Belum Dirasakan Petani, Slamet Dorong Reformasi Pengelolaan Pupuk Bersubsidi

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi IV DPR RI yang membidangi Pertanian, Perikanan, Kehutanan dan Lingkungan Hidup (LH), drh Slamet menyoroti banyaknya permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan pupuk bersubsidi di tanah air selama Pemerintahan pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Berbagai permasalahan itu merujuk data 2015-2020 dimana pemerintah telah mengeluarkan dana melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Rp 244,2 triliun atau rata-rata Rp 48,84 triliun pertahun.

Namun, kenyataannya pengelolaan pupuk bersubsidi tersebut masih menyisakan Pekerjaan Rumah (PR) yang sangat banyak.

“Permasalahan yang paling umum adalah banyak petani yang belum merasakan adanya pupuk bersubsidi karena saat musim tanam tiba pupuk bersubsidi tiba-tiba langka,” kata Slamet dalam keterangan yang diterima awak media, Kamis (8/7).

Pada sisi lain, kata anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI tersebut, potensi distorsi, inefisiensi serta moral hazard ketergantungan petani terhadap harga pupuk murah sudah terlanjur sangat tinggi atau di atas jangkauan petani sehingga ketika terjadi kelangkaan pupuk, petani masih sulit beralih ke pupuk organik atau pupuk hayati.

Selain itu, segmentasi harga pasar antara pupuk bersubsidi dengan non subsidi juga sangat besar sehingga menyebabkan perilaku perburuan rente sangat mudah dijumpai. “Karena itu, reformasi pengelolaan menjadi suatu keniscayaan,” kata wakil rakyat dari Dapil IV Provinsi Jawa Barat (Kota dan Kabupaten Sukabumi-red).

Dikatakan dokter hewan lulusan Universitas Udayana Denpasar, Bali ini, reformasi pupuk nasional bisa dimulai dengan mendorong penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati sebagai pengganti pupuk kimia yang selama ini massif digunakan. Pemerintah juga dapat mencoba subsidi input dan output berdasarkan jenis komoditas yang perencanaannya dalam tahap pematangan.

Lebih lanjut dikatakan, penggunaan pupuk kimia yang sudah massif ternyata tak berbanding lurus dengan produksi pertanian khususnya beras secara nasional dimana data Kementerian Pertanian (Kementan)menunjukkan produksi Gabah Kering Giling (GKG) terus mengalami penurunan 2018-2020.

Penggunaan pupuk kimia juga mendorong terjadi land fatigue (kejenuhan) lahan pertanian yang dapat mengancam Keberlanjutan pertanian pangan kedepannya.

 

“Jika pengelolaan pupuk subsidi dapat dikelola dengan baik, perlahan-lahan mampu mengurangi ketergantungan terhadap pupuk kimia, mungkin kedepannya dana Rp 48 triliun subsidi ini bisa langsung diberikan kepada petani untuk meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas mereka,” demikian drh Slamet. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait