Bila Hasil KLB Sibolangit Disyahkan Kemenkumham, Pengamat: Huhungan SBY-Jokowi Memanas

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Hubungan Presiden 2004-2009 dan 2009-2014, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama ini relatif baik. Selama Jokowi berkuasa, SBY tak pernah secara frontal mengkritik presiden yang secara estafet menggantikan posisi Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu dalam pemerintahan.

Saat Jokowi maju pada Pilpres 2014, kata Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Institut Ilmu Sosial Ilmu Politik (IISIP) Jakarta 1996-1999 tersebut ketika bincang-bincang dengan Beritalima.com di Jakarta, Jumat (12/3) pagi, SBY juga tidak menyudutkan Jokowi. Bahkan SBY membebaskan kader Partai Demokrat untuk memilih Jokowi atau Prabowo.

Bila saat itu SBY meminta kadernya memilih Prabowo, kemungkinan besar Jokowi tidak terpilih sebagai presiden. Namun, dengan netralnya SBY, sebagian kader Partai Demokrat memilih dan turut mengantarkan Jokowi menjadi presiden 2014-2019.

Memang, kata pengamat politik dari Universitas Esa Unggul Jakarta ini, pernah ada masalah antara SBY dengan Jokowi. Saat itu SBY difitnah mendanai kegiatan suatu demo. Namun, hal itu dapat mereka selesikan dengan datangnya SBY menemui Jokowi di Istana.

Kalau ada kritik yang dilayangkan SBY, lanjut laki-laki yang akrab disapa Jamil tersebut, hal itu bukan disasar kepada pribadi Jokowi. SBY lebih mengeritik kebijakan pemerintahan Jokowi. Kritik SBY selalu memberi solusi, sehingga kritiknya bersifat konstruktif.

Jadi, ungkap Jamil, pengajar Isu dan Krisis Manajemen, Metode Penelitian Komunikasi, Riset Kehumasan tersebut, dari sisi SBY tampaknya tidak ada persoalan yang prinsif dalm hubungannya dengan Jokowi. SBY tampak berupaya menghormati Jokowi sebagai Kepala Pemerintahan dan Kepala negara.

Namun, kata Jamil, hubungan yang harmonis tersebut bisa saja memanas bila Jokowi mensyahkan hasil KLB Deli Serdang. Sebab, dengan kasat mata KLB ini tidak memenuhi dasar hukum baik UU Partai Politik maupun AD/ART Partai Demokrat.

“Kalau Jokowi melalui Menteri Hukum dan HAM mensyahkan hasil KLB Deli Serdang, maka keberpihakan pemerintah sulit untuk dibantah. Hal ini kiranya akan memicu kemarahan SBY terhadap Jokowi. Bila hal itu terjadi, hubungan SBY dengan Jokowi bakal memanas. Ini tentu saja dapat memicu konstelasi politik nasional akan semakin tidak terkendali.”

Panasnya hubungan SBY dan Jokowi akan membahayakan kondusivitas politik nasional. Kemarahan pendukung SBY akan sulit untuk dikendalikan.
Suka atau tidak, baik Jokowi maupun SBY sama-sama memiliki banyak pengikut. “Kalau para pengikut kedua belah pihak turut terlibat dalam konflik tersebut, akan semakin kacaulah politik nasional.” kata Jamil.

Kekacauan tersebut bakal semakin meluas, bila kelompok pro demokrasi turut terlibat. Pihak pro demokrasi tampaknya lebih berpihak kepada Partai Demokrat. Keberpihakan karena mereka melihat ancaman demokrasi di Indonesia begitu nyata. Mereka ini, selain militan, juga punya basis massa yang sangat besar.

Jadi, kalau hubungan SBY dengan Jokowi memanas, dikhawatirkan terjadi eksklasi kekacauan politik dalam jangka panjang. Hal ini tentu tidak kita inginkan, sebab akan merugikan bangsa dan negara tercinta.

“Karena itu, Jokowi harus bijak dalam melihat hasil KLB Deli Serdang, agar hubungan baiknya dengan SBY selama ini tetap terjaga. Ini akan membuat politik nasional tetap kondusif, sehingga bangsa ini dapat fokus mengatasi Covid-19 dan terpuruknya ekonomi nasional,” demikian Muhammad Jamiluddin Ritonga. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait