Amandemen UUD 1945 ternyata semakin merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, amandemen bukan hanya sekedar mengganti pasal-pasal didalam UUD 1945 tetapi juga merubah aliran pemikiran , Aliran pemikiran Panca Sila telah dirubah menjadi Liberalisme Kapitalisme , hal ini tentu saja bukan hanya tidak sesuai dengan budaya dan kehidupan bangsa tetapi lebih jauh telah mengubur karater dan jati diri Bangsa Indonesia.
Akibat dari amandemen dan dirubah nya negara kekeluargaan menjadi perseorang maka telah terjadi penyelewengan terhadap tujuan bernegara, munculnya dinasti Politik, kemudian kekuasaan diperebutkan dengan model demokrasi liberal, pertarungan perebutan kekuasaan tentu saja didahului dengan saling serang, saling hina dan caci maki, tidak berhenti di situ maka uang menjadi segala-galanya.
Uanglah yang bisa membeli demokrasi, di sinilah terjadi perusakan mental bangsa secara akut dan menyeluruh, politik dengan biaya yang tinggi hingga menjadikan politikus melakukan segala cara, menghalalkan segala cara korupsi, kong kalingkong, saling sandra dan jauh dari martabat serta kehormatannya.
Bangsa ini sedang menuju keterpurukannya, hilangnya solidaritas sosial, hilang nya senasib dan seperjuangan, hilang nya kesetiakawanan sosial, dan semakin jauh tujuan “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Bagaimana tidak semakin menjadi jurang anta si kaya dan si miskin 0,20 % minoritas warga keturunan Tionghoa menguasai 70% lahan di Indonesia? Bagaimana bisa adil kalau 0,10% minoritas warga keturunan Tionghoa mengauasai 50% kekayaan Indonesia.
Tentu saja semua ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap pasal 33 UUD 1945, “Bumi dan air serta kekayaan yang ada didalam nya dikuasai Negara sebesar-besar nya untuk kemakmuran rakyat.”
Mana mungkin rakyat bisa makmaur kalau negara telah berlaku tidak jujur membiarkan minoritas menguasai kekayaan di negeri ini.
Para elite dan Pemerintah dan para pengamandemen UUD 1945 telah mengkhianati ajaran Panca Sila sebagai prinsip berbangsa dan bernegara .
Marilah kita resapi apa yang telah diuraikan oleh para pelaku sejarah pembentukan UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar bernegara .
Cuplikan dokumen Panitya 5. merumuskan pengertian-pengertian Pancasila yang terdiri dari lima orang:
1. Dr. H. Mohammad Hatta;
2. Prof. Mr. H. Ahmad Subardjo Djoyoadisuryo;
3. Mr. Alex Andrias Maramis;
4. Prof. Mr. Sunario;
5. Prof. Mr. Abdul Gafar Pringgodigdo.
Dibantu oleh 2 orang Sekretaris yakni: Drs. Imam Pratignyo dan Drs. Soerowo Abdulmanap.
Pada waktu kami merancang Undang-Undang Dasar 1945, kami telah dapat menyaksikan akibat-akibat dari susunan negara-negara Barat (Amerika Serikat, Eropah Barat). Dasar susunan negara-negara itu ialah perseorangan dan liberalisme. Segala sesuatu didasarkan atas hak dan kepentingan seseorang.
Ia harus bebas dalam memperkembangkan daya hidupnya di segala lapangan (ekonomi, sosial, budaya, agama dan lain-lain), sehingga meng-akibatkan persaingan maha hebat antara seseorang dengan orang lain, antara negara dan negara lain, berdasarkan egoisme yang hanya mengutamakan kepenting-annya, baik perseorangan maupun negara.
Hal demikian itu menimbulkan sistim Kapitalisme di mana seseorang memeras orang lain (explotation de l’homme par l’homme) dan Imperialisme, di mana suatu negara menguasai dan menjajah negara lain. Dalam pada itu tidaklah ada landasan moral yang dapat membatasi nafsu bertindak dan berbuat seseorang terhadap orang lain atau suatu bangsa terhadap bangsa lain.
Perang Dunia ke-I (1914-1918) adalah akibat yang nyata dari pandangan hidup Liberalisme, seperti yang diutarakan di atas tadi. Sistim tatanegara demikian itu yang mengutamakan kepentingan perseorangan dan kebebasan hidup tanpa landasan moral, menimbulkan keangkaramurkaan, membikin kacau-balaunya dunia lahir dan bathin, sebagai semangat perseorangan tersebut.
Maka dari itu, tatanegara, tata hukum dan pandangan hidup demikian itu, tidaklah sesuai dengan lembaga sosial dari masyarakat Indonesia asli, sehingga jelaslah bahwa susunan hukum negara-negara Barat, yang berlandaskan teori-teori perseorangan dari para ahli pemikir seperti Voltaire, Jean Jacques Rousseau, Montesquieu dan lain-lain dari Perancis serta John Locke, Hobbes, Thomas Paine dan lain-lain dari Inggeris dan Amerika, tidak dapat diambil sebagai contoh yang baik bagi Indonesia.
Demikian pula contoh yang diberikan oleh dasar susunan negara Sovyet-Rusia tidaklah cocok bahkan bertentangan dengan sifat masyarakat Indonesia yang asli. Tatanegara Sovyet-Rusia berdasarkan pertentangan kelas, menurut teori yang diajarkan oleh Mark, Engels dan Lenin, yakni teori ”golongan”.
Negara dianggap sebagai alat dari suatu golongan untuk menindas golongan lain, agar hanya suatu golongan saja yang memegang kekuasaan negara, yakni golongan kaum buruh (Dictatorship of the proletariat).
Teori ini timbul sebagai reaksi terhadap negara ”kapitalis” yang dianggap dipakai sebagai perkakas oleh kaum ”burjuis” untuk menindas kaum buruh. Kaum burjuis itu mempunyai kedudukan ekonomi yang paling kuat untuk menindas golongan-golongan lain, yang mempunyai kedudukan yang lemah. Maka perobahan negara Kapitalis menjadi negara Sosialis/Komunis menjadi dasar dan tujuan gerakan buruh internasional.
Dalam mencari dasar dan tujuan Negara Indonesia haruslah dilihat kenyataan struktur sosialnya, agar supaya negara dapat berdiri kokoh-kuat untuk bertumbuh sebagai ruang gerak bagi rakyat dengan ciri khas kepribadiannya. Adapun struktur masyarakat Indonesia yang asli tidak lain ialah ciptaan kebudayaan Indonesia oleh rakyatnya sejak zaman purbakala sampai sekarang.
Kebudayaan Indonesia itu ialah perkembangan aliran pikiran, yang bersifat dan bercita-cita persatuan hidup, yaitu persatuan antara dunia luar dan dunia bathin. Manusia Indonesia dihinggapi oleh persatuan hidup dengan seluruh alam semesta, ciptaan Tuhan Yang Maha-Esa, di mana ia menjadi makhluk-Nya pula. Semangat kebathinan, struktur kerokhaniannya bersifat dan bercita-cita persatuan hidup, persatuan antara dunia luar dan dunia bathin, segala-galanya ditujukan kepada keseimbangan lahir dan bathin itu, dia hidup dalam ketenangan dan ketentraman, hidup harmonis dengan sesama manusia dan golongan-golongan lain dari masyarakat, karena sebagai seseorang ia tidak terpisah dari orang lain atau dari dunia luar, dari segala golongan makhluk, segala sesuatu bercampur-baur dan bersangkut paut, berpengaruh-mem-pengaruhi.
Masyarakat dan tatanegara Indonesia asli, oleh karenanya kompak, bersatupadu, hormat-menghormati, harga-menghargai, dalam kehidupan sehari-hari sebagai suatu kolektivitas, dalam suasana persatuan. Sifat ketatanegaraan asli itu masih dapat terlihat dalam suasana desa, baik di Jawa, maupun di Sumatera dan kepulauan-kepulauan lain. Rakyat desa hidup dalam persatuan dengan pemimpin-pemimpinnya, antara golongan-golongan rakyat satu sama lain, segala golongan diliputi oleh semangat gotong-royong, semangat kekeluargaan.
Kepala desa atau kepala rakyat berwajib menyelenggarakan keinsyafan keadilan rakyat dan harus senantiasa memberi bentuk kepada rasa keadilan dan cita-cita rakyat. Oleh karena itu, kepala rakyat yang memegang adat, senantiasa memper-hatikan segala gerak gerik dalam masyarakatnya dan untuk maksud itu senantiasa bermusyawarah dengan rakyatnya atau dengan kepala-kepala keluarga dalam desanya, agar supaya pertalian bathin antara pemimpin dan rakyat seluruhnya senantiasa terpelihara.
Para pejabat negara, menurut pandangan tatanegara asli, ialah pemimpin yang bersatu-jiwa dengan rakyat dan para pejabat begara berwajib memegang teguh persatuan dan keseimbangan dalam masyarakatnya.
Jadi menurut pandangan ini negara ialah tidak untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan, akan tetapi menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai persatuan. Negara ialah suatu susunan masyarakat yang integral, segala golongan, segala bagian, segala anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan merupakan masyarakat yang organis. Yang terpenting dalam negara yang berdasar aliran pikiran integral, ialah penghidupan bangsa seluruhnya. Negara tidak memihak kepada suatu golongan yang paling kuat, atau yang paling besar, tidak menganggap kepentingan se-seorang sebagai pusat, akan tetapi negara menjamin keselamat-an hidup bangsa seluruhnya sebagai persatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan.
Pandangan ini mengenai susunan masyarakat dan negara berdasar ide persatuan hidup dan pernah diajarkan oleh Spinoza, Adam Müler, Hegel dan lain-lain di dunia barat dalam abad 18 dan 19 yang dikenal sebagai teori integralistik.
Berdasarkan kepada ide-ide yang dikemukakan oleh berbagai anggota dalam kedua sidang paripurna Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia itu tersusunlah Pembukaan U.U.D. 1945, di mana tertera lima azas Kehidupan Bangsa Indonesia yang terkenal sebagai Pancasila.
Pembukaan U.U.D. 1945 itu adalah pokok pangkal dari perumusan pasal-pasal berturut-turut dalam 16 (enambelas) Bab, 37 pasal saja ditambah dengan Aturan Peralihan, terdiri dari 4 (empat) pasal dan Aturan Tambahan, berhubung dengan masih berkecamuknya Perang Pasifik atau pada waktu itu disebut Perang Asia Timur Raya.
Karena telah tercapai mufakat bahwa U.U.D. 1945 didasar-kan atas sistim kekeluargaan maka segala pasal-pasal itu diselaraskan dengan sistim itu. Negara Indonesia bersifat kekeluargaan, tidak saja hidup kekeluargaan ke dalam, akan tetapi juga keluar, sehingga politik luar Negeri Indonesia harus ditujukan kepada melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan segala bangsa, perdamaian abadi dan keadilan sosial bagi segala bangsa.
Tugas Pemerintahan ke dalam negeri, berdasarkan Pancasila yang menjadi Ideologi Negara ialah:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa;
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3. Persatuan Indonesia;
4. Kerakyatan Yang dipimpin oleh Hikma kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan
5. Keadilan Sosial Bagi seluruh rakyat Indonesia .
Kelima asas itu menjadi dasar dan tujuan pembangunan negara dan manusia Indonesia. Telah diutarakan di atas bahwa pada umumnya manusia Indonesia telah memiliki sifat-sifat yang melekat pada dirinya sebagai ciptaan kebudayaan dan peradaban Indonesia dalam perkembangannya sejak dahulu kala sampai sekarang.
Maka tugas Pemerintah ialah terutama mengawasi agar ideologi Negara dijunjung tinggi dan dipatuhi oleh seluruh Bangsa Indonesia.
Karena Pancasila adalah Lima Asas yang merupakan ideologi negara, maka kelima sila itu merupakan kesatuan yang tak dapat dipisahkan satu sama lain.
Hubungan antara lima asas itu erat sekali, kait-mengkait, berangkaian tidak berdiri sendiri. Setiap warganegara Indonesia yang sadar akan ideologi negara harus dengan aktif mengambil bagian dan ikut serta dalam pembangunan susunan negaranya dan janganlah pembangunan itu melulu manjadi urusan Pemerintah belaka, yang terjadi jauh dari minat para warganegara.
Dalam usaha menyusun U.U.D. 1945 diingati pula dinamik masyarakat, dinamik kehidupan masyarakat dan Negara Indonesia yang hidup tumbuh dalam suasana Republik lahir-bathin; dalam suasana itu tumbuhnya memang cepat dan gerak-geriknya juga besar.
Oleh karena itu Undang-Undang Dasar 1945 yang disusun hanya dalam garis-garis besar saja agar mudah mengikuti dinamika masyarakat, jangan sampai ketinggalan jaman, jangan sampai dibikin Undang-Undang Dasar dan undang-undang lainnya menjadi lekas usang.
Disadari bahwa rencana-rencana yang dibahas dalam kedua sidang paripurna tersebut di atas, jauh dari sempurna.
Meskipun rumusan Undang-Undang Dasar 1945 yang dibuat dalam waktu yang serba singkat, namun disadari sedalam-dalamnya janganlah merumuskan Undang-Undang Dasar itu dalam bentuk yang bersifat kristalisasi, karena aturan yang tertulis itu mengikat.
Padahal dalam proses pertumbuhan masyarakat masih ada aliran-aliran yang bergerak-gerak dan tumbuh cepat.
Dalam pada itu yang terpenting dalam hidup bernegara ialah semangat, semangat para penyelenggara negara, para pemimpin pemerintahan, yang mematuhi Undang-Undang Dasar berdasarkan Pancasila.
Misalnya meskipun Undang-Undang Dasar dibuat yang kata-katanya bersifat kekeluargaan, akan tetapi jika semangat para penyelenggara negara, para pemimpin pemerintahan, semangat perseorangan tidak baik, Undang-undang itu tidak ada harganya.
Sebaliknya, meskipun Undang-Undang dasar itu tidak sempurna, akan tetapi jikalau semangatnya baik, betul-betul baik, berkobar, Undang-Undang Dasar itu tidak akan meng-halang-halangi jalannya negara.
Dalam menyusun Undang-Undang Dasar dalam garis-garis besar saja itu, dapat diikuti perkembangan, kehidupan masya-rakat dengan lebih mudah, karena untuk menyelenggarakan pokok itu dapat diselenggarakan dalam undang-undang dan peraturan-peraturan lain. (RED)
Ditulis Oleh: Prihandoyo Kuswanto
Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila