Beras dan Rokok Jadi Faktor Utama Inflasi Kemiskinan

  • Whatsapp

KUPANG, beritalima.com – Produksi makanan itu tidak bisa mengejar pertumbuhan penduduk, sehingga terjadi ketidakcukupan pangan. Maka tidak semua orang bisa mendapatkan pangan yang cukup.

Sehingga asumsinya adalah produksi harus ditingkatkan. Karena tidak cukup makanan maka produksi makanan harus ditingkatkan. “ Jadi masalah kemiskinan bukan kegagalan produksi tetapi kegagalan pasar. Pasar tidak berfungsi sedemikian, sehingga beberapa orang tidak mampu mengakses pangan secara ekonomi maupun secara fisik. Solusinya adalah bukan hanya soal produksinya lebih banyak tapi bagaimana orang bisa untuk mengakses. Cara pandang ketahanan pangan ini, kemudian melihat bahwa pangan ini adalah masalah kemampuan ekonomi,” kata Silvia Fanggidae saat membawakan materi tentang Perempuan dan Kedaulatan Pangan pada acara Diskusi Tematik “ Perempuan, Keadilan Pangan dan Media” yang diselenggarakan AJI Kupang bekerjasama dengan OXFAM di Kupang, 11 Juli 2017 lalu.

Dia mengatakan, Bank Dunia tahun 1986 bersamaan dengan Komisi Ketahanan Pangan menyatakan bahwa ketahanan pangan itu hanya bisa tercapai kalau semua rumah tangga memiliki kemampuan membeli pangan.Kalau dibandingkan dengan definsi UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pangan, kata Silvia, Ada ketersediaan aksesibilitas, kualitas, kecocokan budaya, tetapi hanya bisa tercapai kalau semuarumah tangga punya kemampuan membeli pangan.

Tidak ada hubungan antara kebutuhan pemenuhan sendiri. “ Artinya apakah kita swadaya beras, ubi dan jagung, tetapi tidak ada hubungan dengan ketahanan pangan selama tidak ada kemampuan untuk membeli pangan. Jadi urusannya adalah produksi bukan nomor satu, tetapi kemampuan membeli menjadi nomor satu, sehingga industri pangan itu berkembang luar biasa. Disini hukum pasar terjadi misalnya persediaan sedikit harga naik, sebaliknya kalau persediaan banyak maka harga murah,” kata Silvia menjelaskan.Misalnya Indomie yang bahanya terbuat dari gandum yang tidak ada di Dinas Pertanian.

Bahkan didatangkan dari Amerika dan Australia. Akhirnya pangan menjadi komoditi dan menjadi barang yang dijual beli. Makanya beras dan rokok menjadi dua faktor utama inflasi kemiskinan. “ Karena memang itu sama – sama komoditi saja kita beli, sehingga siapa yang punya uang banyak maka dia mampu membeli,” ujarnya. Kemudian menciptakan kondisi dimana walaupun pangan cukup, ekonomi bertumbuh, tetapi terjadi ketimpangan didalam mengakses. Tidak hanya didalam mengakses tetapi didalam memproduksi, sehingga tetap saja pangan ini tidak menjadi hak. Menurutnya, solusinya adalah jangan menyerahkan pangan ke pasar, atau pangn itu tidak boleh diterapkan sebagai komoditi melainkan diterapkan sebagai hak.

Sekretaris Dinas Pertanian Provinsi NTT, Miqdonth S. Abola mengatakan publikasi BPS pada 3 Januari 2017, bahwa penduduk miskin NTT mencapai 1.150.080 jiwa atau 22,01% (Urutan III Terbawa secara Nasional). Ketika hal ini diperdebatkan oleh banyak pihak ternyata angka – angka kemiskinan ini diperoleh dari menganalisis dua kelompok data penting yakni terkait dengan data kelompok bahan pangan, kedua kemisikian itu diukur dari kelompok non pangan.“ Kalau kita cermati kelompok bahan pangan, maka ternyata yang membuat kita miskin adalah beras.

Tetapi yang sangat menarik membuat kita miskin adalah kontribusi rokok, kata Miqdonth yang membawa materi tentang Kebijakan Pemerintah Provinsi NTT Tentang Kedaulatan Pangan. Dalam UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, jelas Miqdonth, persoalan pangan ditujukan untuk mencapai tiga hal sekaligus, yaitu kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan katahanan pangan. “ UU Pangan ini berupaya memberikan kewajiban kepada negara untuk menghormati, memenuhi, dan melindungi hak atas pangan warga negaranya,” katanya.

Terkait hal tersebut, Dinas Pertanian merumuskan beberapa kebijakan yang dilaksanakan olehpemerintah provinsi NTT dalam beberapa tahun kedepan, yaitu; 1) Pengembangan dan Pengawasan Perbenihan dan Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan, bantuan benih/bibit unggul, subsidi pupuk, alsintan, sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SLPHT), 2) Penguatan kelembagaan dan perbibitan, 3) Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produk tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, 4) Pengembangan industry hilir pertanian di pedesaan yang berbasisi kelompok tani untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian, 5) Pengembangan sarana prasaranan pertanian, 6) Penguatan akses petani terhadap Iptek, pasar, dan permodalan bunga rendah, dan 7) Mendorong minta investasi dan kemitraan usaha melalui promosi yang intensif dan dukunganiklim usaha yang kondusif.Untuk itu, upaya yang dilakukan kedepan adalah rehabilitasi jaringan irigasi, percepatan optimasi lahan, bantuan benih, bantuan pupuk, bantuan alsintan, dan pendampingan penyuluh. Dalam acara Diskusi Tematik ini dihadiri peserta sebanyak 27 orang, yang terdiri dari wartawan media cetak, elektronik, media online dan NGO. Sedangkan penanggap dalam diskusi tersebut, yakni Praktisi Media dan jurnalis, Ana Djukana, Akademisi, Zet Malelakh dan Pemerhati Isu Pangan, George Hormat Kulas. (L. Ng. Mbuhang)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *