SURABAYA, Beritalima.com | Seperti diketahui, berbagai permasalahan pertanian masih menjadi tantangan bagi petani untuk tetap bertahan dalam profesinya. Diantara permasalahan tersebut, antara lain mengenai ketidakseimbangan antara biaya selama tanam padi hingga panen dengan pendapatan yang diterima saat panen dan problem penyimpanan hasil panen saat terjadi musim panen (surplus gabah). Tentunya, persoalan pangsa pasar juga menjadi problem petani setiap panen. Bahkan, masih banyak petani mengeluhkan tempat penggilingan gabah yang tidak mudah didapat kecuali dengan cara menjual gabah besar dengan harga anjlok.
Potret kompetisi harga gabah yang dinilai kurang mendukung terwujudnya keuntungan bagi petani menjadi kendala dominan disamping akses pemasaran. Untuk itu, diperlukan solusi efektif mewujudkan peningkatan produktivitas pertanian dan sebaliknya, menekan biaya selama proses tanam hingga panen. Hal ini seperti disampaikan oleh aktivis perempuan, ning Lia Istifhama, disela panen raya bersama petani Watuagung, Prigen, Kabupaten Pasuruan, Sabtu (19/6) yang merupakan binaan pupuk cair Biotani. Hadir dalam panen raya, adalah Direktur Utama pupuk cair biotani, H. Muhammad Ali yang menyampaikan pentingnya penekanan biaya selama proses tanam hingga panen namun sebaliknya, peningkatan produktivitas gabah.
“Kami berharap petani jika menggunakan teknologi biotani yang berbahan organik, yaitu pupuk, penyubur tanaman, pembasmi jamur (fungisida organik), dan pestisida nabati, petani berhasil meningkatkan produktivitas dengan biaya jauh lebih murah dengan bahan kimia. Tujuan kehadiran Biotani adalah membantu petani lebih sejahtera”, jelasnya.
Sedangkan ning Lia menjelaskan bahwa upaya Biotani merupakan ikhtiar nyata membantu petani menemukan solusi dari permasalahan yang secara umum dialami mereka.
“Dengan teknologi biotani yang berbahan organik dan ramah lingkungan, tentunya kita berharap ini membantu petani bertahan menghadapi kompetisi harga, terutama dihadapkan harga beras impor. Semoga, segala bentuk upaya yang pro petani lokal, secara nyata mewujudkan kemandirian swasembada pangan,” ujar Doktoral Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya yang saat itu didampingi pengurus DPD Pertani HKTI Jatim, Fitriani Permatasari, Evana, dan Siti Fatimah Kurniasari. (red)