SURABAYA, beritalima.com | Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak menawarkan dua solusi kongkret dalam mengimplementasikan pemanfaatan Sistem Resi Gudang (SRG) di Jatim agar bisa berjalan lebih optimal.
Pertama, yakni memanfaatkan potensi Puspa Agro sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk bisa membantu gudang-gudang yang belum optimal. Kedua, bersinergi dengan pengelola resi gudang yang sudah menjalankan SRG secara optimal.
Hal tersebut ia sampaikan saat bertemu dengan Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) RI Jerry Sambuaga di Surabaya, Rabu (9/6) malam. Dalam pertemuan itu, Wagub Emil bersama Wamendag Jerry Sambuaga membahas implementasi pemanfaatan SRG di Jatim agar bisa berjalan lebih optimal lagi.
Pengelola-pengelola SRG tersebut, sambung Emil, sudah bertemu Wamendag untuk membantu SRG di Jatim yang belum optimal. Artinya, para pengelola diajak urun rembug untuk melihat apakah komoditas serta lokasinya bisa dimanfaatkan atau tidak untuk SRG. “Nantinya, kedua solusi ini akan kami perdalam kembali agar SRG di Jatim berjalan optimal,” jelasnya.
Masih menurut Emil, kurangnya implementasi pemanfaatan SRG karena berdasarkan hasil evaluasi Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan. Menurut Bappebti, saat ini lebih banyak SRG yang tidak beroperasi secara optimal dari pada yang beroperasi optimal.
Oleh karena itu, lanjut Wagub Emil, evaluasi Ini menjadi pekerjaan rumah bersama. Sebab, tujuan dibangunnya SRG untuk mensejahterakan petani. “Skema resi gudang punya potensi dan solusi bagi petani, utamanya saat harga tidak bersahabat,” ujar mantan Bupati Trenggalek tersebut.
Sementara berdasarkan data Bappebti, saat ini Kemendag telah membangun 123 gudang SRG yang tersebar di 105 kota/kabupaten di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 23 gudang berada di Jatim yang tersebar di 17 kabupaten. Dari 23 gudang itu, ada 15 gudang telah beroperasi dengan menerbitkan sebanyak 364 resi gudang senilai Rp. 96,61 miliar dan telah mendapatkan pembiayaan dari bank atau lembaga non bank senilai Rp. 56 miliar.
Sementara itu, Wamendag Jerry Sambuaga menuturkan, ada beberapa faktor kurangnya optimalisasi SRG di Jatim. Tantangan tersebut meliputi, pengelolaan, manajemen, kondisi gudang dan hal yang menjadi atensi lainnya seperti sosialisai dari pemerintah pusat maupun daerah kepada para petani terkait SRG.
“Karena mungkin masih ada masyarakat yang belum mengetahui konsep SRG ini. Bahkan mungkin ada yang sudah tahu tapi belum bisa memaksimalkan hal tersebut,” tuturnya.
Disampaikan Jerry, SRG adalah sebuah konsep yang mana izinnya dikeluarkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI. Gudang-gudang di daerah yang dibangun Kemendag RI dimaksudkan agar para petani dapat menyimpan komoditas mereka. Dengan begitu, petani tidak menjual komoditinya ketika harga sedang turun (tunda jual). Jika harga turun, otomatis petani mengalami kerugian. Kalau petani rugi sebagian masyarakat turut merasakan dampaknya.
“Petani salah satu ujung tombak untuk meningkatkan aktivitas perdagangan khususnya komoditas. Oleh karena itu, kita hadir memberikan solusi dengan cara menyimpan komoditi para petani di gudang,” ucapnya.
Selain tunda jual, kata Jerrry, manfaat lain dari SRG bisa dijadikan sebagai alat pinjaman. Para petani yang menyimpan komoditinya di gudang mendapat uang pinjaman dari bank. “Itu salah satu bentuk solusi yang saya pikir bisa dioptimalkan tentunya dengan sinergi Pemprov Jatim yang selama ini mendukung kita,” pungkasnya.
Sesuai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 33 tahun 2020, setidaknya, ada 20 komoditas yang bisa di SRG kan. Yakni beras, kopi, teh, gula, gabah, garam, gambir, kakao, timah, lada, bawang merah, rumput laut, pala, kedelai, gula kristal, rotan, jagung, kopra, ikan dan ayam beku karkas. Beberapa komoditas ini bisa disimpan dengan jangka waktu 3-6 bulan.
Tingkatkan Ekspor Porang
Meski SRG masih belum begitu optimal, Wagub Emil menyampaikan, bahwa ada salah satu komoditi di Jatim yang dapat dioptimalkan, yakni dari sektor holtikultura. Namun, kendalanya ada di qualify assurance (jaminan mutu).
“Makanya kita ingin memaksimalkan SRG. Karena tidak bisa SRG diterbitkan jika qualify assurance tidak memiliki standarisasi,” jelasnya.
Wagub Emil mencontohkan, ada beberapa sentuhan teknologi seperti penyinaran tertentu yang diperlukan untuk mengekspor holtikultura ke Jepang. “Kalau sudah bisa menerapkan standarisasi mutu, insyaallah komoditas-komoditas lain bisa mengikutinya ke arah ekspor, salah satunya ekspor porang,” tambahnya.
Menurut Emil, Gubernur Jatim sudah memberi atensi khusus untuk komoditi Porang. Bahkan, menyampaikan kepada Presiden Jokowi bahwa Porang memiliki peluang yang besar. “Porang menguntungkan petani kecil. Jadi, mudah-mudahan ada sistem tata niaga yang menguntungkan petani kecil. Jangan sampai terjadi korporitasi berlebihan terhadap pertanian Porang,” tegasnya.
“Kita bisa bersinergi mengidentifikasi pasar yang sudah didobrak dan Jatim harus peka memanfaatkan peluang tersebut,” imbuhnya.
Terkait Porang, Wamendag Jerry Sambuaga menambahkan, beberapa hari lalu, asosiasi Porang menemui Mendag RI. Mereka menyampaikan aspirasi terkait peningkatan ekspor Porang. Salah satu target negara yang menerima ekspor Porang adalah Tiongkok.
“Kalau tidak salah hampir 70 persen, Tiongkok mengambil porang kita. Saya pikir ini bentuk keberpihakan kita mencari produk-produk yang potensial untuk ekspor,” katanya.
Hanya saja, lanjut Jerry, ada hal teknis yang perlu diselaraskan bersama Pemerintah Tiongkok dan Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kemendag. Yakni memastikan Harmonized Commodity Description and Coding System (HS Code) agar tepat sasaran.
“Tujuannya merekam berapa banyak produk yang diekspor, lalu sertifikasi yang dilakukan oleh custom dan saat ini sedang on progres. Ketika itu semua sudah rampung, saya yakin Porang semakin banyak diminati di pasar global,” tandasnya.(*)