Bertentangan Dengan Konstitusi, Mulyanto Minta PLN Jangan Unbundling Listrik

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI setuju dan mendukung aspirasi Masyarakat Konsumen Listrik Indonesia (MKLI) yang meminta PLN tidak memisahkan usaha pembangkit dan pendistribusian listrik (unbundling) dalam melayani masyarakat.

PKS sepakat, praktik unbundling pengusahaan ketenagalistrikan bertentangan dengan konstitusi. Untuk itu, PKS mengupayakan kedudukan peran dan fungsi PLN tetap seperti sekarang, melayani masyarakat di bidang kelistrikan mulai dari hulu (pembangkit) hingga hilir (distribusi).

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI bidang Pembangunan dan Industri, Dr H Mulyanto ketika menerima aspirasi MKLI secara virtual di Jakarta. Aspirasi disampaikan Ketua MLKI, Ahmad Daryoko yang didampingi pengurus MLKI lainnya.

Dikatakan, Fraksi PKS DPR RI sepakat dengan MKLI, mendesak Pemerintah agar tidak melaksanakan unbundling pengusahaan listrik dan menyerahkannya kepada pihak swasta.

Amanat UUD 1945 pasal 33 ayat (2) sangat jelas, cabang-cabang ekonomi yang penting bagi masyarakat dikuasai Negara termasuk listrik. “Dan, PLN representasi dari Negara dalam pengelolaan dan pengusahaan listrik untuk kepentingan umum,” kata dia.

Mulyanto setuju kalau pasal 10 ayat (2) UU No. 30/2009 tentang Ketenagalistrikan yang menyatakan ‘usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara terintegrasi, dihapus kata dapatnya. “Ini akan lebih jelas dan tegas,” kata dia.

Mulyanto minta masyarakat menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan, pasal 10 ayat 2 UU Ketenagalistrikan bertentangan dengan UUD 1945, secara bersyarat dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

MK menegaskan, pasal dan ayat itu dinilai bertentangan dengan konstitusi apabila diktum tersebut menjadi pembenaran praktik unbundling dalam usaha penyediaan tenaga listrik dan menghilangkan kontrol negara sesuai dengan prinsip dikuasai negara.

“Jadi, MK tidak membatalkan pasal 10 ayat 2 di atas, ayat itu menjadi bententangan dengan Konstitusi secara bersyarat, yakni bila dibenarkannya praktik unbundling dan hilangnya prinsip dikuasai Negara.

Pada sisi lain, keputusan MK itu justru menegaskan, dalam pengusahaan ketenagalistrikan nasional tidak dibenarkan adanya: (1) praktik unbundling, dan (2) hilangnya kontrol negara sesuai dengan prinsip dikuasai negara.

Soalnya, praktik unbundling akan mengarah kepada hilangnya kontrol negara sesuai dengan prinsip dikuasai negara, itu bertentangan dengan UUD 1945. “Kita segaris dengan MKLI dan akan memperjuangkan soal ini,” demikian Mulyanto. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait