Jakarta, Perdana Menteri (PM) Belanda, Mark Rutte, menyampaikan permintaan maaf atas perbudakan masa lalu yang dilakukan negerinya terhadap wilayah-wilayah jajahannya. Sejarawan mengkritisi Pemerintah Republik Indonesia yang belum pernah bersikap resmi menanggapi permohonan maaf Belanda.
Menurut pengamat militer dan pertahanan Wibisono untuk nenyikapi peryataan perdana menteri Belanda tersebut, kita nggak pernah bersikap apa-apa secara resmi, harusnya pemerintah lewat kementerian luar negeri merespon dengan surat diplomatik untuk membahas permintaan ini, apa selanjutnya setelah permintaan maaf?, Apa hanya cukup dengan permintaan maaf?,” Ujar Wibisono menyatakan keawak awak media di Jakarta Sabtu (24/12/2022).
Lanjut Wibi, ini bukan pertama kali pemerintah Belanda menyampaikan permintaan maaf kepada Indonesia atas penjajahan di masa lalu.
“Sejak tahun 2020 tercatat sudah tiga kali permintaan maaf diungkap negeri bunga Tulip itu, imbuhnya
Terbaru, Pemerintah Belanda melalui Perdana Menteri Belanda Mark Rutte secara resmi meminta maaf atas tindakan perbudakan selama 250 tahun lalu, pada Senin (19/12/2022).
“Sejauh ini, Belanda masih menolak untuk mengeluarkan biaya reparasi atas tindakannya di masa lalu itu. Namun, Amsterdam telah menyiapkan hingga 200 juta euro (Rp 3,1 triliun) untuk biaya pendidikan,” kata wibisono
Sejarawan memperkirakan bahwa pada puncak kerajaan abad ke-16 hingga ke-17, pedagang Belanda mengirim hingga 600.000 orang Afrika yang diperbudak ke koloni Amerika Selatan dan Karibia seperti Suriname dan Curaçao. Beberapa juga disebut dikirimkan ke Afrika Selatan (Afsel) dan Indonesia.
Permintaan maaf resmi ini bagaimanapun telah menimbulkan kontroversi yang cukup besar. Beberapa negara yang terkena dampak mengkritiknya karena terburu-buru dan berpendapat bahwa kurangnya konsultasi dari Belanda menunjukkan sikap kolonial masih bertahan.
“Pemerintah Belanda mencatat bahwa hingga tahun 1814, lebih dari 600.000 wanita, pria, dan anak-anak Afrika yang diperbudak dikirim ke benua Amerika di bawah kondisi yang memprihatinkan oleh para pedagang budak Belanda.” Pungkas Wibisono