SUMENEP, beritalima.com| Seorang aktivis LSM anti korupsi di Sumenep, inisial MS, ditetapkan sebagai tersangka karena menuduh PT SMIP (pengelola perumahan BSA) menyerobot tanah pecaton desa dengan berkomentar di salah satu koran ternama di Madura (JPRM).
“Status saksi MS sebagaimana maksud pasal 311 ayat (1) KUH Pidana terhitung per 31 Mei 2021 berubah jadi tersangka sehubungan dengan tindak pidana penistaan melalui tulisan di koran Jawa Pos Radar Madura tanggal 27 November 2016,” jelas Supandi Syahrul sebagai pelapor dalam keterangan tertulis yang dilansir dari media matamaduranews.com Jumat (4/6/2021).
Kata Supandi, penyidik telah melakukan serangkaian penyidikan dan memperoleh dua alat bukti serta keterangan yang cukup dan meyakinkan untuk menaikkan status saksi MS jadi tersangka.
Dijelaskan, MS berkomentar di koran Radar Madura edisi Minggu, 27 November 2016 dengan judul berita Tanah Pecaton Tumbuh Perumahan.
Dalam berita tersebut, MS menuduh PT SMIP (pengelola perumahan BSA) mengambil 27 hektar tanah pecaton, tanpa tanah pengganti dan tanpa ada tukar guling.
Akibat dari tuduhan MS dalam berita itu, Supandi Syahrul-kuasa dari pengelola perumahan BSA melaporkan MS sebagai bentuk penistaan tanpa bukti.
“MS menista orang lain yang dimuat di media dengan menuduh PT SMIP (pengelola perumahan BSA) mengambil 27 hektar tanah pecaton, tanpa tanah pengganti, tanpa ada tukar guling. Tuduhan MS dalam berita itu yang menyebabkan MS dilaporkan pidana dan kini ditetapkan sebagai tersangka,” tambahnya.
Sementara itu, Kasubag Humas Polres Sumenep AKP Widiarti saat dikonfirmasi Mata Madura minta waktu untuk koordinasi dengan penyidik.
Namun AKP Widi membenarkan adanya surat keterangan status tersangka MS sebagai tim investigasi sebuah LSM. “Kalau dari suratnya benar,” jawab AKP Widi via WhatsApp, Jumat (4/6/2021).
Sedangkan Subagyo, SH kuasa hukum pengelola perumabahan BSA, menyatakan, tuduhan MS yang dimuat di koran Radar Madura ngawur karena tak berdasar data dan fakta.
“Tanah tukar guling yang dituduhkan itu sudah dilakukan dengan benar pada tahun 1997-1998 sesuai prosedur dari pemerintah. Pada 2018 juga sudah ada Putusan PN Sumenep, dimana majelis hakim telah datang dan melihat sendiri ke lokasi tanah pengganti. Semua tanah pengganti tersebut sdh terbit sertifikatnya masing-masing sejak 1998. Jadi, tuduhan Siddik yg diucapkan melalui koran Radar Madura itu jelas-jelas fitnah dan tidak berdasar,” terangnya kepada wartawan Jum’at.
Kata Subagyo, sebenarnya MS diberi kesempatan oleh penyidik untuk membuktikan tudingannya. “Sudah diiizinkan oleh penyidik untuk membuktikan. Namun tak bisa membuktikan. Dia sdh cukup lama kita tunggu untuk membuktikan, tapi tidak bisa dan tidak mengakui kesalahannya,” tambahnya.
Sebagai barang bukti yang telah disita penyidik guna memperkuat sangkaan kepada MS antara lain :
1. Sertifikat Hak Pakai sebanyak 3 buku milik 3 Desa. Sebagai bukti bahwa tanah pengganti ada. Tidak seperti yang dituduhkan MS dalam komentar.
2. Salinan Asli Putusan PN Sumenep No. 09/Pdt.G/2018/PN.Smp dan Putusan PN No. 09/Pdt.G/2018/PN.Smp tertangga10 Oktober 2018 yang membuktikan bahwa majelis hakim pernah melihat dan meninjau lokasi tanah-tanah pengganti yang oleh MS dituduh tidak ada.
3. Koran Jawa Pos Radar Madura Edisi 27 November 2016.
(**)