Bisa Picu Krisis Politik, Anis: Aksi Kekerasan Aparat Harus Dihentikan

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Aksi kekerasan yang dilakukan oknum aparat keamanan terhadap warga terutama dalam penyekatan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Jawa-Bali untuk memutus mata rantai penularan pandemi virus Corona (Covid-19) di tanah air dapat memicu kritis politik.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Muhammad Anis Matta dalam keterangan pers yang diterima awak media, Sabtu (17/7) siang menyatakan prihatin, kecewa dan sedih menyaksikan berbagai tindakan kekerasan kepada warga oleh aparat keamanan.

“Apapun alasan tindakan kekerasan seperti itu tak akan berujung dengan hasil yang baik. Warga kita sekarang ini, sedang menghadapi tekanan hidup yang berat,” ungkap wakil Ketua DPR RI Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Kokesra) 2009-2014 tersebut.

Menurut Anis,  masyarakat saat ini sedang menghadapi tekanan hidup yang sangat berat. Tindakan kekerasan tersebut, akan menciptakan suasana jiwa sangat buruk yang akan menambah kesedihan kecemasan, ketakutan dan frustrasi masyarakat.

 

“Ini semua bisa berkembang menjadi kemarahan dan akhirnya menjadi ledakan sosial yang tidak terkendali dan sangat mungkin juga bahkan berkembang menjadi krisis politik,” kata politisi senior tersebut.

Hal tersebut, kata Anis, tentu saja tidak diinginkan semua pihak, sebab pandemi Covid-19 telah berkembang menjadi krisis ekonomi hingga menjadi krisis berlarut.

Ini tentu saja memberikan beban yang berat bagi pemerintah, apalagi rakyat secara keseluruhan.

“Jangan sampai beban yang sudah begitu berat tersebut ditambah aparat keamanan dengan kemarahan rakyat, yang bisa berujung pada ledakan sosial dan krisis politik,” kata Anis.

Agama Islam, lanjut Anis, telah mengajarkan pentingnya kelembutan dalam menyelesaikan segala urusan, daripada menonjolkan kekerasan karena akan menyebabkan kerusakan sehingga semua pihak perlu mencari ilham dalam mengatasi masalah  pandemi Covid-19 ini.

Sebab, pandemi Covid-19 tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi di seluruh belahan dunia.

“Kelembutan membuat tujuan kita tercapai, sedangkan kekerasan akan membuat tujuan tidak tercapai. Dengan kelembutan, kita akan mendapatkan pahala, sementara kekerasan akan membuat kita berdosa,” kata dia.

Karena itu, pria kelahiran Welado, Bone, Sulawesi Selatan, 7 Desember 1968 itu berharap agar aparat mengedepankan akhlak dan kelembutan dalam menegakkan aturan disipilin PPKM Darurat, serta meninggalkan tindakan kekerasan.

 

“Tidak ada di antara kita yang bisa memprediksi, memperkirakan kemana krisis ini mengarah dan kapan akan berakhir. Semua dilanda ketakutan, kemarahan dan frustasi. Khususnya kepada para aparat, berlaku santulah dan lembut kepada rakyat yang sedang menghadapi tekanan hidup yang sangat berat,” tegas Anis.

 

Seperti diketahui, penolakan dan kericuhan yang melibatkan aparat dan warga masih kerap terjadi sebagai buntut dari penegakan disiplin PPKM Darurat,  yang akan berakhir Selasa (20/7).

 

Di Jawa Timur, Sabtu (10/7), puluhan warga menyerang petugas yang melakukan patroli protokol kesehatan di Kecamatan Kenjeran, Surabaya.

Peristiwa berawal saat petugas menemukan satu warung yang masih buka melebihi ketentuan jam malam.

Alhasil petugas memberikan sanksi penyitaan KTP dan tabung LPG 3 kg di warung tersebut.

Warga sekitar pun langsung bereaksi. Mereka menolak dengan meneriaki petugas dengan kata-kata kasar. Mereka bahkan melempar dan menyerang mobil operasional petugas.

 

Kericuhan selama penertiban PPKM Darurat bahkan terjadi sejak berlaku 3 Juli 2021. Sejumlah pedagang di Pasar Klitikan, Notoharjo, Solo, Jawa Tengah sempat mengintimidasi petugas Satpol PP yang melakukan penertiban PPKM Darurat, Minggu (4/7).

 

Para pedagang menolak kegiatan jual-belinya karena dinilai melanggar aturan dan terlibat cekcok dengan petugas. Hari pertama pemberakuan

PPKM Darurat bahkan penolakan penertiban itu terlihat di beberapa titik penyekatan.

Misalnya, di pertigaan Lampiri, Kalimalang, Jakarta Timur.

Titik yang menjadi perbatasan antara Bekasi ke Jakarta itu dipadati pemotor yang menolak disekat petugas. Mereka berdebat dengan aparat yang berjaga dan membuat kemacetan yang sangat panjang. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait