BKKBN Jatim Genjot Turunkan Angka Stunting, Anggota DPR Bilang Terlalu

  • Whatsapp

SURABAYA, beritalima.com | Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Timur bersama anggota DPR RI giat mensosialisasikan Kegiatan Promosi dan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting. Selasa (11/10/2022) lalu kegiatan itu dilakukan di Kutisari, Tenggilis Mejoyo, Surabaya.

Kepala UPT Balai Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana (Diklat KKB) Jember Ronald Stefen Rigo yang dihadirkan BKKBN Jatim dalam kegiatan ini mengatakan, dengan dicanangkannya zero stunting dari awal alias tidak ada penambahan stunting, program ini dilakukan sejak prakonsepsi.

Kemudian, dibentuknya Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS), Tim Pendamping Keluarga (TPK) dan penanganan dengan melibatkan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang lebih mengetahui detailnya di lapangan.

Stefen Rigo mengatakan, masalah stunting tidak hanya menjadi beban keluarga, tapi juga beban masyarakat dan negara. Menurutnya, risiko stunting bisa terlihat dari berat badan dan tinggi bayi ketika lahir. “Berat badan bayi yang kurang dari 2,5 kg dan tinggi 48 cm harus diwaspadai. Ketika itu terjadi, perlu perawatan lebih lanjut dengan pemberian gizi yang cukup dan diawasi perkembangannya,” terang Steven Rigo.

Saat ini konvergensi dari berbagai Kementerian/Lembaga ikut membantu, dan BKKBN melalui Perpres Nomor 72 Tahun 2021 ditunjuk sebagai Ketua Percepatan Penurunan Stunting, sehingga tidak hanya BKKBN yang bertindak, tapi juga di evaluasi Komisi IX DPR RI.

Anggota Komisi IX DPR RI Lucy Kurniasari yang hadir dalam kegiatan ini mengatakan, DPR mendukung penanganan penurunan stunting dengan tujuan agar di tahun 2024 penurunan stunting masuk angka 14%. Tahun ini angka stunting nasional masih 24,4%, masih di atas ketentuan World Health Organization (WHO) yang menetapkan sekitar 20%.

Lucy menyebut, stunting itu kondisi gagal tumbuh karena si ibu kekurangan gizi kronis atau infeksi berulang. Selain itu, lanjut dia, karena terlalu muda menikah, terlalu banyak anak, terlalu dekat jarak melahirkan, dan terlalu tua.

Menurutnya, usia yang tepat menikah bagi perempuan tidak di bawah 21 tahun dan bagi laki-laki tidak di bawah 25 tahun, tapi juga tidak lebih dari 35 tahun. Kemudian, dalam satu rumah sebaiknya hanya ada satu balita, dan jarak kelahiran minimal tiga tahun.

Lucy mengatakan, penanganan penurunan stunting dilakukan sejak dini, dimulai dari 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), sejak masih jadi Calon Pengantin (Cantin), hingga anak lahir sampai usia dua tahun.

Tentang penanganan penurunan stunting di Kota Surabaya, Koordinator Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) Gunung Anyar Serindah Nur mengatakan, di Surabaya sudah terbentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) yang diketuai lurah. Kemudian, dibentuklah TPK yang terdiri dari tenaga kesehatan, PKK dan kader Keluarga Berencana.

Di Kota Surabaya, kata Serindah Nur, sudah terbentuk 6.642 TPK yang siap melakukan pendampingan sampai di lini bawah. Di samping itu ada juga kader Surabaya Hebat sampai tingkat RT. BKKBN bisa mendapatkan data yang akurat terkait anak yang mempunyai risiko stunting dari TPK.

Menurutnya, melalui monitoring dan pencegahan dari hulu ke hilir, angka penderita stunting di Surabaya dan Jawa Timur akan terus menurun. “Selain ada pendampingan dan bantuan gizi untuk anak penderita stunting, di Kota Surabaya terjadi penurunan stunting,” pungkasnya. (Gan)

Teks Foto: BKKBN Jatim ketika sosialisasi program pencegahan stunting di Kutisari, Surabaya.

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait