Jakarta | beritalima.com – Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana menyebutkan bahwa total anggaran BGN tahun depan, ditetapkan sebesar Rp 268 triliun. Jumlah tersebut meningkat sekitar Rp 50,1 triliun dibandingkan pagu indikatif sebelumnya yang senilai Rp 217,8 triliun.
Jumlah itu dia laporkan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dengan Komisi IX DPR RI, di Jakarta, Senin (15/9).
“Ini berdasarkan Surat Bersama Pagu Anggaran Menteri Keuangan dan Menteri PPN atau Kepala Bappenas, total anggaran tahun 2026 untuk Badan Gizi Nasional sebesar Rp 268 triliun. Jadi, meningkat Rp 50 triliun dari pagu indikatif,” ucap Dadan.
“Jadi pada pagu indikatif kita akan mendapatkan Rp 217.860.184.715.000 menjadi Rp 268 triliun dan ini bertambah kurang lebih Rp 50.139.815.285.000,” sambung dia.
Dia menjelaskan, dana tersebut akan dialokasikan untuk Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang ditujukan kepada penerima manfaat anak sekolah sebesar Rp 34.492.076.463.000. Kemudian banper untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita sebesar Rp 3.187.028.981.000.
Selain itu, anggaran tambahan juga dialokasikan untuk belanja pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) sebesar Rp 3,9 triliun, digitalisasi MBG senilai Rp 3,1 triliun, serta promosi, edukasi, kerja sama, dan pemberdayaan masyarakat sebesar Rp 280 miliar. Dadan juga menyebut ada tambahan Rp 700 miliar untuk pemantauan dan pengawasan yang akan dilaksanakan oleh BPOM.
Sementara itu, Rp 412,5 miliar akan dipakai untuk sistem dan tata kelola, termasuk pemanfaatan data status gizi yang dikelola Kementerian Kesehatan dan Badan Pusat Statistik (BPS). Adapun kebutuhan untuk koordinasi penyediaan dan penyaluran, termasuk gaji akuntan, ahli gizi, serta pelatihan penjamah makanan di setiap SPPG, dialokasikan sebesar Rp 3,8 triliun.
Secara klasifikasi, 95,4 persen anggaran atau sekitar Rp 255,5 triliun difokuskan untuk program pemenuhan gizi nasional, sementara 4,6 persen atau Rp 12,4 triliun untuk program dukungan manajemen.
Jika dilihat berdasarkan fungsi, 83,4 persen anggaran dialokasikan ke fungsi pendidikan senilai Rp 223,5 triliun, 9,2 persen ke fungsi kesehatan Rp 24,7 triliun, dan 7,4 persen ke fungsi ekonomi Rp 19,7 triliun. Sementara dari sisi belanja, 97,7 persen merupakan belanja barang, 1,4 persen belanja pegawai, dan 0,9 persen belanja modal.
“Jika dikategorikan berbasis anggaran operasional dan non-operasional, maka 2,9 persen itu operasional, sementara 97,1 persen non-operasional,” pungkas Dadan.
Jurnalis : Dedy Mulyadi






