SIDOARJO, beritalima.com | Sosialisasi Kegiatan Promosi dan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting Pada Masyarakat di Wilayah Khusus juga pernah digelar BKKBN Jatim bersama DPR RI di Sidokumpul, Sidoarjo, pada 22 Oktober 2022.
Anggota Komisi IX DPR RI H. Sungkono pada waktu itu mengatakan, mengatasi permasalahan stunting sangatlah penting, karena tidak mudah menciptakan generasi hebat dan unggul. Harus ada keterlibatan negara, salah satu contohnya dengan cara melakukan sosialisasi seperti sekarang ini.
Dikemukakan, DPR dan pemerintah melalui Anggaran Pembangunan dan Belanja Nasional (APBN) akan lebih diperbanyak untuk mengatasi permasalahan stunting di masyarakat. Menurutnya, stunting bukan masalah sederhana. Namun, stunting bisa dicegah dengan berbagai cara dan bersama-sama.
Koordinator Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi (Adpin) BKKBN Jawa Timur Sofia Hanik mengatakan, saat ini berdasarkan SSGI tahun 2021 prevelansi stunting Jatim adalah 23,5%. Walaupun telah berada di bawah rata-rata nasional, namun angka ini masih melebihi angka aman yang ditetapkan WHO, yaitu di bawah 20%.
Terkait program Bangga Kencana, kata Hanik, adalah singkatan dari Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana. BKKBN berharap, keberhasilan program KB di Jawa Timur juga diimbangi dengan kelahiran generasi yang berkualitas, zero stunting.
Sofia menambahkan, jika bisa menekan pertumbuhan penduduk, maka diharapkan kualitas SDM lebih baik, apalagi Indonesia punya cita-cita memiliki Generasi Emas Tahun 2045.
Berbagai upaya dilakukan BKKBN Jatim dalam upaya percepatan penurunan stunting, diantaranya melalui berbagai kegiatan dengan pendekatan siklus hidup, mulai dari remaja, calon pengantin, ibu hamil, keluarga baduta, keluarga balita.
“Pendampingan keluarga beresiko stunting oleh Tim Pendamping Keluarga terus dilakukan di Jawa Timur untuk mencegah jangan sampai ada anak yang dilahirkan dalam kondisi stunting,” terang Sofia. Prekonsepsi tidak memerlukan biaya, cukup memeriksakan kesehatan sebelum menikah dan bisa juga melalui aplikasi Esimil (elektronik siap nikah dan hamil),” ujarnya.
Dikatakan, kondisi stunting itu gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi penyakit berulang, terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) atau sejak janin hingga anak berusia dua tahun. Penyebabnya, gangguan pola makan, pola asuh, dan 4sanitasi, sehingga harus ada peran ibu dan ayah secara bersamaan agar pola asuh anak sempurna.
Kabid KBKKBN Dinas DP3AKB Sidoarjo Rahmat Satriawan mengatakan, pemerintah berusaha untuk menekan angka stunting dari hulu, yaitu dari saat remaja putri diberi sosialisasi kesehatan reproduksi, lalu juga soal sanitasi tentang memiliki jamban.
Bahkan pemerintah juga berupaya agar daerah-daerah yang menjadi lokus stunting segera membenahi masalah sanitasinya. “Nanti akan ada pendampingan dari TPK desa yang terdiri dari unsur PKK, kader KB dan bidan desa,” jelasnya.
Rahmat menuturkan, dari audit lokus-lokus stunting di Kabupaten Sidoarjo beberapa waktu lalu diketahui bahwa penyebab stunting tidak hanya karena minimnya asupan nutrisi, tapi juga pola asuh dan sanitasi.
Disebutkan, saat ini Kabupaten Sidoarjo memiliki 4.812 TPK yang akan mendampingi calon pengantin, ibu hamil, ibu pasca bersalin dan keluarga yang memiliki balita. (Gan)
Teks Foto: H.Sungkono dari DPR RI, Sofia Hanik dari BKKBN Jatim, dan Rahmat Satriawan dari DP3AKB Sidoarjo, ketika edukasi masalah stunting di Sidokumpul, Sidoarjo.