kemitraan yang banyak sehingga tidak membutuhkan tempat yang mahal dan bagus, melainkan tempat yang ramai dan strategis sehingga hal itulah yang membuat ekspansi Mixue makin masif.
Terakhir mengenai promotion, Mixue menggunakan media social marketing seperti Instagram, Tiktok, dan sebagainya sehingga produknya mudah dikenal banyak orang dan viral.
Mixue-sasi berbeda dengan McDonaldisasi
Kemudian, guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) itu menjelaskan bahwa Mixue-isasi berbeda dengan McDonaldisasi meskipun keduanya sama-sama berekspansi sebagai franchise. Dalam hal ini, ekspansi Mixue lebih masif ketimbang McDonald karena harganya yang lebih murah sehingga orang lebih mudah untuk membuka gerai.
“Selain itu, saya rasa kalau McDonald dulu kita belum terbiasa makan roti dan kentang, itu dibuat orang jadi makanan yang biasa. Tapi, kalu es krim itu bukan makanan yang baru. Cara masuknya sama, tapi tetap keduanya berbeda,” ungkapnya.
Pada akhir, ia mengatakan, eksistensi Mixue tentu akan berdampak terhadap gerai-gerai es krim dan minuman lainnya yang sudah ada di Indonesia, meskipun setiap produk memiliki target pasar yang berbeda. Namun, jika pasar-pasar tersebut tidak dijaga, maka kemungkinan akan beralih ke Mixue.
“Terlebih kondisi saat ini semuanya serba viral dan krisis moneter sehingga semua orang memiliki sensitivitas harga yang tinggi. Jadi, perusahaan lokal harus berbenah, harus meng-create produk baru dan terus berinovasi,” tutupnya. (Yul)