Beragam Warna Kehidupan Pasar

  • Whatsapp

“Cari apa kak? Mampir aja dulu ”
“Mau kue apa kak? Coba mampir aja “
“Cari make up apa mba?”
“Mau dibawain ga barangnya mba?”

Siang itu Pasar Tebet Barat tak terlalu ramai. Teriakan tawaran saling bersahutan dari para pedagang. Kios-kios penjual makanan cukup ramai karena bertepatan dengan waktu istirahat makan siang. Para pembeli makanan mayoritas berseragam, pegawai kantor sekitar sini.

Mungkin anggapan banyak orang mengenai pasar tradisional adalah pasar yang becek, penuh sesak, dan kotor. Anggapan seperti ini yang membuat mereka enggan berbelanja di pasar tradisional dan lebih memilih ke pasar swalayan. Padahal yang menjadi ciri utama dan kelebihan pasar tradisional adalah proses tawar menawar dan interaksi langsung dengan penjual. Tetapi, Pasar Tebet Barat adalah pasar tradisonal yang tak sepenuhnya mempunyai “anggapan” banyak orang itu seperti itu. Pasar Tebet Barat terletak di Jalan Tebet Barat Dalam Raya, Jakarta Selatan. Pasar ini dikelola oleh perusahaan daerah milik DKI Jakarta, PD Pasar Jaya.

Memang beberapa tempat di Pasar Tebet Barat masih becek, tapi itu blok penjual sayur, ayam, daging, dan ikan! Mau bagaimana lagi? Apa lagi yang diharapkan dari pedagang yang menjual barang yang “berair” seperti itu? Selebihnya sudah rapi, bersih dan cukup nyaman.

Hampir semua barang tersedia di sini. Dari pangan hingga sandang tersedia di sini. Tak hanya itu, pasar ini juga menjual mainan, alat tulis sampai makanan impor. Bahkan terdapat juga peercetakan di sini.

Ibu Salma, pemilik kios sembako. Kiosnya berada di atas lantai dasar. Tak hanya sembako, berbagai kue kering dan makanan impor dia jual. Kiosnya pun bersih dan tertata rapi.

Siang itu, wanita kelahiran 1974 ini sedang melayani pembeli. Dia dibantu oleh seorang laki-laki, karyawannya. Biasanya dia berjualan bersama suaminya, yang kebetulan saat itu sedang tidak ada. Dengan ramah dia melayani pembeli sambil sesekali mengobrol dengan akrab.

Ibu Salma telah berjualan di kios yang sama dari tahun 2003. Ketika ditanya mengenai sudah sebesar ini kiosnya ketika awal berdagang , dia menjawab, “Segini, tapi barangnya ga segini.” Pada awalnya dia hanya menjual sembako. Dia dan suaminya berusaha mengikuti perkembangan dengan menjual barang selain sembako, seperti kue kering dan makanan impor.

Dia menceritakan pengalamannya pada masa awal dia berdagang. Pada masa awal perjuangannya, dia mengalami kehilangan. Tas berisi uang dan kartu ATM hilang, dengan total kerugian yang tak sedikit. “Tas saya diambil sama orang beli dan nominalnya juga lumayan,” akunya.

Dari kegiatan berjualan ini memang mengalami pasang surut. Dari Ibu Salma kesulitan mencari pelanggan sampai sekarang ada beberapa artis yang menjadi pelanggannya. Memang kerja keras akan membuahkan hasil yang sebanding. Tak ada keberhasilan yang instan.

Kegiatan berdagang ini dilakukan oleh Ibu Salma untuk menghidupi keluarganya. Banyak hal yang ia miliki sekarang dari hasil jerih payahnya. Bahkan anak sulungnya, berkuliah di Univeristas Indonesia. Anak sulungnya mahasiswa di Fakultas Ilmu Komputer.

Sebelum Ibu Salma, beberapa pedagang bersikap kurang koperatif untuk diwawancarai. Beberapa ada yang hanya bersikap tidak ramah sampai langsung menolak. Ketika ditanyakan mengenai hal ini, Ibu Salma menjawab, “mungkin mereka takut bakal naik ke media atau apa. Ini kan menjelang puasa, harga pada naik. Kaya gula aja, pemerintah nyuruh jual Rp 12.500 per kilo , sedangkan kita dapet aja udah lebih dari segitu.”

Memang manusia sekarang terbuai modernisasi pada berbagai bidang, salah satunya pasar. Tiap jenis pasar memiliki kekurangan dan kelebihannya sendiri, termasuk pasar tradisional. Tanpa disadari, pasar tradisional juga berusaha mengikuti perkembangan yang ada, meski sering dipandang sebelah mata. Tetapi pengalaman berinteraksi dan seni tawar menawar hanya terjadi di sini. Jangan juga lupa banyak orang yang bergantung pada kegiatan di pasar tradisional seperti Pasar Tebet Barat. Jadi tak ada salahnya sesekali datang ke pasar tradisional dan memperbarui anggapan mengenai becek, penuh sesak, dan kotornya tempat ini.

Anisa Diniyanti
Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta
Jurusan: Teknik Grafika dan Penerbitan
Progaram Studi: Jurnalistik

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *