SURABAYA, beritalima.com | Kasus positif Covid-19 di Jawa Timur terus meningkat. Bahkan saat ini bertambah 381 kasus, sehingga total menjadi 37.093 kasus.
Sementara itu, pasien sembuh bertambah 311 orang. Sedangkan pasien meninggal dunia akibat Covid-19 berjumlah 2.688 orang atau 7,25 persen dari kasus kumulatif.
Melihat kondisi seperti itu, Jawa Timur untuk menuju kembali ke era ‘normal’ masih sangat sulit. Pasalnya, “Kasusnya naik terus. Mustinya belum bisa ‘new normal’,” ungkap Ketua Gugus Kuratif Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur, dr Joni Wahyuhadi.
Penularan virus Corona di Indonesia, khususnya di Jawa Timur, semakin hari semakin bertambah. Bahkan, hingga saat ini Pemprov Jatim terus mematangkan konsep new normal, yang basis utamanya pada penerapan protokol kesehatan yang ketat, yang memiliki tiga indikator, di antaranya epidemiologi, sistem kesehatan, dan surveilans.
Menurut Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, ada indikator lain menuju new normal, yakni peningkatan surveilans. Dari total lab yang ada harus dilaporkan setiap hari oleh masing-masing daerah. Dan, daerah yang bisa melaksanakan new normal bisa dilihat dari peta sebaran yang dikeluarkan oleh Gugus Tugas Pusat. Lewat peta sebaran inilah bisa diketahui suatu daerah berada di posisi risiko tinggi, sedang atau rendah, bahkan sudah tidak terdampak.
Disebutkan, pandemi harus bisa merubah pola hidup. Untuk mengurangi atau meminimalisir penyebaran Covid-19, peran masyarakat sangat dibutuhkan. Masyarakat harus mengubah pola hidup kita.
Untuk itu, pemerintah harus ada tindakan tegas bagi para pelanggar aturan. Pasalnya, pandemi alias wabah ini sudah tidak lagi bersifat lokal, tetapi sudah global, bahkan tersebar ke seluruh penjuru dunia.
Sejak akhir tahun 2019, virus yang awalnya tersebar di Wuhan, China, ini dengan cepat menular ke 209 negara termasuk Indonesia. Karena itu, masyarakat sendiri, meski tidak diberlakukan PSBB, protokol kesehatan harus dilakukan. Pencegahan penyebaran Covid-19 ini butuh kesadaran masyarakat.
Hingga sekarang kapan berakhirnya penyebaran Covid-19 masih belum menentu. Berbagai aturan sudah dibuat. Pemerintah telah mengeluarkan aturan yang didasarkan pada Undang-undang (UU) Bencana dan UU Kesehatan.
Pengembangan aturan itu dari Kementerian Kesehatan dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (Kemenkes dan BNPB) turun ke seluruh daerah di tanah air. Untuk menindaklanjuti aturan di Pemerintah Pusat, di tiap provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia, para kepala daerah mengeluarkan lagi aturan pelaksanaan berupa Pergub (Peraturan Gubernur), Perwali (Peraturan Walikota) dan Perbup (Peraturan Bupati).
Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Windhu Purnomo, menyampaikan berdasarkan laporan kasus yang diumumkan setiap hari ada yang naik dan turun, sedangkan puncak pandemi Covid-19 hanya bisa diketahui melalui kurva epidemiologi, bukan laporan kasus harian. Sebab, tingginya kasus harian itu bisa saja dimungkinkan oleh penumpukan spesimen dan hasil tes.
Penumpukan spesimen itu terjadi karena ketersediaan reagan yang terbatas. Dan yang harus dilihat ya kurva epidemiologi dengan melihat kurva harian yang didasarkan pada onset, yaitu tanggal ketika orang positif pertama kali merasakan gejala.
Melihat kondisi saat ini, harusnya Jawa Timur jangan menerapkan New Normal sebelum masyarakat benar benar sadar akan bahaya virus Corona. Dan juga sebelum kurva epidemiologi virus benar benar turun. (Red)