SURABAYA, beritalima.com – Persis yang dikeluhkan masyarakat, sama dengan yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, dari Kantor Bank Indonesia (BI) Jatim juga terlontar bahwa inflasi kali akibat tarif listrik.
Inflasi di Jawa Timur pada bulan Juni ini diperkirakan mencapai 0,77 hingga 0,87 persen, naik dibanding bulan Mei. Kenaikannya dipengaruhi kenaikan tarif listrik untuk pelanggan 900VA, disamping kenaikan harga bahan pokok jelang puasa dan lebaran.
Kepala Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan Bank Indonesia Jawa Timur, Taufik Saleh, mengatakan, inflasi Jawa Timur pada Mei 2017 tercatat sebesar 0,48% (mtm).
Secara bulanan menempati posisi ketiga terendah di kawasan (setelah Jawa Barat), ditopang oleh koreksi yang relatif lebih dalam dibandingkan kawasan untuk beberapa komoditas di kelompok volatile food dan inti, yaitu bawang merah, emas perhiasan dan tarif pulsa.
“Bank Indonesia Jawa Timur memperkirakan inflasi pada bulan Juni 2017 berada pada kisaran 0,77-0,87% (mtm), didorong dampak lanjutan penyesuaian tarif listrik 900VA yang diberlakukan di Mei 2017 pada pelanggan pasca bayar,” kata Taufik.
“Selain kenaikan tarif listrik, juga karena kenaikan tarif angkutan, serta kenaikan harga beberapa komoditas pangan strategis dan makanan jadi menjelang Hari Raya Idul Fitri 2017,” tambahnya di sela acara Bincang-Bincang Media (BBM) dan buka bersama di Kantor BI Jatim, Kamis (08/06/17).
Menyikapi potensi meningkatnya tekanan harga pada Ramadhan dan menjelang Lebaran, lanjut dia, TPID Jawa Timur secara proaktif melakukan berbagai langkah antisipati guna menjaga stabilitas harga.
Lebih lanjut Taufik mengatakan, dengan adanya aksi “pengawalan harga-harga komoditas strategis” oleh TPID Jatim, TPID Jatim optimis gejolak harga dapat diredam sehingga inflasi Jatim dapat terjaga rendah dan stabil.
“Bank Indonesia menghimbau pada masyarakat untuk turut berperan aktif dalam menjaga stabilitas inflasi di Jawa Timur yaitu dengan tidak panic buying dan membeli barang secukupnya, sehingga dapat meminimalisir potensi risiko spekulasi dalam mempermainkan harga,” terangnya.
Kepala Divisi Pengembangan Ekonomi BI Jatim, Dery Rossianto, mengatakan, sampai dengan akhir tahun 2017 masih terdapat beberapa potensi risiko inflasi yang perlu diwaspadai.
Pertama, penyesuaian administered prices, terutama kenaikan harga BBM non subsidi sejalan dengan tren kenaikan harga minyak dunia.
Kedua, risiko kenaikan harga volatile food terutama beras yang diperkirakan memasuki musim tanam pada triwulan-IV.
Ketiga, risiko kenaikan harga komoditas di kelompok inti sebagai dampak lanjutan dari penyesuaian administered price dan meningkatnya permintaan menjelang HBKN (Natal dan Tahun Baru).
“Namun dengan upaya yang dilakukan oleh TPID Provinsi Jawa Timur, inflasi diperkirakan dapat terjaga pada level 4 +/- 1%,” ujarnya. (Ganefo)